Share

6. RAHASIA SI IBLIS

Tapi Rina yang terkenal pandai tak pernah tahu kalau musuh yang paling dibencinya adalah pria dengan IQ 146 yang terkenal jenius di sekolahnya dulu.

Tak ada yang bisa mengalahkan Adit dalam mata pelajaran apapun sewaktu SD sampai SMP. Bahkan olimpiade Inggris dan Matematika seluruh tingkat Jawa timur, dialah yang selalu menjadi peringkat pertama.

Ayah Adit yang berprofesi sebagai dosen di sebuah universitas bergengsi di Surabaya membesarkannya dengan ambisi kuat agar anaknya jauh lebih unggul dari anak lainnya. Otak Adit yang encer pun tampaknya cocok dengan ambisi dan impian ayahnya.

Dari mulai les mata pelajaran, Kumon, Inggris, Mandarin, Komputer, sampai les tenis pun harus dilakoni Adit tiap minggunya untuk membahagiakan Ayahnya.

Tak pernah sekalipun Adit mengeluh atau memprotes keputusan ayahnya itu. Dia hanya menganggap semua itu sebagai rutinitas sehari-hari yang memang harus dilakukannya.

Dia tahu hanya dia satu-satunya harapan ayahnya setelah kakaknya kabur dari rumah dan memilih untuk tinggal di kos demi menghindari Ayah mereka dan semua tuntutan-tuntutan beliau.

Iwan, kakak lelaki Adit, dulu juga harus menjalani rutinitas sama persis seperti Adit. Namun tidak seperti Adit, kakaknya selalu merengek dan bahkan memprotes saat harus melakukan apa yang disuruh ayah mereka. Tak henti-hentinya dia memberontak namun pada akhirnya mengalah dan melakukan apa saja yang diminta ayahnya.

Sampai pada suatu saat kakaknya itu jatuh cinta. Adik kelasnya di SMA membuatnya terpikat. Iwan pun segera mengungkapkan perasaannya dan menjadikan cewek itu pacarnya.

Namun pacaran adalah hal yang tabu di keluarga mereka. Iwan tahu benar tentang hal itu. Ayahnya jelas-jelas membuat peraturan yang tidak bisa diganggu gugat, bahwa pacaran hanya boleh dilakukan saat kedua anaknya sudah bekerja.

Itulah yang membuat Iwan memutuskan untuk memacari Lena diam-diam. Tidak pernah ada yang tahu bahwa mereka berdua telah menjalin kasih. Hanya Aditlah yang tau tentang hubungan diam-diam kakaknya itu. Sejak kecil memang Adit selalu dekat dengan kakaknya. Tidak ada yang mereka rahasiakan satu sama lain walaupun usia mereka terpaut empat tahun jauhnya.

Tapi rahasia itu tidak bisa tersimpan selamanya. ayahnya sendiri yang memergokinya saat mengunjungi sekolah anaknya pada jam pulang sekolah. Sebenarnya ayahnya datang kesana untuk mengantarkan kunci rumah karena dia dan istrinya harus pergi keluar kota untuk melayat teman yang meninggal dunia. Namun betapa tak disangkanya bahwa dia akan melihat putra pertamanya keluar dari parkiran membonceng anak gadis orang, yang menggelayut mesra padanya.

Saat itu ayahnya tidak memperdulikan semua orang yang ada di sekitar mereka, Dia langsung mengusir Lena dan menampar Iwan di depan banyak orang. Makian demi makian pun dilontarkannya dengan brutal hingga membuat guru-guru keluar dari kantor mereka, padahal rapat guru baru saja dimulai, hanya untuk melerai mereka.

Iwan begitu malu dan terpukul diperlakukan seperti itu. Dia merasa seperti diperlakukan layaknya sampah oleh ayahnya sendiri. Tak sedikitpun ayahnya itu menjaga harga dirinya di depan teman-temannya.

Iwan merasa tambah terjepit saat ibu yang selalu membelanya, kini ikut-ikutan menyalahkannya. Semakin dia merasa tertekan, semakin dia merasa ingin kabur dari rumahnya. Ditambah lagi saat dia mengetahui Ayahnya tega mempermalukannya lagi dengan mendatangi rumah Lena dan meminta gadis itu untuk tidak mendekati anaknya lagi. Semua itu dilakukan di depan orang tua Lena yang sebenarnya tak tahu apa-apa.

Geram akan hal itu, Iwan mengemasi barang-barangnya dan membawa semua uang simpanannya lalu kabur ke rumah temannya. Setelah mendapat rumah kos yang murah, dia pindah dari sana. Sengaja dia mengambil tempat yang agak jauh dari rumahnya agar tak pernah berpapasan dengan ayahnya.

Adit yang mengetahui kepergian kakaknya, sebenarnya cukup terpukul dan berusaha membujuk ayahnya untuk berbaikan dengan kakaknya. Namun kedua ayah dan kakaknya itu sama keras kepalanya. Tak ada satupun dari mereka yang mengalah.

