“Dia menolakmu?” tanya Lastri, Mama Abimanyu.
Abimanyu mengangguk pelan lalu menghela napas. Ia menyandarkan kepala di kursi. Pikirannya melayang, membayangkan wajah ayu Adisti yang alami tanpa polesan make-up.
“Gobl0k! Harusnya kamu mantrai dia, buat dia suka sama kamu dan menuruti semua ucapanmu! Gitu aja gak ngerti, gimana sih! Semakin lama kamu menunda semakin lama kita menguasai wilayah ini. Paham?” hardik Lastri kesal melihat Abimanyu yang terlihat lemah.
“Iya, Ma. Nanti malam aku akan datang lagi ke sana untuk memikat dia agar mau.” Hanya itu yang keluar dari mulut Abimanyu.
Lastri duduk di samping Abimanyu lalu mengelus kepalanya.
“Maafkan Mama, Nak. Mama hanya tidak suka kamu terlalu lama menunda. Kesempatan hanya sekali, manfaatkan itu.”
“Iya, Ma. Abimanyu paham.”
“Bagus. Jangan lewatkan kesempatan ini Abi, martabat keluarga kita berada di tanganmu sekarang. Jangan sampai ada yang mendahuluimu mendapatkan Adisti. Terutama Arka!”
“Iya, Ma.”
Lastri mengangguk lalu menepuk pundak Abimanyu sebelum beranjak menuju kamar. Wanita itu berambisi menguasai wilayahnya, hanya dengan menikahkan Abimanyu dengan Adisti keinginannya akan terlaksana.
Menurut kepercayaan, bangsa manusia yang pernah mati suri memiliki suatu keistimewaan yang mampu membuat bangsa ‘mereka' disegani jika bisa menikahinya. Karena itulah Lastri memaksa Abimanyu untuk menikahi Adisti dengan tujuan agar bisa menguasai bangsa mereka.
Kini tinggallah Abimanyu yang termangu di ruang tamu. Ia paham benar apa maksud mamanya. Jika Arka mengetahui tentang Adisti, tidak menutup kemungkinan ia akan menemui wanita itu dengan tujuan yang sama seperti Abimanyu.
“Adisti ....” desah Abimanyu menyebut nama wanita yang kini mulai bertahta di hatinya. Selain karena misi dari sang Mama, sebenarnya hati Abimanyu sudah terpaut pada Adisti di awal mereka bertemu.
Abimanyu tidak mengira bisa menyukai bangsa manusia, bahkan ia bergairah saat berada di dekat wanita itu. Sudah lama ia tidak bercinta. Sejak hubungannya dengan Meira, wanita yang pernah menjalin cinta dengannya itu kandas karena mamanya, ia tidak lagi dekat dengan perempuan pun tidur bersama. Tidak pernah.
Namun, saat berada di dekat Adisti jiwa kelelakiannya keluar begitu saja tanpa diminta. Tentu saja Abimanyu senang. Apalagi dengan dirinya berhasil menikahi Adisti, keluarganya akan disegani di wilayahnya. Bukankah itu keberuntungan berlapis namanya.
“Aku harus mendapatkan wanita itu.” Tekat Abimanyu sudah bulat. Malam ini ia akan memantrai Adisti agar wanita itu mau segera menikah dengannya. Abimanyu takut Arka mengetahui itu lalu merebut Adisti dari tangannya.
Abimanyu teringat saat malam itu ia mengatakan pada Adisti bahwa dirinya bukan manusia, seketika wanita itu menolak mentah-mentah dan mengusir Abimanyu. Laki-laki itu masih ingat bagaimana raut terkejut Adisti saat ia mengatakan bahwa dirinya adalah bangsa jin.
“Kamu bukan manusia? Lantas kenapa mendekatiku? Kenapa sengaja menampakkan diri di depanku? Apa tujuanmu?” cecar Adisti hampir kalap jika Abimanyu tidak segera membungkam Adisti dengan ciuman.
