Arsya memejamkan matanya dikasur kamarnya. Beberapa menit yang lalu ada dokter datang memeriksa dirinya, dan mengatakan kalau beberapa jam kedepan demamnya akak turun. Saat ini Reta mengelus rambutnya, entah mengapa Arsya tak bisa tidur. Matanya memang terpejam namun pikirannya berkelana ke mana-mana.
Bahkan dirinya sudah menelan beberapa obat-obatan namun tak kunjung membuat dirinya tertidur. Biasanya ia akan cepat tertidur ketika merasakan elusan dari tangan Reta ditangannya.
Tak lama pintu terbuka, masuklah Zeta dengan nafas memburu menghampiri Reta yang tengah duduk. Sepertinya perempuan itu berlari menuju kesini.
"Arsya gimana Bun?" tanya Sera dengan suara pelan.
"Masih demam," jawab Reta lesu lalu dirinya berdiri.
"Kamu jagain Arsya yah. Bunda mau keluar nemuin kakek Arsya," ucap Reta, Sera mengangguk saja. Setelah kepergian Reta, Sera duduk di
Diruang keluarga mansion Louwen terdapat Rama, Citra dan juga Liora. Setelah kejadian tadi dengan Sera Rama memutuskan untuk langsung pulang karena tak fokus bekerja. Sekarang Rama tengah menceritakan kejadian tadi kepada istrinya dan juga Liora.Semenjak Liora pindah kesini ia dan istrinya semakin dekat dengan anak itu. Menurut mereka Liora orangnya penurut dan mereka suka. Liora duduk disebelah Citra sembari memakan camilan yang Citra buatkan, seperti seorang ratu dia sekarang."Sera ngak bersyukur, padahal dia udah dikasih kenikmatan seperti ini." Liora berujar dengan nada polosnya."Sekarang dia semakin membantah," ujar Rama tak habis pikir.Citra mengelus bahu suaminya, "Sabar aja, Sera pasti lagi capek.""Bukan satu kali atau dua kali, sering sekali pekerjaannya Arsya yang mengambil alih. Bisa saja sewaktu-waktu Arsya menyabotase pekerjaan Sera!" uja
Keesokan harinya....Kini Arsya dan Sera berada di taman, beberapa menit yang lalu mereka sehabis meeting dengan beberapa kliennya. Aslinya itu klien Arsya, namun Sera ingin ikut dengan lelaki itu. Sekarang mereka duduk, Arsya melonggarkan satu kancing kemejanya. Sedangkan Sera membawa jas Arsya yang lelaki itu lepaskan tadi."Mengapa orang yang selalu memberikan kita infomrmasi tiba-tiba menghilang?" tanya Sera, memang benar! Selama beberapa hari terakhir mereka tak dapat informasi tentang keluarga mereka dari orang itu."Mungkin dia membiarkan kita beristirahat sejenak," jawab Arsya. Lelaki itu juga tak tau mengapa tak ada petunjuk yang mereka dapat lagi."Kemarin papa memarahiku, dia tak membolehkan pekerjaanku kau ambil alih," ujar Sera.Arsya menoleh, "Mengapa?" tanyanya.Lantas Sera menceritakan pertemuannya dengan Ra
Arsya dan Sera masuk kedalam dengan langkah pasti. Seketika bau harum yang sulit digambarkan masuk kedalam indra penciuman mereka. Mereka berjalan di belakang Rian, mansion ini sangat besar dan juga terdapat beberapa kepala tengkorak yang menempel didinding. Bulu kuduk mereka merinding, suasana gelap hanya ada penerangan dari lampu berwarna kuning dan merah."Jangan mengajak kami jalan terus menerus! Istriku kecapean!" ujar Arsya setengah sebal.Rian berhenti dan berbalik badan lalu dia tertawa kecil, "Baiklah, sekarang ikuti saya," ujarnya lalu berjalan kesampean dan menekan tombol yang tertempel didinding.Seketika tembok itu bergeser menjadi dua bagian, terpampang lah ruangan didalam sana. Langsung saja mereka masuk kedalam dan tembok itu tertutup kembali. Arsya mengamati ruangan ini, terdapat meja panjang lengkap dengan kursinya. Arsya menarik salah satu kursi dan menyuruhnya Sera untuk duduk. Lalu