Akibatnya, Adit yang waktu itu masih duduk di kelas tiga SMP harus bersepeda jarak jauh setiap pulang sekolah hanya untuk menemui kakaknya. Itupun terkadang kakaknya tidak ada di kos-kosan.

Iwan sebenarnya sedang bekerja sebagai kuli bangunan saat itu. Dia tak mau harus meminjam uang pada teman atau mengemis uang pada orangtuanya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Baru seminggu saja dia bekerja badannya mulai sakit. Dari mulai demam, lecet-lecet dan nyeri di bagian punggungnya.

Tapi walaupun sakit, Iwan tetap saja memaksakan diri untuk tetap bekerja. Dia memang digaji harian sebagai kuli bangunan, oleh karena itu dia merasa sayang jika dia bolos bekerja dan tak dapat gaji hari itu.

Sayangnya, justru hal itulah yang mencelakakan dia. Saat matahari sedang teriknya siang itu, sebenarnya, demamnya tambah tinggi dan kepalanya juga pusing. Iwan yang sedang mengangkat batu ke atas untuk diberikan pada kuli yang lainnya, terhuyung-huyung di bagian tangga tingkat atas, dan akhirnya jatuh bersama batu yang dipegangnya ke lantai dasar.

Jatuh dari enam lantai membuat leher dan pinggang Iwan patah, kepalanya pun mengeluarkan banyak darah. Ini diakibatkan karna batu yang dibawanya tadi sempat mengenai kepalanya saat jatuh.

Para pekerja yang panik, langsung menggotong badan Iwan yang tak sadarkan diri ke dalam truk pick up dan membawanya ke rumah sakit terdekat. Sayangnya, Iwan menghembuskan nafas terakhir saat sampai di rumah sakit dan akhirnya meninggal dunia.

Ibunyalah yang pertama kali dihubungi teman Adit untuk mengabarkan kabar duka tersebut. Ibunya tidak lantas percaya mendengar berita yang menurutnya tak masuk akal tersebut. Itu karena pagi tadi dia baru saja menghubungi anaknya untuk menanyakan kondisinya dan Iwan saat itu terdengar baik-baik saja. Namun, saat mayat anaknya diantarkan sampai di depan rumahnya, Ibunya sudah tak dapat mengelak lagi.

Teriakan dan tangisan histerisnya lah yang terdengar setelahnya di seluruh ruangan. Dia memeluk jenazah anaknya erat dan menangis sekuat-kuatnya. Dia masih tak percaya anak yang dikandung, dilahirkan dan dibesarkannya selama ini, secepat itu pergi untuk selama-lamanya.

Kesedihannya seketika berubah menjadi kemarahan saat suaminya pulang. Dia memukul dada suaminya dan menangis sejadi-jadinya. Dia menyesali betapa salahnya dia, karena tak berusaha membela dan menahan anaknya supaya dia tak pergi dari rumah.

Namun dia tak menyangka betapa keras kepalanya suaminya itu. Tak sedikitpun kesedihan terlihat di wajahnya. Dia dengan tenang mengatur pemakaman anaknya. Dia bahkan sempat-sempatnya melarang orang-orang untuk memberitahukan ini pada Adit yang saat itu sedang mengikuti kursus Kumon. Alasan Ayahnya adalah Adit sebentar lagi UNAS dan tak perlu diganggu oleh hal-hal yang kurang penting.

Kontan saja, Adit yang waktu itu baru pulang dari kursus, terkejut bukan kepalang saat melihat kakak tersayangnya sudah terbaring tanpa nyawa di dalam peti mati.

Tak ada luka yang jauh lebih sakit baginya saat itu, yang bisa dibandingkan dengan kehilangan kakaknya selama-lamanya. Kebencian yang mendalam memenuhi hatinya untuk kedua orang tuanya, terutama ayahnya. Apalagi saat dia tahu, ayahnya dengan sengaja tak menghubunginya hanya supaya dia tak ketinggalan Les Kumon.

Dia menyangka dengan menuruti keinginan ayahnya untuk terus memperoleh juara akan melunakkan hati laki-laki paruh baya itu dan membuatnya tak menekan kakaknya lagi. Tapi rupanya dia keliru. Ayahnya tidak hanya keras kepala tapi dia juga sangat egois, pria yang tak pernah memikirkan perasaan orang lain.

Mulai dari saat itulah, dia berubah menjadi pemberontak dan menjadi seperti sekarang ini, seorang berandalan di sekolahnya sendiri. Namun sang Nona pintar yang kebetulan adalah pacarnya sendiri, tampaknya perlu diyakinkan lagi bahwa Aditnya Harsono bukanlah cowok yang seburuk dia kira.

Jika meraih ranking pertama bisa membuat wanita itu diam dan tak lagi kabur darinya, maka dia akan mengejutkan Rina dengan menunjukkan betapa mudahnya hal itu bisa dicapainya dalam sekejab!

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status