“Aku mencintaimu. Apakah alasan itu kurang kuat?” tanya Abimanyu setelah menjauhkan bibirnya dari bibir Adisti.
Seketika Adisti tidak mampu bersuara.
Mengingat itu, Abimanyu memantapkan hati akan memantrai Adisti untuk mempercepat proses pernikahan mereka dan tentu saja agar bangsa jin hitam bisa menguasai semua wilayah di negeri Goria.
Malam menjelang. Abimanyu sudah bersiap menunggu Adisti pulang bekerja. Sengaja ia menunggu di teras agar wanita itu tahu bahwa dirinya sudah menunggu.
Abimanyu merapalkan mantra, ia mencium bau Adisti yang sudah mendekat. Benar. Beberapa menit kemudian Adisti muncul masuk ke halaman mengendarai motor.
Wanita itu mengernyit saat melihat ada Abimanyu di teras. “Tumben.”
Abimanyu mendekat lalu membantu wanita itu memasukkan motor ke dalam rumah. Adisti tidak memiliki bagasi khusus motornya, karena itulah ia memasukkan motor ke dalam rumah. Tepat di samping kursi tamu.
“Aku rindu.”
Ucapan singkat Abimanyu mampu membuat Adisti seketika meleleh. Rindu. Hanya satu kata yang membuatnya melayang seperti wanita bod0h. Bukankah tidak ada hal yang lebih indah selain dirindukan seseorang yang disukai? Ya, Adisti memiliki rasa pada Abimanyu. Walaupun hanya sedikit, tetapi ada.
“Benarkah?” tanya Adisti tersipu malu. Ia menyilakan Abimanyu duduk, sedangkan dirinya ingin membersihkan diri sebentar. Pulang kerja malam hari biasanya wanita itu akan mandi air hangat atau berendam sejenak untuk meregangkan ototnya setelah lelah bekerja shift kedua.
Abimanyu memindai rumah Adisti yang terlihat rapi, kembali ia merapalkan mantra. Jika yang tadi untuk Adisti, kali ini Abimanyu mengkhususkan untuk rumah. Alasannya? Tentu saja agar Adisti hanya mengingat dirinya saja dan menghalangi Arka menemui Adisti. Jika pernikahan belum terjadi dan Arka mendahului rencananya, maka semua akan sia-sia.
Beberapa menit kemudian, Adisti muncul dengan pakaian santai dan rambut yang basah. Harum sampo menguar mengenai penciuman Abimanyu, membuat gairah laki-laki itu kembali menggelora.
Seketika Abimanyu menahan napas saat Adisti membungkuk sebelum duduk. Jarak mereka terlalu dekat. Bahkan laki-laki itu bisa merasakan sentuhan Adisti yang tidak sengaja menyenggol lengannya.
“Tumben datang di jam segini. Biasanya kamu datang tengah malam.” Adisti membuka suara. Ia sudah duduk di seberang Abimanyu sambil membukakan minuman kaleng lalu menuangkannya ke dalam gelas yang tadi ia bawa daari dapur.
“Aku ingin memperjelas hubungan kita, Adisti. Aku benar-benar mencintai kamu. Aku ingin kita menikah dan memiliki anak.” Dalam hati Abimanyu terus membaca mantra.
Ia tersenyum saat melihat Adisti mulai menggeleng lalu memegangi kepala. Sepertinya efek mantra Abimanyu mulai bekerja.
“Kamu bilang apa tadi? Menikah? Memiliki anak?” tanya Adisti di sela sakitnya.
Abimanyu mendekati Adisti lalu menggenggam tangannya. “Aku benar-benar mencintaimu, Adisti. Aku ingin kita menikah.”
Tanpa sadar Adisti mengangguk. Pun dengan Abimanyu yang refleks memeluk Adisti. Sentuhan Abimanyu ternyata menghadirkan getaran dan gelenyar aneh dalam diri Adisti. Wanita itu menuntut lebih dari sentuhan. Mungkin saja itu efek mantra Abimanyu yang membuat Adisti seketika ingin semuanya dalam diri Abimanyu.
