"Nih, minum dulu Bas?" Aksel memberikan sekaleng heineken dingin untuk Basti.
Kini mereka duduk di sofa ruang Tv, untuk membicarakan penyelidikan yang dilakukan Aksel hari ini.
"Gue udah sewa detektif swasta untuk menyelidiki kasus lo sama Raline. Dan gue udah buat perjanjian di atas materai sama dia untuk nggak menyebarluaskan kasus ini ke media," terang Aksel. Dia menyulut sebatang rokok dan menghisapnya santai. Sama halnya seperti yang dilakukan Basti.
"Penyelidikan hari ini, dia udah dapetin hasil copian rekaman cctv di setiap sudut hotel di hari kejadian. Dia bilang, awalnya sih nggak ada hal-hal yang mencurigakan. Semua terlihat normal dalam rekaman itu. Sampai akhirnya, dia menemukan kejanggalan waktu dan tempat dari beberapa rekaman
Entah harus bahagia atau sedih, Raline sungguh bingung dengan perasaannya malam ini, setelah dia mendengar pengakuan Helen di depan Mira dan Ibnu tadi. * "Saya sangat menyesal telah memperlakukan Raline dan keluarga Bapak Ibnu dengan perlakuan buruk selama ini. Saya ini pernah memiliki pengalaman buruk terhadap seorang wanita yang dulu pernah menghancurkan rumah tangga saya sampai akhirnya suami saya harus masuk penjara. Dan sekarang, apa yang menimpa Basti sama persis dengan tragedi yang dulu pernah menimpa suami saya. Dulu, saya lebih memilih percaya dengan wanita itu daripada suami saya sendiri hingga setelahnya saya justru menyesal. Itulah sebabnya, kini saya lebih memilih untuk percaya pada Basti, anak saya, daripada percaya pada Raline. Saya takut Raline itu tak jauh berbeda
Keesokan paginya, Raline baru saja selesai mandi. Dia keluar dari kamar setelah rapi dengan setelan seragam kerjanya. Hari ini, Raline masuk shift pagi. Semalam dia sudah menelefon Mak Lia, Spv nya di GHI mengenai statusnya sekarang, apakah Raline masih di perbolehkan untuk bekerja atau tidak, setelah insiden malam itu. Saat dirinya ditarik paksa oleh Basti untuk pergi meninggalkan salon padahal dia masih dalam posisi bekerja. Raline takut jika ternyata dia sudah tidak diperbolehkan untuk bekerja lagi alias di pecat. Tapi, setelah mendengar penjelasan Mak Lia di telepon Raline merasa sangat lega, karena dia masih di beri kesempatan untuk bekerja di salon itu. Langkah Raline ki
Dunia Jonas berguncang dan runtuh. Jonas linglung. Dia kehilangan pijakannya untuk berdiri. Hatinya sakit bak di rajam belati. Dadanya sesak seperti menghirup penuh gas beracun yang membuatnya bahkan ingin mati. Helen begitu tega mengkhianatinya. Dia main gila di belakang Jonas dengan Aldri, adik angkat Jonas sendiri. Bahkan tak tanggung-tanggung, pengkhianatan itu terus berlanjut sampai Helen hamil untuk yang ke dua kalinya, saat usia Basti menginjak lima tahun. Padahal, Jonas sudah berusaha untuk bungkam dan diam. Dia rela dikhianati asal Helen bahagia. Di
"Mas? Mas Jonas?" Helen mengguncang bahu suaminya tiga kali. Sepertinya, Jonas mulai melamun lagi. Dan Helen sudah tidak aneh lagi, dengan kebiasaan Jonas yang satu itu. Melamun tanpa sebab yang jelas. Dan jika ditanya ada apa, suaminya itu hanya menjawab dengan beberapa kali gelengan kepala. "Mas? Kenapa sih? Kok diem aja? Apa karena kamu habis melihat video Basti dan Raline tadi?" tanya Helen. Dia menyandarkan pinggulnya di meja. Di samping Jonas. Jonas tersenyum tipis. Dia mendongak dan menatap wajah Helen. "Aku malu, Len," ucapnya dengan suara yang sangat pelan. "Malu kenapa Mas?" tanya Helen tak mengerti. Dia bisa melihat raut cemas di wajah Jonas yang terlihat mulai keriput, tapi bagi Helen dia tetap tampan. "Nggak lama lagi aku bebas dan sampai saat ini aku masih merasa belum siap bertemu dengan anak-anak kita. Basti dan Bayu. Aku takut mereka m
"First mark," teriak Keanu. Begitu mendengar aba-aba ini, clapper segera memasang slate di depan kamera. Cameraman memandu clapper agar slate terlihat jelas di kamera. "Roll camera," teriak Fadli memberi pertanda agar kamera sudah dalam keadaan stand by on. Cameraman menyalakan kamera dan berseru, "Rolling," "Roll audio," sambung Keanu lagi. Audioman yang bernama Bagas, memberi aba-aba, pada Clapper, "Speed," Clapper pun menyahut dengan membacakan scene number yang akan mereka shoot, yang di sambut kata 'mark it', dari Cameraman.
"Good night, my honey..." Basti tersenyum di depan layar ponselnya yang dia hadapkan ke arah wajahnya. Raline yang terbangun karena mendengar dering ponselnya berbunyi, jadi mengucek-ngucek matanya sebelum akhirnya dia beralih pada layar ponselnya. "Jam berapa sih?" ucap Raline masih setengah sadar. "Di sini jam setengah satu malam," ucap Basti. "Ya ampun, video call tengah malem sih, kamu nggak tidur?" Raline sudah mulai menangkap jelas gambar suaminya di layar ponsel. Dan matanya jadi terbelalak lebar saat melihat Basti yang sedang merendam tubuhnya di dalam bath tub. "Ya ampun, Bas? Kamu lagi mandi? Malem-malem begini?"
"Kalau nggak mau sakit, ya jangan nikah sama seleb. Resikonya bisa makan hati setiap hari, setiap detik malah," Suara itu jelas mengagetkan Raline yang kini tengah duduk di bangku rotan di tepi kolam renang. Suara Bayu. "Nih, minum dulu biar bisa lebih rileks," Bayu menawarkan satu gelas coklat hangat yang sengaja di buat sendiri olehnya untuk Raline. Raline menerimanya dengan senang hati. Bayu masih ingat minuman kesukaan Raline. Yaitu, segala macam minuman yang berbau coklat. Apalagi itu coklat murni. "Makasih ya,"
Penthouse International Club. Sebuah club malam yang terletak di pusat Jakarta, yang menawarkan semarak dunia malam yang penuh hingar bingar. Kepiawaian para DJ seksi dalam menciptakan music dengan kualitas audio terbaik, para penari latar yang berbusana minim, serta lantai dansa yang sangat luas, cukup menawarkan sensasi dunia malam nan erotis, yang tak akan terlupakan bagi para pengunjungnya yang kebanyakan berasal dari kaum remaja dan dewasa. Seorang laki-laki berkemeja hitam dengan bagian lengan kemeja yang tergulung sampai siku dan beberapa kancing bagian atasnya yang sengaja dia lepas, hingga memperlihatkan sebagian dada kekarnya yang mulus, terlihat sangat menikmati suasana sekitar. Sampai detik ini kesadarannya masih penuh, karena dia baru menghabiskan satu botol minuman ke