Share

KAMAR GEO ATAU CINDY?

Kamar Gemma terlihat bersih. Selama berada di dalamnya tak kulihat ada kejanggalan disana. Entah apa dia sudah menyembunyikan sesuatu selama tadi dia menyuruhku untuk menunggunya berganti baju atau tidak, aku pun kurang tau. 

 

Perbincanganku dengan Gemma juga cukup normal, layaknya pasangan kakak dan adik ipar yang baru saling akrab. Masih sedikit agak canggung, dan aku pikir itu biasa. 

 

"Ngomong-ngomong, Cindy biasanya pulang jam berapa, Gem?" tanyaku tiba-tiba.

 

"Kak Cindy ya kak?"

 

"Kak Cindy? Oooh kamu panggil Cindy kakak?" Aku sedikit heran. Kupikir Cindy itu adik paling kecil.

 

"Iya Kak, karena Kak Cindy umurnya lebih tua dari aku." 

 

"Oh gitu." Aku pun manggut-manggut. 

 

"Kerja dimana sih? Jam berapa biasanya dia pulang?" 

 

"Kak Cindy di perusahaan property Kak, dia sekretaris. Pulangnya nggak tentu sih. Tapi biasanya malem."

 

"Ooh gitu. Nggak bisa ketemu Cindy dong ya aku?" Kupasang muka pura-pura menyesal. "Eh ya, ngomong-ngomong kamar Cindy sebelah mana, Gem? Kalian nggak sekamar ya?"

 

"Nggak Kak. Tuh di sebelah kamar Gemma kamarnya Kak Cindy. Yang tadi kakak lewati sebelum kamarku."

 

"Pintunya yang warna merah itu tadi?"

 

"Iya, Kak."

 

"Boleh masuk kesana?"

 

Duh, kenapa aku ini, sampai segitunya rasa penasaranku pada orang bernama Cindy itu. Apa nggak terlalu mencurigakan ya kalau permintaanku se-ekstrim ini?

 

"Eeem Kak Alma mau ke kamar kak Cindy?" Gemma terlihat sedikit gugup.

 

"Iya. Boleh kan?" tanyaku memastikan.

 

"Eeeh, mmm ... boleh sih Kak, tapi ...." Gemma sepertinya kesulitan melanjutkan kalimatnya.

 

"Ada apa, Sayang?" Tiba-tiba mama mertua sudah muncul di depan pintu. 

 

"Ee, ini Ma, Kak Alma nya pengen ke kamar Kak Cindy katanya."

 

"Iya, boleh kan, Ma?" rajukku.

 

"Boleh Al, tapi Cindy biasa mengunci kamar kalau keluar. Jangankan kamu, mama sama Gemma aja jarang masuk ke kamar dia."

 

"Lhoh, kenapa memangnya kok harus dikunci, Ma?"

 

"Mama nggak tau juga sih. Memang begitu kebiasaan Cindy dari dulu."

 

"Ohh ... ya sudah nggak papa. Lagipula Alma cuma iseng kok pengen lihat kamar adek-adek seperti apa. Siapa tau nanti Alma bisa beliin barang-barang yang belum ada di kamar," ucapku basa-basi.

 

"Benar Kak Alma pengen beliin barang-barang buat kami?" Gemma yang mendengar kalimatku matanya langsung membulat kesenengan.

 

"Iya. Memangnya Gemma pengen apa?" 

 

"Gemma sebenarnya pengen ganti itu lho Kak. Ponsel apple keluaran terbaru," kata adik iparku itu malu-malu.

 

"Gemma, jangan gitu ah, malu sama Kak Alma." Ibu mertuaku mencoba melarang.

 

"Nggak papa, Ma. Memang pengennya Alma kok," kataku padanya. "Oke, Gem. Kalau gitu kapan-kapan yuk kita jalan, sekalian beli. Ajak Cindy juga, gimana?" tawarku.

 

"Mau Kak, mau," katanya antusias.

 

"Oke, nanti kamu bilangin Cindy sekalian ya? Jangan lupa kalau sudah tentukan harinya, kamu hubungi aku. Oya, berapa nomer ponsel kamu, Gem?"

 

Dan kami pun bertukar nomer ponsel.

 

 

Setelah cukup lama ngobrol panjang lebar dan tak menemukan bukti lain kecuali hanya kamar Cindy yang katanya selalu dikunci itu, akhirnya aku putuskan untuk pulang. 

 

 

***

 

 

Sore itu papa pulang dari kantor tidak bersama dengan Geo. Papa meminta Pak Parjo untuk menjemputnya dulu. 

 

"Kok sendirian Pa, Geo mana?" tanyaku keheranan.

 

"Suamimu masih di kantor, Al. Masih sama adiknya. Hari ini kan adiknya baru masuk kerja. Jadi banyak yang harus diajarkan Geo padanya."

 

"Cindy?" tanyaku memperjelas.

 

"Iya, Cindy. Hari ini dia resmi jadi sekretaris Geo."