“Jangan lepas. Aku ingin selalu dipeluk olehmu,” bisik Adisti.
Wanita itu memejamkan mata. Menikmati setiap sentuhan yang Abimanyu berikan. Awalnya hanya sentuhan ringan di wajah, tangan, lalu merembet ke dada Adisti. Laki-laki itu benar-benar memanfaatkan keadaan. Tanpa menunggu persetujuan, Abimanyu mencium bibir ranum Adisti. Ritme yang terus naik, membuat Abimanyu dan Adisti dipenuhi nafsu untuk mempersatukan diri. Namun, tiba-tiba saja Abimanyu ingat bagaimana nasihat sang Mama yang mengatakan jangan sampai menodai Adisti sampai hari pernikahan tiba.
Seketika Abimanyu mengumpat dalam hati. Ia menghentikan ciuman panas mereka perlahan. Tampak gurat kecewa dari wajah Adisti. Sepertinya mantra Abimanyu sangat kuat, lihat saja kini justru Adisti yang agresif mendekati Abimanyu.
“Mengapa berhenti?” protes Adisti sambil memonyongkan bibirnya.
“Maaf, Adisti. Aku takut kita kebablasan melakukan sesuatu yang belum seharusnya.”
Adisti tampak berpikir. “Baiklah. Segera nikahi aku, Abimanyu. Aku ingin merasakan dirimu seutuhnya.”
Abimanyu mengangguk. “ Tentu saja. Ikutlah ke rumahku nanti, akan kukenalkan pada orangtuaku.”
Adisti menganga. “Secepat itukah?” tanyanya tidak percaya.
Abimanyu mengelus lengan Adisti. “Mereka baik. Justru mereka yang memintaku untuk segera menikahimu.”
Adisti menatap tak percaya. “Kamu tinggal di mana?”
“Tahu pohon asam di depan rumahmu?” tanya Abimanyu.
Adisti mengangguk.
“Pohon itu adalah jalan masuk menuju duniaku.”
“Adisti, nanti ada rapat, katanya akan ada pergantian manajer di pabrik ini.” Sesil memberi informasi pada Adisti saat gadis itu bau saja duduk di kursinya.Sesil adalah salah sat teman dekatnya selama bekerja, umur mereka pun tidak terlalu jauh. Adisti 20 tahun dan Sesil 23 tahun. Sesil sama seperti Adisti, bagian admin tetapi beda divisi.“Iya? Tumben gak ada info sebelumnya. Kok dadakan banget?” keluh Adisti. Pergantian manajer itu artinya pergantian aturan baru. Adisti tidak menyukai itu.“Entahlah. Denger-denger manajer baru kita masih muda. Tiga puluhan tahun katanya.” Sesil memang penyuka gosip. Informasi apa pun yang ada di pabrik ia mengetahui semua. Termasuk ada main antar pekerja pabrik walaupun mereka sudah menikah.“Gebet sana!” celetuk Adisti menggoda Sesil. Teman satu-satunya itu memang sedang mencari jodoh karena lelah mendapatkan tekanan dari orangtua yang meminta dirinya segera menikah. Padahal umur belum kepala 3.“Jelas dong! Nanti aku pasti akan tebar pesona tanpa
Pertama kali yang Adisti lihat setelah membuka mata adalah deretan rumah terbuat dari anyaman bambu yang berjejer di pinggir jalananan tidak beraspal.Sesekali Adisti mengucek mata memastikan penglihatannya. Namun, tetap penampakan rumah berjejer yang terlihat.“Benarkah ini dunia kalian?” tanya Adisti heran. Ia berpikir dunia Abimanyu akan berbeda dengan dunia manusia, tetapi nyatanya apa yang ia lihat sama. Dunia Abimanyu dan dunia manusia sama.Abimanyu merengkuh pundak Adisti, membimbing gadis itu berjalan menuju rumah mewah yang berada di paling ujung. Rumah yang terlihat mencolok karena terlihat paling mewah dan besar dibandingkan dengan yang lain.Adisti mengernyit saat melihat ada yang melakukan aktivitasnya sama seperti manusia pada umumnya. Ada yang menyapu halaman, bergosip, atau pun melakukan aktivitasnya di sawah. Adisti benar-benar tidak habis pikir. Benarkah ia berada di dunia Abimanyu sekarang? Mengapa tidak ada bedanya dengan dunianya? Lagi-lagi hanya pertanyaan tanpa
