Share

PERNIKAHAN SEHARI
PERNIKAHAN SEHARI
Penulis: Nona Petrichor

Bab 1 - Malam Pertama

“A-aku nggak bisa.”

“Kamu bisa, Ayra. Let's do it.”

Secara tergesa, Varo membuka setiap kancing kemeja putihnya. Kedua mata elangnya terus menatap Ayra dengan pandangan yang begitu lapar, juga nyalang.

Bukannya melakukan apa yang Varo minta, Ayra malah meringsut semakin ketakutan. Terlebih lagi saat ia melihat perut ber-ABS Varo, suaminya yang baru disahkan beberapa jam yang lalu. Ayra memang suka melihat pemandangan seperti itu di layar ponsel, tapi jika dilihat secara nyata begini, jatuhnya malah tampak menyeramkan.

“Kamu nunggu apa lagi, hm?” tanya Varo dengan embusan napas yang begitu memburu.

Ayra masih diam. Lidahnya terasa kelu. Nyalinya juga mendadak ciut. Ia sungguh belum siap jika harus bergulat di atas ranjang sekarang, apalagi dengan Varo yang badannya Ayra anggap terlalu kekar. Bagaimana kalau ternyata itu menyakitkan? Ayra kan masih ingin pergi ke kampus besok.

“Mau aku bukain?” tanya Varo lagi seraya mendekatkan posisi tubuh. Seringaian menyeramkan Varo terbit, membuat Ayra semakin meringsut ingin pulang. Serius, jika situasinya lebih baik, maka Ayra akan berteriak seraya berlari pontang-panting detik ini juga!

Varo mendekat, tetapi Ayra kian menjauh. Pria itu terkekeh melihat raut wajah menggemaskan Ayra. Bukannya berhenti mendekat lantaran istrinya yang ketakutan, Varo malah semakin mendekatkan posisi tubuh. Namun, hal itu kembali terulang. Varo mendekat dan Ayra memilih untuk menjauh hingga lengannya menyentuh bagian kepala ranjang.

Sial! Dengan posisi yang sekarang, tentu saja Ayra tak dapat berkutik. Perempuan berambut bob itu hanya menunduk layaknya orang bodoh. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya. Degup jantung pun berpacu cepat seakan sedang kasidahan.

“Ayra, I love you. I want you right now,” tukas Varo cepat, lalu secara tergesa membuka ritsleting bagian belakang midi dress milik sang istri.

Mendapati hal tersebut, Ayra segera membuang napas kasar, lantas berdiri. “Nggak usah mimpi deh!” teriaknya dengan suara yang sedikit bergetar. Ayra segera menampik tangan besar Varo yang semula ada di punggungnya.

Mendapatkan perlakuan yang tak pantas, Varo seketika termenung. Kedua matanya menatap Ayra dengan memelotot. Tak lama kemudian, pandangannya pun kembali berubah seperti sedia kala. Ayra tertawa merendahkan di dalam hati.

Sepersekian detik setelahnya, satu kekehan segera terlontar dari bibir seksi Varo, membuat bulu kuduk Ayra berdiri karena merasa ngeri. Suara tawa pria 30 tahun itu memang terdengar seperti tokoh antagonis yang sedang merasa puas setelah membunuh mangsa. Bagi Ayra yang usianya baru menginjak 20 tahun, jelas sekali jika itu menyeramkan.

“Jangan bercanda, Ayra. Ini sama sekali nggak lucu,” kalimat Varo santai.

Ayra masih berdiri di depan lelaki yang telah bertelanjang dada tersebut. Ia memberanikan diri untuk balik menatap sang suami. Bukan dengan sorot mata lembut, tapi malah tampak nyalang dan tidak memiliki rasa takut.

Ayra memang pura-pura tidak takut, padahal di dalam hati ia sudah komat-kamit memanjatkan doa agar nyawanya tidak melayang malam ini.

“Saya nggak bercanda, Pak. Saya mau pulang,” ujar Ayra yang matanya masih menatap tajam ke arah sang suami.

Dengan tergesa, perempuan berambut bob itu mengambil tas selempang yang di dalamnya telah terdapat beberapa benda penting. Tak lupa juga, ia menutup ritsleting gaun yang semula telah dibuka oleh pria menjijikkan yang baru menyandang gelar sebagai suaminya ini.

