Share

Bab 2 - Mencium Bibir Ayra

Aksa menyetir dengan kondisi kepala yang masih dipenuhi tanda tanya. Niat awalnya adalah memberi tahu gadis tadi agar tidak berlari-lari sempoyongan di jalan agar para pengendara tidak terganggu. Eh, tahu-tahu gadis asing itu malah ikutan naik ke mobilnya.

"Kamu mau saya antar ke mana?" tanya Aksa dengan suara serak-serak basahnya yang seksi.

Bukannya kalimat berupa jawaban yang Aksa dengar, tapi malah suara dengkuran halus yang asalnya dari jok penumpang. Hal itu membuat Aksa langsung menoleh. Seketika dahi pria berbibir seksi itu berkerut.

"Hei, kamu dengar pertanyaan saya, kan?" tanyanya yang masih membagi fokus kepada perempuan berambut pendek di sebelahnya dan juga jalanan malam di depan.

Ayra masih tidak menjawab. Matanya tertutup rapat.

Aksa mendecak pelan. Ia jadi bingung sendiri. Sebenarnya siapa perempuan berbadan pendek yang ada di sebelahnya ini? Lalu, sekarang ke mana tujuan Aksa? Ia tidak yakin akan membawa gadis manis ini pulang ke rumahnya.

Aksa memang tinggal sendirian di ibukota. Ia mengurus bisnis kulinernya di sini. Orang tua dan adik perempuannya tinggal di Bandung, kota kelahiran Aksa.

Dengan fakta bahwa Aksa tinggal sendirian, tampaknya agak berisiko jika ia membawa perempuan ini ke rumah. Bisa-bisa tetangga yang melihat akan berspekulasi dan mengira kalau Aksa melakukan hal macam-macam kepada Ayra.

Beberapa saat setelahnya, Aksa memberhentikan mobilnya di tepi jalan. Pria itu menaruh fokus kepada Ayra yang matanya masih tertutup rapat.

"Psst! Bangun, kamu mau diantar ke mana?" ujar Aksa dengan suara pelan.

Ayra masih tidak kunjung bangun. Sebenarnya Aksa bisa saja membangunkan Ayra dengan cara yang kasar agar perempuan itu segera bangun. Tapi hal itu urung dilakukan setelah Aksa melihat wajah Ayra yang tampak damai dalam tidurnya.

Aksa langsung membuang napas kasar. "Bodo amat lah, bawa aja ke rumah."

Pria tampan tersebut kembali melajukan mobil menuju kediamannya yang tidak begitu jauh dari sini.

Setelah sampai, Aksa menutupi tubuh dan wajah manis Ayra menggunakan jaket yang ia bawa. Aksa tidak mau ada orang yang melihatnya membawa seorang perempuan ke rumah, apalagi dengan kondisi yang tidak sadar begini.

Aksa menggendong tubuh mungil Ayra yang ditutupi jaket dengan sangat hati-hati. Ia membawa Ayra masuk ke kamarnya dan merebahkan tubuh kecil itu di kasur.

Aksa mengembuskan napas panjang. "Sebenarnya kamu ini siapa sih? Aneh banget," ujarnya pelan seraya mengamati wajah ayu Ayra.

Bulu mata yang panjang dan lentik, hidung kecil yang menggemaskan, rambut pendek yang panjangnya hanya sedikit melebihi telinga, ditambah dengan poni yang menutupi dahi. Ayra benar-benar menggemaskan layaknya anak kecil.

Pandangan Aksa berhenti di bibir kecil Ayra yang terlihat lembap dan berwarna sedikit kemerahan. Tiba-tiba saja degup jantungnya mulai berpacu keras. Jiwa naluriah laki-laki Aksa timbul. Bagaimana jika ia mencium Ayra sekarang? Mereka hanya berdua di sini, tidak ada yang bisa melihat.

"May I kiss you?" tanya Aksa pelan dengan suara rendahnya.

Secara perlahan, Aksa pun mendekati wajah Ayra yang masih terlelap. Aksa bisa mendengar dengkuran halus dari bibir mungil tersebut. Namun, saat jarak mereka berdua tersisa sepuluh sentimeter, kelopak mata Ayra langsung terbuka lebar.

Tanpa aba-aba, Ayra menjerit keras. Hal itu membuat Aksa kelimpungan.

"Sstt... jangan berisik, nanti orang-orang pada dengar," kalimatnya berusaha menenangkan Ayra.

"Kamu mau ngapain?!" tanya Ayra dengan mata memelotot. Ia sudah mengambil selimut dan menutupi tubuhnya yang memang masih mengenakan pakaian lengkap.

"Nggak mau nga--"

"Kalau nggak mau ngapa-ngapain kenapa tadi kayak gitu?! Kamu mau cium saya, kan?!"

"Eng--"

"Ngaku!"