“Besok sepulang bekerja, datanglah ke Kafe Garden. Laki-laki itu akan menunggumu di sana.”Ucapan sang kakek terus terngiang di kepala Adisti malam itu. Ia bingung bagaimana mengatakannya pada Abimanyu saat bertemu nanti. Ia yakin laki-laki itu pasti akan marah mendengar perjodohan itu. Apalagi mereka akan segera menikah. Menikah? Tentu saja menikah dengan tata cara alam Abimanyu.Hati dan pikiran Adisti sudah dipenuhi Abimanyu seorang. Tidak ada lagi ruang untuk laki-laki lain. Setidaknya itu yang ia rasakan saat ini.Adisti menghela napas. Apa yang akan ia katakan pada Abimanyu nanti?Sampai pukul 11 malam, Abimanyu tidak juga datang. Ada apa? Bukankah laki-laki itu bilang akan menjemput malam ini? Apakah pernikahan itu ditunda? Apa penyebabnya? Banyak pertanyaan dalam kepala Adisti saat ini.Adisti mengingat lagi ucapan Abimanyu, sepertinya ia tidak salah mendengar saat laki-laki itu mengatakan mereka akan menikah malam ini di rumah Abimanyu. Lantas, mengapa sampai sekarang laki-la
“Mau ke mana kamu?” tanya Abimanyu yang tiba-tiba muncul dari belakang Adisti. Wanita itu terkejut setengah mati saat akan menyalakan motornya.“Ngagetin aja sih,” protes Adisti sambil mencubit lengan kekar Abimanyu.“Jawab dulu. Kamu mau ke mana?” tanya Abimanyu ketus.Adisti diam. Mana mungkin ia jujur pada Abimanyu bahwa akan menemui laki-laki yang dijodohkan kakeknya. Lagi pula, Abimanyu mengingkari janjinya malam kemarin.“Aku jalan sama temen. Kamu ke mana kemarin? Kenapa tidak datang?” tuntut Adisti mencoba mengalihkan pembicaraan.“A-aku ... keluarga kami sedang ada sedikit masalah. Jadi pernikahan kita ditunda sementara waktu.” Abimanyu tampak salah tingkah. Ia tidak bisa menceritakan kenyataannya bahwa Arka datang dan mengganggu moodnya kemarin.Adisti mengernyit. “Masalah? Karena masalah itu kita tidak jadi menikah?” protes Adisti kesal. Ia sudah membayangkan akan hidup bahagia bersama Abimanyu.Adisti tidak mengerti, seolah ada sesuatu yang mencubit di dalam sana saat meng
“Kita percepat pernikahanmu apa pun yang terjadi,” titah Lastri pada Abimanyu sesaat laki-laki itu baru saja kembali dari dunia Adisti.Seketika Abimanyu mendongak. “Kenapa, Ma?” tanyanya heran. Baru saja beberapa jam yang lalu Lastri mengatakan bahwa akan memikirkan lagi kapan waktu yang pas untuk pernikahan Abimanyu, justru sekarang memerintahkan Abimanyu segera menikah.“Kamu lupa Arka bisa saja menyerang kita sewaktu-waktu. Jadi, kamu harus segera menikah dan renggut gadis itu di malam pertama. Setelah itu baru kita melakukan ritual untuk menyempurnakan kekuatan keluarga kita,” jelas Lastri berapi-api. Tentu saja ia bersemangat karena ambisinya yang membuat Abimanyu harus menikahi Adisti.“Bawa gadis itu malam nanti. Kita lakukan secepatnya. Jangan sampai ada yang tahu,” bisik Lastri sambil melirik sekeliling. Ia takut ada telinga yang mendengar pembicaraan mereka.Abimanyu mengangguk. Hanya dengan cara ini dirinya bisa berbakti pada ibunya. Walaupun harus mengorbankan dirinya sen