 

"Apa? Sekretaris?" Mataku membelalak. Mendadak aku jadi sangat cemas. 

 

Waktu pertama kali papa mengusulkan Cindy untuk bekerja di kantor beberapa hari yang lalu, aku memang belum menemukan kejanggalan pada adik angkat suamiku itu. Tapi sekarang, setelah melihat ada banyak hal yang tak wajar, tak urung hatiku jadi tidak tenang juga. 

 

Dengan pikiran yang semrawut karena sampai jam 8 malam Geo belum juga muncul di rumah, akhirnya aku memutuskan untuk menemui Pak Parjo di ruang belakang. 

 

"Ada apa, Non?" tanya Pak Parjo nampak kaget.

 

"Pak, bisa tolong antarkan saya ke kantor?"

 

"Kantor? Kantornya bapak maksudnya, Non?"

 

"Iya." 

 

"Ada apa, Non? Kok malem-malem mau ke kantor?"

 

"Mau jemput suami saya, Pak," kataku asal.

 

"Pak Geo? Tapi, tadi Pak Geo sudah bawa mobil sendiri tuh, Non." 

 

"Nggak papa, Pak. Saya pengen ngasih kejutan buat dia." Aku bicara asal lagi. Pak Parjo nampak mengangguk mengerti.

 

"Oh ya, Non. Baik." 

 

Pak Parjo segera melangkah menuju garasi. Sementara aku kembali ke dalam rumah menuju kamarku di lantai atas. Mematut diriku di cermin sebentar dan berganti baju lebih rapi serta mengambil sling bag dan ponselku yang masih ada disana. 

 

Sebentar kemudian, aku sudah menuruni tangga menuju lantai bawah lagi, saat tiba-tiba kulihat Geo sudah ada di ruang tengah, duduk di sofa bersama papa dan mamaku masih dengan baju kerjanya.

 

"Al, mau kemana malam-malam gini?" tanya mama keheranan melihatku berbaju rapi dan membawa tas. Sejenak aku hanya bisa terpaku di tengah tangga.

 

"Eeee ... Alma mau .... itu Ma, janjian sama teman. Tapi ... nggak jadi deh, Geo sudah pulang," kataku terbata lalu segera bergegas kembali ke kamar. Duuh, gagal lagi rencanaku. Ternyata dia pulang lebih dulu.

 

 

***

 

 

"Kamu kenapa sih Al? Kok aneh gitu?" tanya Geo saat kami sudah berada di kamar dan dia bersiap akan mandi. 

 

"Aneh gimana?"

 

"Kamu mau kemana tadi kok malam-malam mau keluar?" Sepertinya dia mencurigai sesuatu yang kulakukan.

 

"Tadi kan udh aku bilang mau ketemu teman. Soalnya aku kira tadi kamu masih lama pulangnya."

 

"Jangan suka keluyuran malem ah. Nggak baik," ujarnya mengingatkan.

 

"Ngomong-ngomong Ge, aku tadi ke rumah mama lho." Sepertinya aku berhasil mengagetkannya.

 

"Mama?"

 

"Iya, Mama kamu."

 

"Oh ya? Ada apa, Al? Kok tiba-tiba kamu kesana?"

 

"Nggak papa, pengen lebih deket aja sama mertua dan adik-adik ipar," kataku.

 

"Wah, bagus dong, Al."

 

"Tapi sayang ..."

 

"Sayang kenapa?"

 

"Aku nggak bisa lihat kamar kamu."

 

"Kamu mau ke kamar aku? Kenapa memangnya? Kan kamar ini lebih bagus?"

 

"Kan nggak papa istri pengen lihat kamar suaminya yang dulu kayak apa. Ya kan, Ge?"

 

"Iya sih nggak papa. Lalu gimana?"

 

"Kamar kamu memangnya yang mana sih? Kok kata mama tadi dikunci. Kuncinya kamu bawa?"

 

"Masa'? Eh, oh iya bener. Kuncinya memang aku bawa sih. Lupa aku. Ya udah besok aku ke rumah mama. Biar bisa dibersihin kamarnya dulu. Siapa tau kapan-kapan kamu pengen kesana."

 

"Lagian kamu ngapain kunci kamar pakai dibawa-bawa? Aneh." Dahiku pura-pura mengernyit.

 

"Namanya juga lupa, Al."

 

"Ngomong-ngomong, memangnya kamar kamu yang mana sih? Banyak banget kamar di rumah kamu. Tadi aku cuma maen ke kamarnya Gemma."

 

"Itu ... di sebelahnya Gemma."

 

"Yang pintu merah itu kan?"

 

"Iya," jawab Geo pasti.

 

"Pintu merah sebelah kirinya kamar Gemma kan?" tanyaku lagi sampai lebih meyakinkan.

 

"Iya itu yang pintunya merah. Sebelah kamar Gemma."

 

"Yakin Ge?"

 

Geo nampak mengangguk pasti. 

 

"Bukannya itu kamar Cindy, Ge?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status