Setelah seharian berkeliling taman bermain bersama Kai Yuta, Maeera pulang ke mansion saat malam sudah mulai tiba. Berjalan mengendap-endap, gadis manis itu kembali ke kamarnya berharap suami palsunya, Gin Yuta, belum pulang dari kerja. Pelan-pelan .... ia buka pintu kamarnya .... "Kau dari mana saja?" suara besar dari belakang pintu itu mengejutkannya.Ternyata, suami palsunya, Gin Yuta, sudah berdiri mematung di belakang pintu kamarnya. Sepertinya ia sengaja menunggu kedatangan Maeera. Maeera berjingkat, ia terkejut mendengar suara suaminya. Untungnya ia telah menyiapkan sederet alasan untuk mengelabuinya. "A-ak-ku dari bawah, berjalan-jalan di taman mencari udara segar," kilah Maeera. "Tenang saja, aku memakai masker, jadi tak ada yang mengenaliku," jawab Maeera senatural mungkin untuk menutupi kegugupannya. Gin terdiam mendengar jawaban Maeera, begitu pula Maeera. Dia diam membisu menunggu umpan balik dari suaminya. Dadanya berdegup kencang, ia takut jika Gin mengetahu
Maeera terdiam melihat amarah suami palsunya, Gin Yuta. Baru kali ini ia melihat pria buta itu melampiaskan amarahnya, dengan sebuah ekspresi kemarahan yang nyata.Biasanya, pria itu akan menyembunyikan kemarahannya atau mengekspresikannya dengannya cara yang sedikit berbeda dari manusia normal pada umumnya. Ia lebih suka menunjukkan kemarahannya dengan cara menggoda atau memanipulasi perasaan lawannya."Kenapa dia sangat marah padaku?" gumam Maeera pelan. Gadis manis itu tak mengerti, mengapa Gin Yuta begitu terluka saat ia menolak pemberiannya, dan kemarahannya semakin meledak saat dirinya dibandingkan dengan adik tirinya, Kai Yuta. "Oh, sepertinya aku tau!" celetuk Maeera. Gadis manis itu tiba-tiba teringat dengan tetangganya di desa. Sepasang kakak beradik yang tak begitu jauh terpaut usianya. Keduanya sering bertengkar jika merasa ibunya terlalu memperhatikan salah satu di antara mereka. Mengingat tingkah Gin Yuta sama persis dengan anak tetangganya, kini Maeera yakin, ego sua
Sango Side Manor.Bangunan megah bergaya Eropa itu, terlihat berdiri tegak dan kokoh di tengah terpaan kencang angin Samudra Hindia, yang akhir-akhir ini kerap menjadi badai.Setiap kali badai datang, pulau kecil itu akan berubah menjadi pulau mati.Sunyi, sepi, seperti tak berpenghuni. Para pria yang biasanya berjaga-jaga di sekitar dermaga, akan memilih pulang ke rumah-rumah mewah yang tersedia di seluruh pulau, atau bagi mereka yang bertugas, akan tinggal di ruang bawah tanah yang berada tak jauh dari dermaga. Mereka akan berjaga-jaga, bila sewaktu-waktu ada serangan mendadak saat badai tiba. Jelang akhir musim kemarau, angin Samudra Hindia, memang berhembus lebih kencang dari biasanya. Ini karena sebentar lagi, musim hujan akan tiba di daratan utama. Membuat cuaca di laut tak menentu dan sulit di prediksi. Karena cuaca di luar kurang begitu bersahabat, Avani Lie, lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam kastil super besar itu dibandingkan berjalan-jalan di luar. Sejak terak
Di sebuah padang savana tak jauh dari bangunan utama Sango Side Manor, terlihat Rin Leung sedang duduk bersantai di sebuah gubuk sederhana, ditemani seekor macan kumbang hitam atau yang lebih dikenal dengan nama Black Panther.Kucing besar berjenis kelamin jantan berusia sekitar lima tuhan itu, terlihat sedang merebahkan dirinya di pangkuan sang mafia. Ia terlihat senang saat kepalanya di belai lembut oleh pria tampan itu. "Katakan! Kau sudah mendapatkan info mengenai wanita yang bersama putra grup Liong itu?" tanya Rin pada seorang pria muda yang berdiri di sampingnya. Pria muda itu mengangguk. "Ya!! Kami sudah mendapatkan beberapa info tambahan bos," ucap pria muda yang memakai coat berwarna cokelat tua itu.Ia melirik kucing besar yang sedang merebahkan dirinya di pangkuan bosnya sembari menjilati bulu-bulunya."Katakan!!" seru Rin. Pandangan matanya lurus kedepan ke arah tiga orang penjaga yang sedang bekerja membersihkan savana. Terlihat salah satu di antara mereka melemparka
