Share

Bab 5

“Adisti, nanti ada rapat, katanya akan ada pergantian manajer di pabrik ini.” Sesil memberi informasi pada Adisti saat gadis itu bau saja duduk di kursinya.

Sesil adalah salah sat teman dekatnya selama bekerja, umur mereka pun tidak terlalu jauh. Adisti 20 tahun dan Sesil 23 tahun. Sesil sama seperti Adisti, bagian admin tetapi beda divisi.

“Iya? Tumben gak ada info sebelumnya. Kok dadakan banget?” keluh Adisti. Pergantian manajer itu artinya pergantian aturan baru. Adisti tidak menyukai itu.

“Entahlah. Denger-denger manajer baru kita masih muda. Tiga puluhan tahun katanya.” Sesil memang penyuka gosip. Informasi apa pun yang ada di pabrik ia mengetahui semua. Termasuk ada main antar pekerja pabrik walaupun mereka sudah menikah.

“Gebet sana!” celetuk Adisti menggoda Sesil. Teman satu-satunya itu memang sedang mencari jodoh karena lelah mendapatkan tekanan dari orangtua yang meminta dirinya segera menikah. Padahal umur belum kepala 3.

“Jelas dong! Nanti aku pasti akan tebar pesona tanpa kamu ingatkan.” Sesil tersenyum lebar. Ia membayangkan setampan apa wajah manajer barunya nanti.

“Udah sono siap-siap. Lima menit lagi kan?” ucap Adisti mengingatkan Sesil. Gadis cantik yang memiliki lesung itu segera meluncur kembali ke meja kerjanya lalu mengeluarkan peralatan tempur yang selalu ia bawa, make-up.

Adisti hanya menggeleng kepala melihat tingkah Sesil yang menurutnya kekanakan. Setelah menyalakan laptop, Adisti mengeluarkan note dari laci. Ia menjejerkan agenda hari ini, berkas mana yang harus ia selesaikan terlebih dahulu.

Selesai menata meja, Adisti bersiap menuju ruang rapat bersama Sesil. Karena mereka hanya karyawan biasa, Adisti dan Sesil mendapatkan kursi yang berjejer di belakang meja kepala bagian.

Adisti menatap sekeliling, masih separuh karyawan yang hadir. Entah pergi ke mana yang lainnya. Manajer baru pun belum tampak batang hidungnya.

Adisti sedikit menggeram kesal, rasanya rapat yang tidak tepat waktu ini membuat banyak waktunya terbuang sia-sia. Seharusnya ia sudah mulai memeriksa inventaris pabrik seperti instruksi kepala bagian, tetapi nyatanya setelah setengah jam berlalu belum ada tanda-tanda kedatangan mereka.

“Mau ke mana?” tanya Sesil saat melihat Adisti yang berdiri.

“Tentu kembali bekerja! Sudah sangat terlambat. Sebenarnya apa yang dilakukan manajer baru itu hingga membuatnya terlambat?” gerutu Adisti.

Sesil tidak bisa mencegah langkah Adisti. Gadis itu pasrah saat dirinya ditinggal Adisti keluar ruangan. Namun, tepat saat Adisti akan membuka pintu, dari arah yang berlawanan muncul laki-laki bertubuh tegap dengan tinggi 170 senti berjalan cepat menuju ruangan rapat di mana Tisa membuka pintu. Tabrakan tidak bisa mereka hindari.

Seketika Adisti terjatuh memeluk laki-laki itu. Dalam beberapa detik, laki-laki itu menatap Adisti yang matanya begitu dekat dengannya. Ia benar-benar menikmati menatap Adisti, tetapi beberapa detik kemudian ia mengernyit saat merasakan aura yang berbeda dari Adisti.

Seolah tersadar, segera Adisti mencoba berdiri dan melepaskan diri dari pelukan laki-laki yang tidak dikenalnya. Beberapa karyawan menatap laki-laki itu takjub dengan fisiknya yang rupawan, tetapi tidak berani bersuara.

“Maafkan saya!” Adisti membungkuk sembari terus meminta maaf.

“Tidak apa. Berhentilah membungkuk. Silakan masuk. Rapat akan segera dimulai.” Laki-laki itu berjalan melewati Adisti begitu saja, seolah tidak pernah terjadi apa pun. Berbeda saat menabrak Adisti. Matanya memancarkan cahaya penuh cinta.

Adisti kembali duduk di kursinya. Sesil mencolek lengan Adisti lalu bertanya, “Kenapa kembali?”

Adisti memberi kode agar Sesil menatap ke depan. Di sana sudah ada laki-laki yang tadi menabraknya tadi sedang menyalami kepala bagian.