“Ayra, yang sopan dong sama suami sendiri. Apa maksud kamu?”

Ayra bisa tahu jika ada kemarahan pada intonasi suara Varo. Nadanya terdengar beberapa oktaf lebih tinggi dari semula.

“Saya mau pulang, Bapak Varo yang terhormat!” jawab Ayra hiperbolis dengan masih berusaha menutup kembali ritsleting baju.

Ah, ini sungguh hari yang gila. Ayra benar-benar ingin enyah dari tempat terkutuk ini. Tapi, ritsleting baju miliknya malah susah sekali untuk diajak bekerja sama.

Ayra ingat tadi Varo melepasnya dengan semudah membalikkan telapak tangan manusia. Namun, ketika hendak ditutup, rasanya kok seperti membalikkan telapak tangan gajah. Susah sekali.

Lagipula ini juga salah ibu Ayra yang memaksa sang putri menggunakan baju tersebut. Biasanya kan Ayra selalu memakai celana jeans dan baju atasan. Lah sekarang, malah disuruh pakai gaun. 

“Ayra, ini rumah kamu!”

“Ini rumah Bapak, bukan rumah saya.”

Baiklah, ritsleting gaun Ayra memang sudah tidak bisa diajak bekerja sama. Daripada lama, langsung saja perempuan yang baru menikah itu meraih kardigan panjang dari dalam lemari pakaian. Ia pun langsung mengenakannya agar dapat menutup bagian belakang tubuh yang ritsletingnya masih terbuka.

Ketika kaki Ayra telah melangkah mendekati daun pintu, Varo tiba-tiba langsung menarik tangan perempuan itu dengan kasar. Ia mencengkeramnya begitu kuat.

Seketika, Gerakan Ayra terhenti. Ia langsung membalikkan badan. Ditatapnya wajah bengis Varo dengan nyalang.

“Jangan macam-macam,” ucap Varo pelan, namun penuh penekanan di setiap suku katanya.

Apakah Ayra takut? Jawabannya adalah iya. Namun, di posisi yang sekarang, adalah hal yang mustahil jika perempuan manis itu lebih mementingkan perasaan takut tersebut. Ayra Salsabella memang mudah takut, tapi jika situasinya memang mengharuskan ia untuk berjuang, maka ia akan berjuang sekuat tenaga.

Lagipula, jika menyerah sekarang pun sudah tidak ada gunanya. Varo sudah marah, sebuah awal yang sangat buruk jika Ayra malah memilih untuk bersedia tidur seranjang dengannya.

Ayra menggelengkan kepala. “Saya nggak mau lakuin ini. Saya mau pulang, Pak. Sebelum semuanya terlambat dan malah jadi membesar.”

“Kita baru menikah tadi pagi, Bodoh! Dan sekarang, kamu mau berulah? Gimana jadinya kalau kita udah bertahun-tahun tinggal serumah?!”

Ayra tertawa hambar. "Maka dari itu saya mau pulang! Sebelum kita benar-benar tinggal serumah dan semuanya meninggoy jadi hancur lebur!"

Langsung saja pria tersebut menjerit dengan amat keras. Tangannya yang kekar segera mendorong tubuh mungil Ayra hingga menabrak dinding.

Praktis saja perempuan berambut bob itu mengaduh karenanya. Sungguh, jika saja tadi kepala Ayra yang membentur dinding, sudah dapat dipastikan jika tengkoraknya sudah remuk tanpa sisa.

“Jangan bikin aku marah, Ayra!” Jari telunjuk Varo telah dituding-tudingkan ke arah wajah Ayra yang masih meringis kesakitan. “Buka baju kamu! Cepat!” bentaknya lagi.

Ah, Varo memang sedikit gila. Apakah ia pikir ada manusia bodoh yang bisa merasakan nikmatnya memadu kasih dengan cara dipaksa? Ia manusia, kan? Hal tabu seperti itu juga merupakan sebagian kecil dari dunia bebasnya. Tidak mungkin jika pria tersebut tidak tahu.

Ayra masih memegangi lengan yang mungkin saja telah membiru. "Nggak!" jawabnya masih dengan menahan sakit.