Sera dan Arsya berada di rooftop kantor. Mereka melihat gedung-gedung tinggi yang berjejer dengan rapi. Cuacanya agak mendung namun anginnya tetap kencang hingga membuat rambut Sera berantakan. Mereka duduk di salah satu bangku yang ada disana. Tenang saja, mereka tak berada di pinggir."Disini sejuk sekali," celetuk Sera."Bagimana kalau kita turun? Sepertinya akan turun hujan," usul Arsya. Mereka berada disini sejak setengah jam yang lalu."Sebentar saja," ucap Sera. Disini terlalu menyenangkan dan menenangkan jadi ia sangat betah jika harus berlama-lama disini.Tiba-tiba saja Citra dan Rama datang dan membuat Sera dan Arsya langsung berdiri. Sera menatap mamanya, apa yang membuat mamanya berada disini dan sepertinya mamanya tengah marah sekarang namun sebab apa?."Ada apa ma?" tanya Sera mencoba bersikap tenang."Apa mam
Dihutan belakang mansion terdapat Rian dan Hesa yang tengah bertengkar, Arsya dan Sera tetap melihatnya dari balik pohon. Mereka bingung apa yang sebenarnya kedua orang itu perdebatkan. Rian dan Hesa saling pukul hingga menimbulkan suara nyaring."Ada sebenarnya?" tanya Sera, dan mengapa mereka bisa berada disini."Lebih baik kita kesana," ucap Arsya ingin berjalan kedepan namun tangannya ditarik oleh Sera."Bahaya Arsya!" peringat Sera."Ngak apa-apa," ucap Arsya lalu pergi berjalan kedepan.Sera membuang nafas sebal, tak urung dirinya juga mengikuti Arsya dari belakang. Seketika dua orang yang bertengkar tadi berhenti dan melihat kearah Arsya. Sedangkan yang dilihat hanya diam sembari bersedekap dada, bahkan ia juga merangkul pundak Sera."Mengapa kalian bertengkar disini?" tanya Arsya dengan nada santai.&nb
Rian melihat Liora berada didalam pabrik tua itu, yang lebih parahnya lagi Liora tengah berciuman dengan seorang lelaki dengan posisi yang lumayan panas. Rian menyeringai, ternyata begini kelakuan Liora yang tak diketahui oleh keluarga Louwen."Ternyata Sera benar, kau wanita kotor Liora!" ucap Rian penuh penekanan."Tutup mulutmu sialan!" Liora berdiri dan menatap pria yang sudah berumur 30 tahun itu."Wow! Mengapa berhenti? Lanjutkan saja." Rian tertawa kecil melihat tingkah anak muda dihadapannya ini.Sekarang wajah Liora terlihat marah, juga seorang lelaki yang bersamanya disini tadi. Liora tak menyangka jika Rian akan datang kesini. Tentu saja Liora tau siapa Rian sebenarnya, jadi kedatangan lelaki itu membuat dirinya sedikit takut. Apalagi melihat wajah Rian yang seolah-olah tengah mengejeknya membuat dirinya geram."Pergi dari sini!" ucap lela
Mobil yang Arsya dan Sera tumpangi berhenti tepat di pekarangan rumah sakit. Arsya mengenyritkan alisnya bingung, mengapa Rian mengajaknya pergi kesini. Lantas mereka keluar dengan menggunakan masker. Arsya mengikuti Rian yang mulai masuk kedalam rumah sakit.Arsya hanya diam, ia ingin bertanya mengapa mereka kesini namun ragu. Lebih baik ia memendam pertanyaannya saja, Arsya berhenti dikarenakan Rian berhenti berjalan. Kini posisi mereka berada didepan pintu berwarna hitam. Dapat Arsya lihat jika Rian ragu-ragu ingin membuka pintu."Lebih baik kita pulang saja," usul Arsya.Rian menatap keponakannya itu, "Lebih baik masuk, katanya mau bertemu dengan istri saya?"Rian membuka pintu, lalu masuk kedalam. Dapat Arsya lihat jika ada seorang perempuan yang terbaring lemah diranjang rumah sakit dengan berbagai alat-alat yang menempel di tubuhnya. Arsya berjalan mendekat dan melihat wajah
Sera terbangun dari tidurnya, perempuan itu menggeliat kecil dan menoleh kesamping. Dimana Arsya? Mengapa kasurnya kosong?. Sera turun dan merapikan selimutnya, lalu dirinya membuka korden. Seketika cahaya matahari masuk kedalam membuat Sera menyipitkan matanya."Arsya?" panggil Sera, perempuan itu melihat ke sekeliling namun tak menemukan tanda-tanda keberadaan Arsya.Sedangkan kini Arsya berada dibalik tembok, ia mengendap-endap berjalan kearah Sera dan langsung menutup mata perempuan itu. Sera mencoba melepaskan tangan kekar yang saat ini menutup matanya."Arsya lepasin," ucap Sera sebal.Arsya melepaskan tangannya dan mencium pipi Sera dengan gerakan cepat membuat perempuan itu menggeruru sebal. Namun dengan cepat, Arsya mencubit pipi Sera dengan gemas. Arsya sudah mandi, kini giliran Sera yang mandi. Sekarang lelaki itu berdiri di depan kaca dengan membawa secangkir teh hangat,