Asha kembali ke lantai lima setelah memastikan Rama dan Indira keluar dan meninggalkan CPM. Berbeda dari kondisi pagi tadi, kali ini saat dia menginjakkan kaki di lantai lima beberapa karyawan justru memperlihatkan rasa hormat padanya. Ada yang tersenyum saat berpapasan dengannya, ada juga yang menunduk sedikit sebelum memberikan jalan untuknya.Asha tidak bertanya meski ada rasa penasaran, setidaknya kali ini dia merasa lebih baik daripada pagi tadi.“Sha.” Asha menoleh pada Ranti yang menegurnya di depan pintu kantor Akash.“Tadi Pak Akash bilang kamu diminta nyusul ke kantin VIP,” ucap Ranti. Asha mengernyit–bingung.“Ada apa?” tanyanya kemudian.“Gak tahu, mungkin mau diajak
Akash kembali ke ruangannya setelah meminta Margaretha mengambil alih pertemuan pagi itu. Dia meminta Margaretha menindak tegas mereka semua tanpa terkecuali.Saat kembali ke ruangannya, dia melihat ada yang berbeda, Asha terlihat begitu pendiam. Akash mendekatinya, lalu menaruh ponsel milik Asha di atas meja dan membuat Asha mengulurkan tangan dan mengambil kembali ponselnya.Akash memiringkan wajahnya dan melihat wajah istrinya yang kelihatan murung itu.“Kenapa? Kok jutek gitu mukanya?” tanya Akash.“Gak papa, cuma lagi fokus ngerjain laporan,” jawab Asha tenang dengan mata masih tertuju pada laptop di hadapannya.Akash menatap lekat wajah teduh istrinya itu, entah sejak kapan ta
Pesan yang masuk ke hp Asha ternyata bukan hanya dari Adam, tapi juga dari beberapa orang lain. Dengan isi pesan beragam, sayangnya dari semua pesan itu tidak satupun yang bertanya apakah berita itu benar atau tidak, kebanyakan dari mereka hanya menghina dan bertanya hal-hal aneh yang membuat Asha hanya bisa menghela nafas.“Brengsek!” kesal Akash saat membaca semua pesan itu.Dilihatnya Asha yang hanya diam menatap langit-langit dan menghela nafas berat.“Gak usah dipikirkan, besok aku bereskan. Oke!” Asha hanya mengangguk.Melihat istrinya mulai berbaring di sofa, Asha mengambil ponsel dan menghubungi Margaretha, memintanya mengumpulkan semua staff yang telah menghubungi Asha lewat pesan singkat dan menyuruh mereka semua berkumpul di ruang HRD. Akash ingin bertemu langsung dengan mereka pukul 08.00 pagi.***Asha merasa ada yang berbeda di kantor hari itu. Banyak pasang mata yang melihatnya dan tatapan begitu tidak menyenangkan. Beberapa orang bahkan terlihat berbisik saat melihat A
Akash sampai di rumah sakit dan menemukan Asha berada di UGD. Rasa panik yang menyerang Akash berangsur mereda saat melihat Asha baik-baik saja. Perempuan itu tampak sedang menggendong seorang anak perempuan dengan rambut kepang dua yang tangannya terluka.Akash mendekat, membuat Asha menoleh padanya sedikit terperanjat.“Mas maaf aku gak langsung ke kantor, tadi…” Akash menggeleng, dia meminta Asha tidak melanjutkan penjelasannya. Melihat situasi di ruang UGD yang begitu berisik, Akash pikir ini bukan tempat yang tepat untuk bicara.“Anak siapa?” tanya Akash.“Aku gak tahu, itu ibu yang nemenin anak ini masih pingsan, tapi kata perawat tadi mereka sudah menemukan tanda pengenal sekaligus nomor telepon ayah anak ini, sudah dihubungi dan mungkin dalam perjalanan ke sini,” tukas Asha.Akash melirik sekilas ke si anak perempuan yang ternyata sedang tertidur.“Kenapa gak di taruh di brankar?” Asha menggeleng.“Tadi sudah ditidurin di brankar dia nangis histeris, maunya dipeluk. Dan gak ta
Setelah mengurai kesalahpahaman yang ada, Asha memutuskan untuk memberikan dirinya dan Akash kesempatan untuk menjalani hubungan dari awal. Apapun sebutan dari hubungan ini, sekarang dan nanti, setidaknya Asha tahu kalau dia tidak berjuang sendiri kali ini–Akash bersamanya.Asha kembali dengan kebiasaan sebelumnya. Menyiapkan semua kebutuhan Akash sebelum berangkat kerja, menyiapkan kopi yang diletakkan di atas nakas dalam kamar dan sesekali membuatkan sarapan sandwich bila diminta.Sementara Akash, mulai berusaha menerima semua perlakuan manis Asha dan menghilangkan rasa risih yang kadang hadir dalam dirinya.Beberapa kali Akash menawarkan Asha berangkat dan pulang bersama, tapi Asha menolak. Meskipun Akash sudah mengatakan tidak masalah kalau orang lain tahu hubungan mereka, tapi dia sendiri tidak yakin itu baik untuk Akash. Bagaimana orang lain akan berpikir tentang hubungan mereka?“Pulang bareng yuk Sha,” ucap Adam tiba-tiba saat menghampiri Asha yang memilih makan siang di salah
“Coba jelaskan.” Ujar Akash setelah keduanya duduk di sofa ruang kerja Akash. “Utang apa?”“Mahar, uang itu aku pakai untuk bayar utang ke keluarga Bapak, artinya sekarang aku punya utang ke Bapak.” Akash memijat pelipisnya, helaan nafas berat terdengar darinya.“Kamu tahu arti kata mahar gak Sha? Mahar itu pemberian dari seorang laki-laki untuk perempuan yang akan dinikahinya. Itu jadi hakmu setelah kita menikah, mau kamu apakan pun termasuk untuk bayar utang pun silahkan. Gak ada masalah buat aku, kenapa sekarang kamu anggap itu sebagai utang?” Suara Akash terdengar tenang, tidak ada amarah di sana, tapi terdengar seperti kecewa.“Aku tetap akan mengembalikannya saat aku siap, agar saat aku mengajukan khulu nanti aku gak punya beban apapun,”