“Bodoh banget kamu!” umpat Abimanyu begitu wanita itu masuk kamar. Makhluk tak kasatmata itu terlihat penuh amarah, wajahnya memerah dan bibirnya kini terkatup rapat. Siska terkejut melihat kedatangan Abimanyu yang tak disangkanya. Ia mundur saat makhluk itu semakin mendekati dirinya. “A-aku ....” Ucapan Siska terputus saat Abimanyu melesat cepat ke arahnya lalu mencekik leher Siska. “Kamu memang tidak berguna! Apa susahnya memisahkan mereka? Dasar lamban!” bentak Abimanyu. Siska tidak bisa berkata-kata lagi, lehernya sakit dan mulai sulit bernapas. Semakin lama cekikan itu tidak kendur, justru semakin kencang. Beberapa detik kemudian, Siska memejamkan mata dan terkulai lemas. “Kamu memang pantas mati!” ucap Abimanyu, “sayang sekali, wanita secantik kamu ternyata sangat bodoh. Melakukan tugas yang mudah saja tidak bisa.” Setelah yakin Siska tidak lagi bernapas, Abimanyu segera pergi dari kamar Siska. Namun, ia tidak pulang ke rumahnya. Ingat apa yang dikatakan Baskara, bahwa in
Malam itu Adisti dan Dion memutuskan ke rumah Ustaz Ramli untuk mengusir Abimanyu agar tidak lagi mengganggu hidup mereka. Untung saja di rumah Ustaz Ramli ada acara istighosah dan syukuran, sehingga jam 3 lagi masih terjaga semua.Dion melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju rumah Ustaz Ramli. Sepanjang jalan mereka terus beristighfar, berharap selamat sampai tujuan.Adisti tidak menginginkan bertemu Abimanyu lagi. Mengingatnya saja membuat dirinya merinding, apalagi saat ingat bagaimana pertemuan mereka, pernikahan, hingga memiliki anak Abimanyu.Adisti menyesal mengenal makhluk itu, mengapa dulu ia begitu mudah digoda Abimanyu untuk menuruti keinginannya. Jika waktu bisa diulang kembali, Adisti memilih untuk tidak mengenal Abimanyu sama sekali. Hidupnya benar-benar kacau karena makhluk itu.Namun, saat beberapa ratus meter lagi sampai di rumah Ustaz Ramli, tiba-tiba mobil Dion berhenti. Hal itu membuat Adisti sontak terkejut.“Astagfirullah!” pekik Adisti, “mobilnya kenap
Belum sempat berteriak meminta tolong, dirinya sudah dibawa pergi oleh Lastri. Wanita itu tersenyum penuh kemenangan karena berhasil mengecoh Ustaz Ramli dan Aldi. Mau dicari ke mana pun, Dion tidak akan ditemukan karena Baskara membawa laki-laki itu ke alam mereka sama seperti Adisti. Kini di sinilah mereka berada, di dalam penjara terpisah dengan tangan terikat. Dion tak sadarkan diri saat Adisti datang, bahkan saat wanita itu memanggil namanya, laki-laki itu bergeming. Merasa percuma meminta tolong dan memanggil Dion, akhirnya Adisti memilih diam. Ia terus berdoa dalam hati agar Ustaz Ramli mengalahkan Abimanyu dan menyelamatkan dirinya. Bibir Adisti tampak terus bergerak membaca doa, ia tidak tahu akan segera Allah kabulkan atau tidak, tetapi yang jelas ia ingin berusaha dulu. “Lama sekali Abimanyu!” ucap Lastri mondar-mandir di depan penjara. Sesekali ia melirik Dion dan Adisti’ bergantian. Bibirnya terkatup rapat, enggan berbicara dengan Adisti atau memanasinya. “Biarkan s
“Aku sangat merindukan bertempur dengan kalian lagi,” ucap Lastri terlihat tenang.Ustaz Ramli pun tak kalah tenang, ia memberi kode pada Aldi untuk mundur. Pertempuran kali ini sepertinya akan sedikit sengit, tidak seperti sebelumnya karena Lastri pasti sudah menyiapkan semuanya. Tak mungkin menunggu dirinya dengan tangan kosong.“Lepaskan mereka!” ucap Ustaz Ramli datar. Wajahnya tidak menunjukkan emosi apa pun. Setenang air di danau.Berbeda dengan Lastri yang memiliki ambisi ingin menang agar Baskara tidak menghukumnya.“Tidak akan! Mereka akan menjadi budak kami, tentu saja kalian juga akan menyusul mereka,” sanggah Lastri. Ia mendekati Ustaz Ramli, detik berikutnya wujud Lastri berubah menjadi raksasa berekor ular.Ustaz Ramli mundur selangkah, pun dengan Aldi. Belum sempat mereka mempersiapkan diri, ekor Lastri terayun ke arah mereka, membuat 2 laki-laki itu terpental hingga menabrak tembok.“Hanya begitu saja kekuatan kalian? Masih permulaan sudah tidak berdaya,” sindir Lastri
