Share

Bab 3 - Mas Aksa, Tidur di Sini, ya

“Ayra Salsabella. Dia di sini, kan?”

“Di sini nggak ada yang namanya Ayra,” jawab Aksa dengan tenang.

Varo melipat tangan di depan dada. “Kamu nggak perlu bohong. Sekarang kamu pilih, serahkan Ayra secara baik-baik, atau body guard saya yang akan periksa sendiri ke dalam rumah kamu.”

“Sebelumnya saya mau tahu, Anda ini siapa?”

“Saya suaminya Ayra.”

Seketika, Aksa merasa jika ada sesuatu yang retak di dalam dadanya. Jadi Ayra, perempuan menggemaskan tadi sudah memiliki suami? Ia kira perempuan tersebut masih lajang.

“Di mana Ayra istri saya?” tanya Varo lagi saat lawan bicaranya tampak mematung. Ia menekan dua kata terakhir sebagai pengingat kalau saja Aksa tiba-tiba amnesia.

Aksa menelan saliva. “Di sini nggak ada yang namanya Ayra.”

Varo mengangguk beberapa kali dengan seringaiannya yang tampak licik. Hanya dengan tatapan mata, dua body guard Varo pun langsung berjalan memasuki rumah Aksa untuk mencari keberadaan Ayra.

Aksa yang mendapati hal itu hanya bisa diam dan mengamati pergerakan dua lelaki berpakaian serba hitam itu. Ia berusaha tetap tenang. Toh, ia juga sebelumnya memang tidak mengenal siapa Ayra. Ia juga tidak bisa memastikan jika perempuan manis itu adalah istri dari lelaki asing di depannya ini.

Dua kaki tangan Varo berpencar. Mereka membuka setiap pintu dan memasuki ruangan yang ada di dalam kediaman bernuansa minimalis tersebut. Saat salah satu body guard membuka pintu kamar Aksa, yang di dalamnya ada Ayra yang sedang tertidur pulas, Aksa hanya dapat menelan saliva. Jika memang ternyata Ayra tidak melawan saat hendak dibawa kabur, maka Aksa akan merelakannya. Tapi jika ternyata gadis manis nan menggemaskan itu menolak dibawa pergi, maka Aksa tidak akan segan-segan untuk bertarung di sini.

“Nggak ada, Bos,” ujar seorang body guard yang tadi baru selesai memeriksa kamar Aksa.

“Sama, Bos, nggak ada juga,” kalimat body guard yang satu lagi.

Ada perasaan lega yang menjalar begitu Aksa mendengar pernyataan tersebut. Mereka berdua tidak menemukan Ayra. Tapi, ke mana perempuan itu pergi?

“Udah cari ke semua ruangan?” tanya Varo bernada dingin.

“Udah, Bos. Semuanya kosong.”

Pandangan Varo beralih ke arah Aksa. Ia mengamati wajah pria tersebut, lalu berdecih pelan.

“Balik ke mobil,” titah Varo kepada dua pengawal pribadinya itu. Tanpa babibu, ketiga orang itu pun pergi meninggalkan kediaman Aksa tanpa diikuti sepatah kata penutup pun.

Aksa berdecih saat mobil Varo menjauh. Setelahnya, ia pun melangkah secara tergesa ke kamarnya, mencari keberadaan Ayra. Ketika ia sedang mencari di belakang pintu, telinganya mendengar suara isakan tangis perempuan. Hal itu membuat Aksa terkesiap.

“Ayra?” panggilnya seraya mendekat ke sumber suara.

Rupanya perempuan berambut pendek itu sedang bersembunyi di dalam keranjang baju yang berukuran besar. Aksa yang melihat itu pun segera mengeluarkan baju-baju yang Ayra gunakan untuk menutupi sekujur tubuhnya. Pria tampan tersebut membantu Ayra keluar dari sana.

Dengan suara isakan yang masih jelas, Ayra langsung menghambur ke dalam pelukan Aksa. Bahu perempuan itu naik turun karena isak tangis yang tidak kunjung berhenti. Aksa juga dapat merasakan tubuh mungil Ayra yang bergetar hebat.

“Aku takut…,” kalimat Ayra yang masih menenggelamkan wajah di dada bidang Aksa.

“Kamu aman sekarang. Nggak usah takut, ya,” bisik Aksa yang berusaha menenangkan perempuan yang identitasnya masih belum ia ketahui ini.

Aksa masih mengusap punggung Ayra dengan lembut. Ia membiarkan perempuan tersebut menumpahkan semua air matanya.

Setelah Ayra merasa lebih baik, ia pun melepaskan pelukannya. Bahu perempuan tersebut masih tampak naik turun karena isak tangis yang belum seratus persen hilang.

