Arsya sudah berada di apartemen bersama dengan Sera, mereka berdua berada di atas kasur dengan posisi bersender. Mereka berdiam diri berusaha menikmati dan menerima apapun yang baru saja terjadi. Sulit untuk dimengerti namun otak mereka dipaksa bekerja terlalu keras, mental di tekan untuk berlindung diri.
Apa yang harus mereka lakukan nanti? Cepat atau lambat mereka hanya akan berdua saja sebab tak ada orang lain yang bisa dipercaya. Dunia ini penuh tipu daya yang sangat pandai dalam bersandiwara, semua seolah baik-baik saja ketika kita terluka dan sendiri. Sera dan Arsya lelah dengan semua ini, pikiran dan batinnya.
"Andai aku bisa memilih, aku pasti memilih lahir dalam keluarga sederhana dan penuh ketenangan," ujar Sera dengan sorot mata ke depan.
"Kita mempunyai keinginan yang sama tapi takdir tak mendukungnya, semua yang kita takutkan terjadi. Semua orang perlahan-lahan pergi tanpa bisa kita kejar," sahut
Sera dan Arsya berada di dalam kediaman Giory, mereka melakukan makan malam bersama setelah kematian Wisnu dan istrinya. Rasanya sangat berbeda dari biasanya, namun hidup ini terus berjalan dan mereka tak boleh terus menerus bersedih. Arsya tak nafsu makan, namun ia mencoba untuk menelan makanan ini.Suasana hening menyelimuti, teringat kejadian di mana mayat Wisnu di bawa ke rumah duka. Harus bentrok dengan para wartawan yang ingin mencari informasi. Ini semua sulit di terima, namun takdir Tuhan tak ada yang tau dan tak ada yang bisa menghindarinya. Sera sendiri paham dengan keadaan Arsya dan ia memilih untuk diam."Kalian akan tinggal di sini untuk sementara waktu' kan?" tanya Reta.Arsya dan Sera sama-sama mengangguk. "Iya, soalnya Abimanyu udah kuasai area dekat apartemenku," jelas Arsya."Bukankah bodyguard tak akan membiarkan orang-orang itu masuk ke dalam apartemen?" ta
Arsya dan Sera berada di dalam markas Black Rose sejak pukul 8 pagi tadi, bersama dengan anggota ini mereka membicarakan hal yang sangat penting. Di sini juga ada Rian, Sera duduk di sebelah Arsya. Ruangan ini cukup gelap, hanya ada penerangan dari obor yang ada di setiap sudut ruangan.Tenang saja, di sini tidak terlalu panas, udaranya biasa-biasa saja. Mereka semua membicarakan tentang Black Rose yang akan lebih dikembangkan lagi sedemikian rupa, tanpa takut dengan siapa pun. Juga negara ini tak mempersalahkan adanya organisasi gelap seperti mafia contohnya."Pengiriman senjata di bagian barat sudah kami laksanakan walapun harus sembunyi dari pihak keamanan di negara itu.""Bagus! Dengan begitu kita mengirim barang-barang di berbagai belahan bumi," ujar Rian."Penyelundupan yang kalian lakukan satu bulan yang lalu aman?" tanya Arsya."Ada sedikit kendala, namu
Rian berjalan tergesa-gesa masuk ke dalam ruangan lift, ia berada di dalam kantor milik Alif. Baru saja ia mendapatkan kabar bahwa Arsya dan Sera menghilang dari jangkauan dan tak ada yang tau keberadaan mereka. Alhasil ia memutuskan untuk datang menemui Alif di sini.Sial! lift ini lama sekali sampainya, apalagi ruangan Alif berada di lantai paling atas. Berkali-kali ia melihat jam tangan miliknya, tak lama kemudian lift berbunyi. Dengan segera ia keluar, ia berlari menyusuri lorong demi lorong. Sampai akhirnya ia sudah menemukan keberadaan ruangan Alif.Ia membuka pintu dan melihat Alif yang duduk di kursi kerjanya. "Apa kau tau keberadaan yang Arsya dan Sera?" tanya Rian.Alif berdiri dan menghampiri adik iparnya itu. "Bukankah dia bersama denganmu?" tanya Alif dengan raut wajah bingung sekaligus heran."Kita memang baru saja bertemu, tapi sewaktu saya melihat keberadaan dia lewa