“Sialan!” teriak Varo lagi. Tangannya pun dengan cepat menarik kardigan panjang yang semula telah melekat di tubuh mungil istrinya.

Ayra berusaha meronta sekuat tenaga. Tidak, lelaki bajingan seperti Varo tidak boleh menjamah satu inci pun bagian tubuhnya. Ayra terlalu mahal untuk pria murah seperti Varo.

“Pak Varo, lepas!” teriak Ayra lagi dengan berusaha lepas dari cengkeraman kasar sang suami.

Lengan yang semula sudah terasa nyeri akibat benturan, kini bertambah berkali-kali lipat nikmatnya dengan Varo yang mencengkeram sekuat tenaga.

Ayra yakin seratus persen, sudah tentu para tetangga dapat mendengar teriakan yang mereka berdua lontarkan secara bersahut-sahutan. Mungkin saja mereka akan bertanya-tanya mengenai hal ini. Pengantin baru yang seharusnya diisi dengan desahan dan belaian nikmat, malah kini hanya diisi dengan jeritan yang membuat pekak telinga yang mendengarnya.

Tidak ada pilihan lain untuk sekarang. Tangan kiri Ayra yang bebas segera meraba meja dan menemukan sebuah vas bunga dari sana. Langsung saja ia ambil benda tersebut. Dengan gerakan cepat, sekuat tenaga ia benturkan benda tersebut ke kepala Varo.

Seketika, pria dewasa tersebut pun menjerit penuh kemarahan seraya memegangi kepala yang terasa nyeri. Ayra bisa lihat jika terdapat secuil cairan merah kental di sana. Pria bengis tersebut terlihat mulai mengerjapkan-ngerjapkan kedua mata. Tubuhnya telah sempoyongan ke sana ke mari layaknya orang mabuk.

Ayra termenung. Vas bunga yang sedari tadi ia genggam pun terjatuh begitu saja. Benda tersebut pecah berkeping-keping di lantai, membuat ngilu telinga yang mendengarnya.

“Bajingan!” umpat Varo lagi dengan masih memegangi kepala.

Setiap inci bagian tubuh Ayra telah basah oleh keringat dingin. Semua bagiannya pun terasa gemetar, seiring dengan degup jantung yang seakan tengah bermain trampolin.

“Ma-maaf. Tapi saya pikir yang bajingan itu Bapak,” kalimat Ayra dengan suara yang semakin bergetar.

Dengan gerakan yang begitu tergesa, Ayra memutar kunci pintu dan segera membuka benda tersebut. Ia terlalu takut jika nantinya terjadi hal-hal di luar batas. Ayra memutuskan untuk segera mengunci Varo di dalam kamar. Ia membiarkan kuncinya tetap bergelantungan di pintu. Biarkan saja, barangkali nanti akan ada orang baik yang membantu mengeluarkan Varo dari sana.

Ayra pun berlari ke arah luar, meninggalkan pria bajingan itu beserta seruan-seruan yang terasa menusuk telinga. Ayra dapat dengan jelas mendengar daun pintu yang digedor-gedor dengan begitu keras.

Saat Ayra sedang berlari, tiba-tiba saja terdengar suara klakson mobil yang begitu keras dari belakang. Seketika Ayra terlonjak dan menoleh ke sana.

“Kalau mau lari-larian jangan di sini, ganggu pengendara,” ujar seorang lelaki dari dalam mobil tersebut.

Tanpa babibu, Ayra pun memasuki kendaraan beroda empat itu. Hal aneh tersebut langsung membuat lelaki tadi kaget setengah mati.

“Eh, kok malah masuk mobil saya? Mau ngapain?” tanya pria tersebut kebingungan.

Dengan napas yang masih tersengal, Ayra bicara, “Jalan sekarang sebelum saya meninggoy di sini.”

“Hah?”

“Jalan, Bego, jalan!”

Daripada bertanya-tanya lebih banyak, lelaki itu pun melajukan mobil sesuai permintaan perempuan manis yang kini sedang mengatur napas di sebelahnya.

Ayra pasrah. Detik ini juga, ia telah benar-benar secara resmi mengobarkan Perang Dunia dengan keluarga Varo dan juga keluarganya sendiri.

_***_

Jangan lupa follow IG-ku di @nonapetrichor ^^

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status