Adisti dan Abimanyu duduk bersanding di atas panggung yang terbuat dari batu yang diukir. Proses pernikahan di dunia Abimanyu belum selesai. Sekarang mereka harus menjalani prosesi siraman yang akan dilakukan sesepuh di wilayah Abimanyu.Adisti tidak berani mengangkat kepala, ia terus menunduk sambil menautkan jemarinya. Cemas. Itu yang dirasakannya saat ini. Walau bagaimanapun, ini kali pertama Adisti menjalani prosesi pernikahan, apalagi dengan Abimanyu yang berbeda alam.Hati kecilnya yang paling dalam mengatakan untuk lari dari prosesi ini, tetapi tubuhnya tidak sinkron. Gadis itu tetap duduk dan mengikuti semua kegiatan dengan patuh. Ia lupa bahwa apa yang dilakukannya sekarang adalah sebuah kesalahan.Mantra yang Abimanyu tujukan pada Adisti sangat kuat, sehingga gadis itu benar-benar lupa bahwa semuanya ini keliru.Tak terasa waktu berlalu, prosesi pernikahan Abimanyu dan Adisti berjalan lancar. Kini tinggallah sesi ramah tamah. Hal pertama yang membuat Adisti terheran adalah m
“Bagaimana wanita yang dikenalkan kemarin?” Tanya Dini, ibu Dion.Dion menghela napas. Ia teringat perjanjian yang ia buat dengan Adisti malam itu.“Jika kita sama-sama tidak bisa menolak, bagaimana kalau kita membuat perjanjian?” usul Dion akhirnya.“Perjanjian?” tanya Adisti tidak mengerti.Dion mengangguk. “Iya, kita tetap menyetujui perjodohan ini, tetapi ada hitam di atas putih. Kita buat perjanjian apa yang boleh dan tidak boleh kita lakukan selama pernikahan.”Adisti terdiam sejenak. “Sampai kapan?” tanyanya.“Aku tidak tahu.” Dion berharap Adisti menyetujui usulnya, sehingga ia bisa dengan mudah mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Adisti saat ini.Adisti diam, memikirkan setiap ucapan Dion. Jika menolak, tentu saja ia tidak tega pada kakeknya. Menerima perjanjian itu, sama saja membuka diri agar orang lain tahu hubungannya dengan Abimanyu.Memikirkan hal itu membuat Adisti semakin pusing. Hingga akhirnya sebuah keputusan diambilnya dengan terpaksa.“Baiklah! Tetapi a
“Selesaikan dia sekarang!” perintah Lastri pada Abimanyu. Saat ini mereka sedang berperang melawan keluarga Arka.Abimanyu mengangguk lalu mendekati Arka yang ngos-ngosan karena perutnya terluka. Sebelumnya Lastri yang melawan Arka, tetapi wanita itu ingin Abimanyu yang menghabisi Arka. Setidaknya sampai Arka mengibarkan bendera putih.“Matilah kamu!” Tiba-tiba dari telapak tangan Abimanyu muncul cahaya berwarna merah terang yang membentuk seperti bola, lalu dengan sekali ayun, telapak tangan Abimanyu mengenai punggung Arka yang berusaha kabur.Lama-lama tubuh Arka melemah dan akhirnya tidak sadarkan diri. Beberapa pengikut Arka saling berpandangan saat melihat Arka mulai tidak berdaya. Segera mereka menghilang dan kembali ke wilayahnya meninggalkan Arka.“Buang dia ke lembah Kematian!” perintah Lastri pada Abimanyu.Laki-laki hanya mengangguk. Kini masalah wilayah terselesaikan. Setelah sekian lama, akhirnya Negeri Goria berada di tangan Lastri. Inilah momen yang paling ditunggu Last