Baskara menyemburkan api ke arah Ustaz Ramli. Dengan cepat laki-laki itu menghindar dengan cara berguling ke samping sebelum terkena semburan Baskara. Baskara tidak patah arang, makhluk itu kembali menyemburkan api, tapi lagi-lagi gagal karena Ustaz Ramli cepat menghindar. “Sialan!” umpat Baskara kesal. Emosinya memuncak hingga ubun-ubun karena merasa gagal mengalahkan Ustaz Ramli. “Kejahatan pasti akan kalah karena ada Allah yang akan membantu,” ucap Ustaz Ramli tenang. “Jangan sebut-sebut nama Tuhan! Dia hanyalah sebuah nama tanpa kekuasaan.”Ustaz Ramli beristigfar lalu menggeleng. “Kalianlah yang harusnya sadar diri, derajatmu tidak lebih baik dari kamu.”“Banyak omong kamu!” Baskara kembali menyemburkan api ke arah Ustaz Ramli karena terlambat menghindar, lengan laki-laki itu terkena api. Beruntung, sebelum api membesar Ustaz Ramli mampu memadamkannya dengan ujung jarinya. Baskara tampak tersenyum puas karena bisa melukai lawannya. Namun, senyumnya sirna saat Ustaz Ramli be
“Ah, Sayang. Kamu benar-benar luar biasa.” Adisti melenguh puas setelah percintaannya dengan Abimanyu mencapai puncak. Suaminya mampu memuaskan dirinya yang selalu haus belaian.“Tentu saja. Aku bukan seperti manusia yang lemah, Sayang.” Abimanyu membelai pipi Adisti pelan. Rasanya ia selalu tidak puas bercinta dengan Adisti yang selalu liar dan menggairahkan saat bercinta.“Aku percaya,” bisik Adisti. Tangan kanannya membelai dada Abimanyu yang memiliki rambut lebat. Ia menyukai Abimanyu karena fisiknya yang nyaris sempurna dan permainan di ranjang yang menggairahkan. Seolah tidak memiliki lelah barang satu menit saja.Mereka kembali melakukan pergumulan dahsyat. Berkali-kali Abimanyu melenguh dan mendesah nikmat tanpa berpikir jika perbuatannya adalah salah.Tiba-tiba suara pintu rumah Adisti diketuk kencang. Suara Kartilan terdengar nyaring memanggil nama Adisti.Adisti dan Abimanyu menghentikan kegiatan mereka lalu saling berpandangan. Adisti bergerak cepat menghentikan pergumulan
2 hari kemudian.“Nduk, kamu sedang apa?” tanya Kartilan.“Lihatin bintang aja, Mbah. Biar gak lihat 'mereka' di depan sana yang selalu ganggu Adisti.” Adisti memberi isyarat melalui alisnya menunjuk salah satu pohon di depan rumahnya yang dihuni banyak makhluk tidak terlihat.Beberapa pocong, kuntilanak, dan genderuwo silih berganti menampakkan diri di depan Adisti sore tadi. Awalnya Adisti terkejut setengah mati saat melihat bagaimana rupa asli mereka. Namun, ia sadar, sampai kapan pun matanya tetap bisa melihat mereka, karena itulah ia memutuskan untuk menutup mata atau mengalihkan pandangan jika mereka datang. Beruntung makhluk tak terlihat itu hanya berdiri di bawah pohon, tidak ada yang mendekati rumah Adisti.“Jadi ‘mereka’ sudah mulai menanpakkan diri rupanya. Mbah bawa sesuatu untuk kamu, Nduk,” ucap Kartilan seraya mengeluarkan sebuah buku tua yang terlihat usang. Kertasnya berwarna coklat tua dengan tali penanda halaman berbentuk anyaman berwarna hitam.“Apa ini, Mbah?” tan
“Adisti!”Suara Kartilan memanggil namanya. Untuk apa malam-malam begini kakeknya datang? Batin Adisti heran. Ia menatap Abimanyu, tetapi tidak ada siapa pun di sana.Hilang!Abimanyu hilang!Laki-laki bertubuh tegap nan menawan itu hilang! Adisti menutup mulutnya dengan kedua tangan, ia terkejut setengah mati. Wanita itu memindai sekitar, tidak ada tanda-tanda ke mana perginya Abimanyu.“Kok bisa hilang?” gumam Adisti lirih.Jika Abimanyu manusia, tidak mungkin bisa menghilang dalam sekejap mata. Adisti yakin, Abimanyu bukanlah manusia.“Adisti!” suara Kartilan kembali terdengar.Gegas Adisti beranjak lalu membuka pintu. Detak jantungnya masih belum sepenuhnya normal. Kembali ia menatap kursi bekas Abimanyu duduk sebelum membuka pintu. Masih rapi seperti sebelumnya.Adisti menggeleng, mencoba menghilangkan bayang Abimanyu, kemudian barulah ia membuka pintu.“Ada apa, Mbah?” tanya Adisti heran saat Kartilan yang menatapnya tajam.“Siapa yang baru saja ke rumahmu?” tanya Kartilan to th