Rupanya laki-laki yang bertabrakan dengan Adisti adalah manajer yang baru. Laki-laki itu bernama Dion. Fisik laki-laki itu hampir mirip dengan Abimanyu. Ah, lagi-lagi Adisti mengingat sosok Abimanyu.

Laki-laki itu memang tidak mudah dilupakan, pikir Adisti.

“Baiklah, terima kasih banyak atas waktunya. Saya meminta laporan bulan lalu ada di meja saya besok pagi. Ada beberapa hal yang harus dicek lagi.”

Beberapa menit kemudian, pertemuan pagi itu berakhir, tinggal Dion yang membaca laporan dari manajer sebelumnya. Laki-laki itu ingin meneliti semua laporan sebelum ia mengambil keputusan. Tanggung jawab yang ia emban sekarang jauh lebih berat dari sebelumnya.

“Pak. Wanita yang menabrak tadi siapa?” tanya Dion pada Andre, staf keuangan.

“Oh, dia Adisti, Pak. Admin di divisi penjualan.”

Dion mengangguk. Ia merasakan ada sesuatu yang berbeda pada wanita itu. Aura hitam yang menyelubungi seluruh tubuh Adisti. Namun, Dion tidak mau ambil pusing. Itu bukan urusannya.

Sementara itu, Adisti tengah sibuk mengerjakan laporan keuangan penjualan beberapa bulan sebelumnya.

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Kini sudah waktunya Adisti pulang. Saat sampai di rumah, Adisti mengernyit saat melihat Abimanyu sudah menunggunya.

“Akhirnya kamu pulang.”

Adisti tersenyum mendengar ucapan Abimanyu. Setelah memasukkan motor, segera Abimanyu merengkuh wanitanya lalu menciuminya dengan brutal. Ia rindu dengan bau Adisti. Namun, hanya sebatas itu. Abimanyu tidak ingin merusak misi keluarganya.

“Ikut aku ke rumah ya?” pinta Abimanyu lirih. Ia membelai wajah Adisti yang duduk di pangkuannya.

Adisti mengernyit. “Untuk?”

“Tentu saja kita menikah. Apa kamu tidak mencintaiku?” tanya Abimanyu pura-pura merajuk.

“Tentu saja aku mencintaimu, Abimanyu. Tapi bukankah aku manusia, dan kamu bukan?” Ada keraguan di hati Adisti. Apakah mungkin ada pernikahan dua alam? Antara manusia dan makhluk tidak kasatmata? Jika dipikirkan lebih mendalam, hal itu tidaklah masuk akal.

“Sah sah saja, Adisti. Banyak manusia yang menikah dengan bangsaku. Bahkan mereka memiliki anak dari pernikahannya dan aku ingin seperti itu,” bisik Abimanyu di telinga Adisti. Hal itu menghadirkan gelenyar aneh di tubuhnya.

“Benarkah?”

Abimanyu mengangguk. “Ikutlah aku sekarang ke duniaku, Adisti.”

Seolah tersihir, Adisti mengangguk patuh. Segera Abimanyu meminta Adisti segera bersiap.

Sepeninggal Adisti yang bersiap diri, Abimanyu menyunggingkan senyum samar. Kurang sedikit lagi, rencana keluarga Abimanyu akan menjadi kenyataan. Adisti-lah yang akan menggenapi rencana mereka.

Beberapa menit kemudian, Adisti muncul menggunakan baju kasual. Tampak lebih segar karena sudah bersih diri.

“Aku siap.” Adisti tersenyum saat melihat Abimanyu yang terus-menerus menatapnya.

“Kamu cantik alami. Aku tidak sabar segera menikahimu, Adisti,” ucap Abimanyu serak. Berusaha mati-matian ia menahan gejolak dalam dirinya yang ingin segera dituntaskan.

Adisti hanya tersenyum menanggapi ucapan Abimanyu. Hampir setiap hari ia mendengar laki-laki itu mengucapkan itu.

“Ayo.” Adisti menggamit lengan kekar Abimanyu. Mereka berjalan menuju pohon asam yang berada di halaman rumah.

“Benar di sini pintu masuk alam kalian?” tanya Adisti sedikit ragu. Tidak ada pintu atau semacamnya untuk masuk.

Abimanyu mengangguk. Tangan laki-laki itu menutupi mata Adisti, lalu mengucap mantra. Tak lama kemudian muncul sebuah cahaya putih yang menyilaukan.

“Buka mata!” perintah Abimanyu.

Adisti membuka mata, refleks ia menyipitkan mata karena silau. “Kenapa?” tanyanya heran.

“Inilah pintu masuknya. Ayo!” Abimanyu merengkuh pundak Adisti lalu membimbing wanita itu masuk menembus cahaya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status