Share

Bab II. Wrong

Sebuah pernikahan bertema pesta kebun digelar secara eksklusif di sebuah area private golf. Para tamu undangan mengenakan dress code warna putih tampak saling bercengkerama hangat. Wajah dan penampilan mereka menunjukkan jika mereka semua berasal dari kalangan atas.

Tak ada tamu yang memiliki tampang miskin. Setiap tamu yang datang bahkan harus menunjukkan kartu undangan berbentuk card yang memiliki microchips di atasnya. Microchips ini menyimpan data tamu undangan berupa wajah, nama dan pekerjaan. Data itu kemudian dicocokan dengan data yang ada di komputer. Jika data tak sama maka tamu tersebut tak dapat masuk. 

Berbicara soal tempat pesta, "Weh ... jangan tanya!" Area privat golf milik keluarga Liong ini dibangun di tepi pantai di atas tanah seluas 320 hektar. Tak tanggung-tanggung, lapangan golf ini didesain langsung oleh seorang pemain golf profesional dari Australia yang menjadi rekan bisnis keluarga mereka. 

Selain lapangan golf, area ini juga memiliki sebuah mansion besar nan mewah dengan infinity edge pool yang menghadap langsung ke laut. Mansion dilengkapi dengan sebuah minibar, jacuzzi pribadi, serta ruang perawatan spa dan pijat pribadi.

Di bagian utara lapangan golf, terdapat sebuah landasan helipad dan sebuah landasan pesawat terbang berikut garasi untuk menyimpan pesawat. Pesawat yang diparkir bukan hanya sekedar pesawat jet pribadi ukuran kecil, tetapi pesawat penumpang Boeing 707.

Tak jauh dari landasan pesawat, terdapat pacuan kuda lengkap dengan padang rumput liar serta istal atau kandang kudanya.

Di bagian selatan area golf, terdapat sebuah taman yang dipenuhi pohon plum dan pohon persik, dengan danau buatan seluas 45 ribu meter di tengah-tengahnya. Saat musim bunga, area taman ini memiliki vibes layaknya taman-taman di Jepang atau Korea.

Terdapat gapura besar berwarna putih dengan dua lapis gerbang di bagian depan. Lapisan pertama berupa gerbang besi berukir tebal, sedangkan lapisan kedua berupa gerbang kayu dengan ukuran super jumbo. 

Di kedua sisi gerbang, terdapat dua pos pemeriksaan yang masing-masing pos dijaga oleh tiga orang. Dua orang berjaga di pos, sedangkan satu lagi berjaga di depan pintu.

Untuk bisa sampai ke bangunan utama, seseorang perlu menyusuri jalan sepanjang 500 meter dari gerbang utama.

Semua kemewahan ini hanya keluarga Liong yang mampu memilikinya. Itupun bukan aset utama melainkan hanya sebagian kecil dari aset properti mereka. 

*****

Diapit dua orang berjas hitam berwajah garang, Maeera hanya bisa duduk terdiam, pikirannya melayang kemana-mana. "Apa aku sudah ditangkap oleh anak buah mafia Ko? Jika bukan anak buah mafia Ko, siapa mereka? Uh ... apa yang harus aku lakukan?" ucap Maeera dalam hati. 

Kuku jarinya tak henti-hentinya ia mainkan untuk menghilangkan kegelisahan. 

"Tolong, bisa hentikan itu Nona," kata pria di sampingnya dengan raut muka jengkel. Pria itu merasa terganggu dengan bunyi kuku Maeera. Mendengar ucapan itu, Maeera langsung menghentikan aktivitasnya dan diam. 

Tak lama berselang, sedan hitam itupun berhenti di sebuah gedung besar dengan padang rumput hijau membentang luas di sekitarnya.

"Mari Nona," kata pria besar itu sembari membukakan pintu mobil dan mengulurkan tangan. Maeera yang kebingungan hanya bisa mengikuti semua instruksi pria itu. 