Aksa sudah membuka mulut, tapi langsung ditutup lagi. Percuma juga ia bicara, pasti nanti ucapannya akan dipotong oleh Ayra sebelum selesai.

Ekspresi wajah Ayra langsung berubah. Bibirnya bergerak-gerak, begitu juga matanya yang mulai memerah. "Mama... Ayra takut...," rengeknya diiringi air mata yang jatuh.

"Eh, kamu... kamu tenang dulu, ya.... Kamu aman kok di sini. Saya nggak ngapa-ngapain kamu," ujar Aksa dengan suara selembut mungkin.

Aksa jadi bingung sendiri. Padahal hari ini kegiatannya aman-aman saja sejak tadi pagi. Tapi begitu ia bertemu dengan perempuan lucu di depannya, kenapa kepalanya malah terasa bagai benang kusut? Ya ampun, Aksa berharap agar tidak ada yang mendengar suara kecil Ayra.

"Serius kamu nggak mau ngapa-ngapain? Terus tadi mau ngapain dekat-dekat? Mau cium, kan?" tanya Ayra yang masih menangis.

Aksa menggeleng. "Saya nggak mau ngapa-ngapain kamu. Tadi saya lihat di rambut kamu ada semut, makanya saya dekatin buat ambil semutnya."

Bohong. Sebenarnya Aksa memang beniat untuk mencium bibir Ayra yang menggoda.

"Serius?" Ayra mengucek-ngucek mata.

"Serius, Ayra...."

"Kok kamu tahu nama aku?!" Intonasi Ayra lagi-lagi naik beberapa oktaf. Ia kembali mencurigai Aksa.

"Tadi kan kamu bilang sendiri. Masa udah lupa."

Mata Ayra berkedip-kedip cepat. "Emang iya?" tanyanya polos.

Mendapati hal tersebut, Aksa pun tertawa. Selain memiliki visual yang terlihat sangat menggemaskan seperti anak kecil, ternyata kelakuan Ayra juga sama menggemaskannya.

"Iya...," jawab Aksa pada akhirnya.

Ayra kembali berkedip-kedip polos. Ia mengintip pakaiannya. Masih sama seperti saat tadi ia kabur dari rumah Varo, menggunakan midi dress yang ritsletingnya susah ditutup dan juga kardigan panjang.

"Kenapa... aku di sini? Aku masih hidup, kan, belum meninggoy?" tanya Ayra lagi dengan suara kecilnya.

"Tadi kamu ketiduran di mobil saya. Saya udah bangunin kamu tapi kamu nggak bangun-bangun. Daripada bingung, ya saya bawa kamu ke rumah saya," jawab Aksa yang sekarang sudah duduk berlutut di samping ranjang tempat tidur.

"Ooh, gitu." Ayra sudah tenang. Ternyata pria di sebelahnya ini bukanlah sosok pria jahat seperti Varo. Bahkan pria ini yang sudah membantu Ayra kabur.

"Ya udah, sekarang kamu tidur, ya. Nanti besok biar saya antar kamu pulang ke rumah."

Ayra mengangguk. Ia membetulkan posisi tubuhnya agar lebih nyaman untuk tidur.

Baru saja Aksa mematikan lampu, Ayra kembali berteriak ketakutan. Lagi-lagi Aksa kelimpungan. Apa memang hobi Ayra adalah berteriak?

"Kenapa lagi?" tanya Aksa setelah menyalakan lampu.

"Jangan dimatiin, aku takut gelap!" seru Ayra.

"Oke, oke. Ya udah, sekarang kamu tidur, ya. Jangan berisik, nanti tetangga dengar nggak enak."

Aksa pun ke luar dari kamarnya. Baru saja pintu ditutup, ia malah teringat dengan satu hal. "Lho, kalau Ayra tidur di kamar gue, terus gue tidur di mana?"

Aksa langsung menyugar rambut. Ia pun beranjak ke dapur untuk minum. Berinteraksi dengan Ayra rupanya bisa sangat menguras emosi dan tenaga.

"Sebenarnya umur dia berapa sih? Gemas banget," gumam Aksa setelah meneguk segelas air putih.

Baru saja Aksa hendak ke kamar mandi untuk menyikat gigi dan cuci muka, terdengar suara bel yang ditekan dari luar. Pria berperawakan tinggi nan atletis itu pun berjalan ke pintu utama.

Saat pintu dibuka, Aksa pun mendapati tiga orang pria sedang berdiri di sana. Yang dua memakai pakaian serba hitam, sedangkan yang satu terlihat lebih santai menggunakan kaus putih dan celana jeans hitam.

"Cari siapa, ya?" tanya Aksa langsung.

"Ayra Salsabella. Dia di sini, kan?" tanya pria berkaus putih yang tak lain adalah Varo.

_***_

Umur Ayra berapa sih? Gemes banget. ^^

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status