Masih di tempat yang sama Arsya di hajar habis-habisan oleh Abimanyu dan juga Hesa. Wajahnya babak belur sekarang, dan mereka meninggalkan ia dan Sera di sini. Arsya meringis saat merasakan sakit pada bagian wajahnya, sekarang ia masih diikat di kursi.Sedangkan Sera menangis melihat kondisi Arsya yang seperti ini, waktu Arsya dipukuli ia hanya bisa diam menyaksikan tanpa bisa berbuat apa-apa. Namun Arsya kuat, dia tak mau menunjukkan rasa sakit di hadiah dirinya. Ia mencoba melepaskan ikatan ini namun tetap saja tak bisa."Diam di situ, aku yang akan melepaskan ikatan itu pada tanganmu," ujar Arsya. Ia pun menggerakkan kursinya mendekat ke arah Sera."Hati-hati," pesan Sera ia mencoba memposisikan dirinya agar bisa membelakangi Arsya.Sedikit lagi Arsya bisa berada di belakang Sera, dan akhirnya setelah perjuangan penuh akhirnya ia bisa berada di belakang kursi Sera. Dirinya
Sera berlari sekuat tenaga kabur dari tempat yang entah apa namanya ini, Arsya masih di tempat tadi melawan Hesa dan ia berhasil kabur. Namun ia seperti berputar-putar di dalam sini, ia sama sekali tak menemukan pintu keluar. Ini seperti bangunan besar terbengkalai, ia tak tau harus lewat mana lagi.Ia lelah karena terus-terusan berlari, banyak sekali lorong-lorong yang ia lewati. Bahkan sekarang ia tak tau harus lewat mana lagi untuk kembali menyusul Arsya. Penderitaan ini bertambah berkali-kali lipat, apalagi di dalam sini tak terlalu terang. Siapapun tolong ia sekarang."Kau tak akan bisa kabur dari sini, Sera!"Sera menoleh ke belakang. "Mama?" gumam Sera saat mengetahui siapa yang baru saja berbicara itu."Saya bukan mamamu lagi!" gertak Citra.Sera terperanjat kaget. "Mama jahat sama Sera, Sera salah apa sama mama?" tanyanya dengan suara parau. Bahka
Di tempat lain Arsya kewalahan melawan bawahan Hesa, ia seorang diri dan dirinya cukup khawatir dengan keadaan di luar sana. 5 orang sudah berhasil ia lumpuhkan, namun semakin banyak orang berpakaian serba hitam datang dari luar. Wajahnya kini babak belur, setelah memastikan mereka semua tumbang ia segera melawan Hesa.BughBughBughTerdengar suara adu pukul antara dirinya dengan Hesa, ia akui tenaga Hesa sama-sama kuat. Ia mendorong Hesa hingga membentur dinding, ia segera keluar dari sini. Ia terus berlari mengitari bangunan ini. Banyak tiang besar yang menjulang tinggi, dan ia bingung harus lewat mana lagi."KAU TAK BISA LARI DARI SINI, ARSYA!" teriak Hesa dari belakang.Arsya menoleh ke belakang. "Tak puaskah kau sudah membunuh kakek dan nenek saya?" tanya Arsya tanpa ekspresi."Mereka pantas mati! Asal kau ta
Masih di tempat yang sama, Sera mulai mendengar batin Arsya walapun samar-samar. Ini pertanda bahwa Arsya ada di dekat sini, ia melihat situasi ke segala arah. Sepi, sebab ia baru saja kabur dari Liora dan Citra. Walapun ia harus adu fisik dengan mereka berdua, untung saja ia bisa Karate alhasil mereka kalah dan tumbang."Arsya, aku ada di sini. Di sebelah ku ada 2 tiang besar banget, ada sofa yang udah lapuk," batin Sera berharap Arsya mendengarnya."Sera, kamu dengar aku?"Senyum Sera mengembang saat mendengar batin Arsya. "Cepat ke sini, aku takut," batin Sera."Kamu tunggu sebentar, aku akan segera ke sana."Sera memilih untuk bersembunyi di belakang sofa itu, ia duduk berjongkok dengan memeluk kedua lututnya. Yang lebih mengejutkannya lagi, ia mendengar suara tembakan. Sekuat tenaga ia menutup telinganya berharap suara itu berhenti, namun nihil suara tembak
Di sebuah ruangan rumah sakit tampak seorang perempuan terbaring lemah di sana, terdapat seorang laki-laki yang duduk di sebelah perempuan itu terbaring. Perempuan itu bernama Sera, setelah kejadian kemarin Sera langsung dilarikan ke rumah sakit. Sampai pada akhirnya laki-laki itu terkejut melihat pergerakan tangan Sera.Sementara Sera mengerjapkan matanya perlatan, mata sayunya melihat ke segala arah. Ia melihat seorang laki-laki berdiri di sebelahnya, tapi dia bukan Arsya. Dia laki-laki yang menyelematkan dirinya dan Arsya dari ledakan di rumah itu. Ia mencoba untuk duduk, ia bersender di sisi ranjang dibantu oleh laki-laki itu."Di mana Arsya?" tanya Sera dengan suara pelan, sebab tenggorokannya terasa sakit."Dia baik-baik saja, bagaimana keadaanmu?""Aku baik-baik saja, siapa namamu?" tanya Sera kemudian."Ragil, kau pasti mengenalku bukan? Aku dulu p