Turun dari mobil, Maeera dibuat terkagum-kagum dengan pemandangan yang dilihatnya. Sebuah hamparan padang rumput hijau yang luas dengan view laut biru di depannya.

"Wow indah sekali ... apa mafia Ko sekaya ini?" batin Maeera dalam hati. 

Belum puas menikmati semua pemandangan indah itu, tiba-tiba seorang wanita paruh baya dengan setelan blazer warna hitam dan celana panjang berwarna senada, menyambutnya lalu menggiringnya masuk ke dalam gedung.

"Mari Nona kami akan merapikan pakaian Anda," kata wanita itu. 

Begitu masuk kedalam gedung, beberapa orang wanita langsung berbaris menyambut kedatangannya. Mereka membungkukkan badan memberi hormat, kemudian memakaikan sepatu, merapikan kembali rambutnya dan menutupinya dengan veil pengantin. 

"Wah, apakah pernikahan seorang mafia selalu seperti ini," batin Maeera dalam hati. 

Setelah merapikan penampilannya, perempuan-perempuan itu kemudian mengantarnya keluar gedung. 

Begitu keluar, mata Maeera langsung disambut sebuah wedding venue yang sangat indah, elegan dan romantis di area terbuka di tepi laut. Warna putih mendominasi setiap sudutnya. Mulai dari meja, kursi, hingga altar. Warna putih tampak cantik dan menyatu indah dengan hamparan padang rumput yang berwarna hijau.

Di ujung wedding venue, tepat di tepi pantai, terlihat sebuah altar dari kayu mahoni yang ditutupi kelambu panjang berwarna putih dan dihiasi berbagai jenis bunga dengan warna senada. Kelambu itu tampak melambai-lambai setiap kali diterpa angin pantai yang berhembus.

Altar pernikahan itu, diletakan tepat di bawah pohon Kamboja berukuran besar yang sedang berbunga. Setiap kali angin bertiup, bunga-bunga Kamboja yang sudah tua mulai jatuh berguguran di atas altar. Sangat romantis karena itu adalah satu-satunya pohon Kamboja di lapangan golf ini. 

Para tamu undangan, duduk di atas kursi yang ditata rapi di sepanjang jalan menuju altar dengan latar belakang hamparan rumput hijau yang membentang luas. 

Karpet putih dengan taburan bunga mawar dengan warna senada, membentang panjang mulai dari gedung rias hingga altar.

Sungguh sebuah pesta pernikahan impian ....

Tapi semua keindahan itu langsung ambyar saat Maeera melihat baliho besar bertuliskan 'Happy Wedding Gin & Avani' beserta foto seorang pria dan wanita.

Melihat baliho besar itu, Maeera langsung sadar bahwa ia berada di pesta pernikahan yang salah. Ini jelas bukan pesta pernikahannya. 

"Tunggu dulu! pernikahan siapa ini?" tanya Maeera dalam hati. 

Melihat dirinya berada di pesta pernikahan yang salah, Maeera pun langsung balik badan mencoba menjauh dari pesta. Tapi baru berjalan beberapa langkah, tiba-tiba seseorang dari arah belakang menarik dan menggandeng tangannya secara paksa.

"Dasar anak nakal, mau ke mana kamu heh ... " kata pria itu sembari memaksa Maeera balik badan dan kembali berjalan menuju wedding venue

Maeera yang terkejut, spontan berusaha melepaskan pegangan pria itu, tapi usahanya sia-sia karena pria itu jauh lebih kuat. 

"Ayah tak akan membiarkanmu kabur lagi. Hari ini kamu harus menikah," ucap pria itu sambil meletakkan tangan Maeera di atas lengan tangannya dan menariknya berjalan menuju altar.

"Jika pernikahan ini gagal, Ayah akan bunuh diri," kata pria itu mengancam.

"Tapi aku bukan putrimu?" kata Maeera mencoba menjelaskan. 

"Kalo begitu, aku juga bukan Ayahmu," jawab pria itu tak peduli sambil terus berjalan lurus menuju altar. 