“Kamu mau minum? Saya ambilin minum dulu, ya,” kelakar Aksa kepada perempuan di depannya.

Ayra hanya mengangguk. Ia mengelap mata menggunakan punggung tangan.

Aksa pun beranjak ke dapur dan mengambilkan segelas air putih hangat. Ia memberikannya kepada Ayra yang langsung perempuan itu teguk hingga isinya tinggal separuh.

“Udah baikan?” tanya Aksa pelan di depan wajah Ayra yang masih terlihat pucat pasi.

Perempuan manis itu mengangguk. Perasaannya masih campur aduk tidak karuan. Ia kira dengan bersembunyi di rumah lelaki asing ini, dirinya sudah aman dari kejaran Varo. Nyatanya belum, sama sekali belum.

“Kita duduk di atas, ya. Jangan di lantai gini. Yuk.” Aksa menuntun Ayra agar perempuan berbadan mungil itu bangun dan duduk di kasur empuknya. Ia ingin bertanya perihal siapa lelaki asing tadi yang mencari Ayra, apakah benar jika itu merupakan suami Ayra atau hanya sekadar omong kosong? Tapi, hal itu Aksa urungkan. Kelihatannya kondisi Ayra masih belum begitu baik.

“Kamu orang baik, kan?” cicit Ayra seraya menatap Aksa dengan tatapan yang takut-takut.

Aksa tersenyum. “Kamu tenang aja. Saya baik kok,” jawabnya seakan ia sedang menjawab pertanyaan anak kecil.

Ayra menatap wajah Aksa dengan saksama. Mata yang terlihat cerah, hidung yang terlihat seperti perosotan di tempat bermainnya dulu, kemudian bibir yang terlihat basah dan amat seksi. Pria di depannya ini mempunyai rambut yang agak gondrong. Terlihat amat macho, ditambah jakun yang menyembul sempurna di lehernya. Pria itu tampan. Dia juga baik, sudah bersedia menyelamatkan Ayra dari kejaran Varo.

“Nama kamu siapa? Kenapa kamu mau nolongin aku?” tanya Ayra dengan tetap menjaga kontak mata. Ia ingin memastikan kalau Aksa ini adalah lelaki yang baik.

Pria itu mengulurkan tangan kanan. “Aksa Tanaka. Kamu bisa panggil saya Aksa.”

Ayra pun menyambut uluran tangan itu. “Ayra Salsabella,” cicitnya.

“Saya nggak tahu siapa sebenarnya kamu. Kamu lari-lari di jalan dan tanpa alasan yang jelas langsung naik mobil saya. Saya juga nggak tahu siapa orang tadi. Dia ngaku kalau dia suami kamu.” Aksa mengendikkan bahu. “Saya nggak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Saya di sini cuma mau melakukan apa yang bisa saya lakukan.”

Ayra menunduk. Air matanya kembali menetes. Namun, dengan cepat ia menghapusnya. “Makasih,” cicitnya pelan.

Aksa mengulas senyum tulus. Ia pun menepuk-nepuk puncak kepala Ayra. “Kalau gitu, sekarang lebih baik kamu tidur. Ini udah tengah malam, nggak baik nangis terus.”

Ayra mengangguk. Sebelum Aksa hendak melangkah ke luar, Ayra terlebih dulu menggenggam pergelangan tangan pria tersebut. Hal itu membuat langkah Aksa berhenti dan menoleh ke arah Ayra yang badannya sudah tenggelam di bawah selimut tebalnya.

“Jangan pergi,” rengek Ayra yang membuat dahi Aksa mengernyit. “Aku takut…. Kamu tidur di sini aja.” Baru saja Aksa hendak protes, Ayra sudah lebih dulu merengek, “Please…. Aku takut, Mas….”

Mas? Panggilan itu terasa menggelitik di perut Aksa.

“Mas Aksa, tidur di sini, ya…,” pinta Ayra lagi dengan tatapan memelas.

“Tapi kan kita beda gender, Ay. Kalau nanti ada sesua—”

“Aku percaya kalau Mas Aksa nggak akan apa-apain aku. Please, aku takut banget sampai mau meninggoy.”

Aksa pun menghela napas panjang, lalu mengangguk. Pria berusia 25 tahun itu memilih untuk tidur di sofa panjang yang biasa ia gunakan untuk membaca di samping ranjang tempat tidur. Ia berharap agar dirinya tetap bisa menjaga diri dan tidak melakukan hal-hal di luar batas terhadap perempuan yang kelakuannya amat meresahkan ini.

_***_

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status