Di tengah Laut China Selatan. Sebuah kapal pesiar mewah, empat lantai yang dilengkapi dengan landasan helipad, kolam renang, jacuzzi, dan berbagai fasilitas bintang lima lainnya seperti, gym, sundeck untuk berjemur, ruang maka indoor dan outdoor, serta fasilitas-fasilitas mewah lainnya, terlihat tengah berlayar pelan mengarungi Laut China Selatan yang tenang. Dari kejauhan, sebuah helikopter airbus berwarna hitam terlihat berputar-putar di atas kapal pesiar, bersiap untuk melakukan pendaratan. Setelah melakukan beberapa kali manuver dan putaran, helikopter hitam itu akhirnya berhasil mendarat dengan mulus di atas kapal. Dari dalam helikopter, Rin dan Avani keluar, dibantu oleh seorang pengawal berbadan tegap memakai setelan jas berwarna hitam. "Pegang lengan tanganku," perintah Rin pada Avani, begitu gadis cantik itu turun dari pesawat. Dengan gugup, Avani menganggukkan kepala dan segera menggandeng lengan tangan pria tampan di sampingnya itu. "Dengar!!! Pemilik kapal ini be
Alex mengepulkan asap rokok dari mulutnya, begitu juga dengan wanita muda yang duduk manja di sampingnya. Avani hanya bisa diam termangu menyaksikan semua hal tabu itu. Ia tak terkejut. Hanya saja, ini sedikit terlalu nyata baginya untuk duduk satu meja dan berdiskusi dengan seorang mafia dan wanitanya. Biasanya ia hanya melihat adegan seperti ini di film-film laga bertema dewasa."Barangnya baru akan datang malam nanti, ada sedikit penundaan karena badai yang menghadang di Samudra Hindia," ucap Alex. Ia menyesap rokoknya dalam-dalam kemudian menghembuskannya menjadi kepulan asap berwarna putih. Seorang pelayan nampak menuangkan wine ke gelas Rin dan Avani, setelah melakukan yang sama ke gelas Alex. "Lalu!" Rin bertanya dengan nada dingin. Ia mulai memainkan korek api lighter di tangannya, sembari menatap gelas berisi wine di depannya. Sadar suasana semakin memanas, Avani memilih diam seribu bahasa. Ia bahkan tak berani bernapas karena begitu tegangnya suasana. "Hahahaha .... " P
Avani terus memberontak saat mafia muda itu menindih tubuhnya. Ia terus berteriak agar Rin menghentikan aksinya. "Rin hentikan. Berengsek kau! Lepaskan aku," teriak Avani. Tapi Rin tak bergeming, ia terus melancarkan aksinya, menggigit dan menjelajahi tubuh gadis cantik itu. "Aku bukan istrimu, kau tak berhak melakukan ini padaku. Lepaskan aku," teriak Avani. Rin semakin beringas. Ia lepas jasnya dengan paksa kemudian ia lempar ke lantai di bawahnya. Ia pun mulai melepas satu persatu kancing bajunya, sembari salah satu tangannya terus bergerilya menggerayangi tubuh istri palsunya. Begitu semua kancing bajunya terbuka, dadanya yang bidang langsung terlihat menggoda. Diterpa cahaya lampu yang temaram, dada dan perut sixpacknya langsung meningkatkan gairah yang ada. Avani menatap dada bidang itu dan langsung menutup mata. Ia tak ingin hasrat seksual yang sudah menggelora di tubuhnya, menjadi boomerang bagi dirinya. "Dasar gila! pakai kembali bajumu!" "Apa yang akan dikataka
Avani terdiam lama memikirkan apa yang harus ia katakan. Jika ia mengatakan, tolong selamatkan aku, aku diculik, maka kemungkinan yang terjadi adalah ia akan di tertawakan, atau jika tidak, malah pria di depannya itu akan bertanya langsung pada Rin, dan membuat semua menjadi semakin rumit. Mengingat keduanya sama-sama seorang mafia. "Bisakah kau kirim kabar ke orang tuaku, bahwa aku masih hidup dan ingin mereka segera menyelamatkanku," pinta Avani penuh harap. Alex nampak terkejut mendengar perkataan Avani. Ia tak mengerti. "Tunggu! Tunggu dulu, apa maksud menyelamatkanku?" tanya Alex. Ia nampak kebingungan. "Apakah itu artinya kamu—sekarang sedang di culik—" Ia menurunkan nada suaranya hingga nyaris berbisik. Avani menganggukkan kepala pelan. "Tolong bantu aku!" pinta Avani penuh harap. Alex terlihat mengerutkan dahinya seperti memikirkan sesuatu. "Tunggu dulu nona, aku rasa ini masalah yang sangat serius," ujar Alex. "Kau datang kemari bersama Rin Leung, dan dia meng