Maeera kini hanya bisa pasrah. Tak mungkin baginya untuk kabur di saat mata semua tamu undangan kini tertuju padanya. 

Di kejauhan diatas altar, seorang pria berkulit putih dengan tubuh tinggi proporsional, tampak sedang menunggunya. Dia adalah tuan muda Gin, pewaris grup Liong.

Penampilannya rapi dengan rambut belah tengah dan berponi di bagian depan. Mengenakan tuxedo warna putih dan memakai masker, pria itu menutupi matanya dengan selembar kain tipis berwarna putih. Tampak seorang ajudan berjas hitam berdiri menemani di sampingnya. 

"Tunggu dulu! Apakah pengantin prianya buta?" tanya Maeera dalam hati begitu melihat penampilan pengantin pria. 

"Iya, sepertinya memang buta!" kata Maeera lagi mencoba meyakinkan pemikirannya sendiri.

"Biar begitu dia sangat tampan ... " belanya sembari menganggukkan kepala tanda setuju.

Meski wajahnya tak begitu terlihat karena tertutup masker, tapi ada aura tampan dan berkarakter Gin sudah memancar dari cara dia membawakan diri.

Secara penampilan, Gin memiliki fisik seperti artis Korea "Park Seo Joon". Rahangnya tajam dengan bentuk dagu yang lancip dan meruncing. Tulang hidungnya tinggi dengan alis mata tebal dan rapi. 

Melihat penampilan pengantin pria yang begitu mengintimidasi, bulu kuduk Maeera langsung berdiri. Ia merasa benar-benar tak pantas dan merasa sangat bersalah kepada pengantin wanita yang asli. Ingin rasanya ia berlari dan berteriak bahwa dirinya bukanlah pengantin yang asli. Kini ia menyesali keputusannya kabur dan ingin kembali pulang saja dan menikah dengan Rin yang berandal.

Tapi penyesalan Maeera tak berlangsung lama, sepasang cincin berlian yang berkilaun di atas meja altar, segera mengalihkan perhatiannya.

Melihat betapa besar dan indahnya cincin berlian itu, jiwa miskin Maeera seketika meronta-ronta. Keinginannya untuk segera kabur tiba-tiba hilang. Kini Maeera mendapatkan ide brilian, ia berencana mengamankan cincin itu dan membawanya kabur begitu pesta usai. 

*****

Matahari mulai terbenam di ufuk barat, cahaya jingga tampak menyemburat di antara kaki-kaki langit. Disaksikan oleh deburan ombak Samudra Hindia dan diiringi lagu "Canon in D Major-Johann Pachelbell" sumpah pernikahan itupun terucap.

“Saya Gin Yuta, berjanji untuk setia kepadamu, dalam untung dan malang, di waktu sehat dan sakit. Saya mau mencintai dan menghormati engkau seumur hidup sampai maut memisahkan kita. Bersediakah engkau menjadi istriku dalam suka maupun duka?" ucap Gin sembari memegang tangan Maeera dan menyelipkan sebuah cincin disana.

Maeera tampak kebingungan untuk menjawab pertanyaan itu. Jika dia menjawab 'Ya', dia bukanlah pengantin wanita yang asli. Tapi jika dia menjawab 'Tidak' maka semua orang yang ada di sana akan langsung curiga padanya. Ia mungkin akan langsung ditangkap, diinterogasi dan dimasukkan ke dalam penjara karena dianggap berbohong.

Di tengah kebingungannya itu, ayah palsunya memberinya kode untuk segera menjawab 'Ya' atau jika tidak dia akan bunuh diri di tempat.

Dengan perasaan jengkel, Maeera pun melakukan apa yang diinstruksikan ayah palsunya itu.

"Iya ... aku bersedia," jawab Maeera singkat sembari menyematkan cincin di jari mempelai pria. 

Semua tamu undangan langsung bertepuk tangan begitu Maeera menyematkan cincin ke tangan Gin. Semua orang tampak gembira, tentu saja, kecuali Maeera.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status