Share

Bab III. OMG

Avani berteriak meronta-ronta ketika segerombolan pria berjas hitam menangkapnya secara paksa dan memasukkannya ke dalam mobil Jeep warna hitam. Meski kedua kaki dan tangannya sudah diikat, tapi para pria berjas hitam itu masih kewalahan menangani Avani yang memberontak.

Tak ingin mengambil risiko sang pengantin wanita kembali kabur, salah satu pria berjas hitam  memutuskan untuk memukul tengkuk Avani hingga wanita cantik itu pingsan.

"Akhirnya diam juga," kata salah satu di antara mereka sembari bernapas lega. 

Tiga pria lainnya nampak terkejut melihat teman mereka berani memukul calon menantu mafia Ko hingga pingsan. Mata mereka menyelidik sembari mengangkat salah satu alis seakan mempertanyakan tindakan temannya itu.

Si pria berjas hitam yang memukul Avani tampak kebingungan dengan tatapan menyelidik teman-temannya. 

"Apa ... aku hanya memukulnya pelan. Dia tidak akan mati bukan?" tanya pria itu dengan nada panik. Ketiga pria lainnya serempak mengangkat bahu, menggelengkan kepala seraya mengacungkan jempol.

*****

Sebuah mobil Jeep hitam keluaran terbaru, melaju pelan memasuki area parkir sebuah hotel bergaya Eropa lama di pinggiran kota. Meksipun dari luar hotel terlihat tua dan kuno, namun begitu masuk ke dalam, bangunan hotel itu ternyata sangat besar dan mewah.

Bagian dalam hotel didesain dengan nuansa hangat dan alami. Sentuhan warna emas dan cokelat pada furnitur banyak menghiasi ruangan sehingga menampilkan kesan mahal sekaligus cozy.

Memasuki hotel, para tamu akan disambut dengan sebuah lobi super besar dengan gaya arsitektur Eropa abad pertengahan. Pilar-pilar besar tampak berdiri kokoh menyangga langit-langit hotel. 

Di langit-langit lobi, tampak lukisan "Cupid diatas awan surga" yang dilukis oleh pelukis kenamaan era 1900-an yang masih terawat dengan sangat baik. 

Lampu gantung kristal bergaya Victoria yang terbuat dari kaca berukir rumit serta dilapisi perunggu dan emas, tampak menggantung mewah di tengah-tengah  ruangan di antara jendela-jendela berukuran besar di bagian depan lobi. Jendela-jendela ini memperlihatkan pemandangan laut dan tebing yang indah di sekitar hotel. 

Tirai-tirai besar panjang tampak menjuntai hingga ke lantai dengan karpet persia yang lembut menjadi alasnya. Meja dan kursi dari kayu Ek berwarna cokelat tua, tampak ditata secara rapi dan berkelompok. Di mana setiap kelompok terdiri dari satu meja berbentuk lingkaran dengan lima kursi yang mengelilinginya.

Dengan pencahayaan yang didominasi warna kuning, lobi besar itu disulap menjadi aula pernikahan. Nuansa merah sebagai lambang keberuntungan, tampak mendominasi ruangan. Mulai dari tirai jendela, hiasan lampu, hingga bucket bunga, semua berwarna merah. 

Sayang tak ada altar pernikahan, yang ada hanyalah sebuah sofa berwana merah dengan meja panjang di depannya yang dipenuhi bucket bunga mawar merah, lilin berbentuk hati dan dua botol red wine beserta gelasnya 

Avani terbangun oleh suara berisik di sekitarnya. Suara orang-orang tertawa keras dan berbicara menggunakan bahasa kasar dan kotor, bercampur dengan bau alkohol dan sampanye yang menusuk hidung membuatnya siuman.

"Di mana ini ... ?" ucap Avani begitu terbangun dari pingsannya. Ia merasakan kepalanya masih pusing dan pandangannya masih sedikit kabur. 

Setelah tersadar sepenuhnya, barulah Avani mulai melihat ke sekeliling untuk memastikan di mana ia sekarang.  Betapa terkejutnya Avani saat menyadari dirinya kini berada di sebuah pesta dengan dekorasi warna merah memenuhi ruang. 

"Pesta siapa ini?" tanya Avani lirih.

Terlihat tamu undangan semuanya adalah pria. Mereka memakai setelan jas berwarna hitam, lengkap dengan dasi warna hitam dan topi fedora yang juga berwarna hitam. Mereka tampak menikmati pesta sembari bercengkerama, tertawa dan minum-minum.

"Lihat! ... pengantin perempuan kita ternyata telah bangun," ucap seorang pria tua yang tiba-tiba muncul dari belakang tempat duduknya.

Para tamu undangan yang awalnya berisik dan rusuh, langsung diam seketika saat pria itu datang.

Pria itu berbadan tegap memakai tuxedo warna hitam, dengan topi trilby berwarna senada. Mengapit tongkat kayu berwarna cokelat tua, asap dari rokok cerutu tampak mengepul di ujung bibirnya. 

Suasana hening dan tegang langsung menyergap ketika pria tua itu berbicara. Para tamu undangan terlihat duduk rapi, dengan raut wajah tegang tanpa senyuman. 

Semua mata tamu kini fokus melihat dirinya yang baru saja sadar dari pingsan. Bagi Avani ini, pesta ini terlihat mirip sebuah pesta pemakaman dibandingkan pesta pernikahan karena terlalu sunyi dan tegang.

"Gadis ini adalah menantuku, mulai sekarang dia secara resmi menjadi istri putraku satu-satunya yang tampan ini. Apakah kalian setuju?" tanya pria itu kepada tamu undangan. 

Serempak para tamu undangan menjawab "Setuju! ... "

"Beri salam kepada nyonya besar kalian," kata pria itu sembari memegang pundak Avina dengan erat dan menepuknya beberapa kali. 

"Salam nyonya besar, selamat atas pernikahannya dengan tuan besar Rin," ucap para tamu undangan serempak sambil membungkukkan badan.

Avani yang tak tau harus berbuat apa dan bersikap bagaimana karena semuanya terjadi secara tiba-tiba, memilih ikut membungkukkan badan tanda terimakasih. 

"Kalo begitu, nikmati pesta kalian," kata pria tua itu lalu pergi meninggalkan kerumunan. 

Begitu pria tua itu pergi, Avani langsung menegakkan badannya mengalihkan pandangannya ke samping untuk melihat bagaimana rupa pria yang dinikahkan dengannya. 

Di sampingnya, duduk seorang pria berwajah dingin nan tampan. Pria itu memakai tuxedo hitam lengkap dengan dasi kupu-kupu berwarna senada. Penampilannya sangat rapi dan klimis dengan rambut disisir kebelakang dan diberi pomade. Bau parfum mahal tercium dari tubuhnya.

Pria itu terlihat memainkan korek api lighter di tangan kirinya. Pandangannya lurus kedepan melihat sekelompok orang yang juga sedang menatapnya.

Saat melihat wajah pria itu, hal pertama yang terlintas di pikiran Avani adalah sosok "Vincenzo Cassano". Mafia tampan dari drama terkenal Korea. Sosok yang tampan, manis, namun sangat mematikan. Aura badass seorang gangster mafia, memancar sangat kuat dari dirinya sehingga membuat jantung Avina berdegup kencang. 

Avani melihat pria itu dengan mata tak berkedip, baru kali ini ia melihat pria setampan dan se-macho itu. Tulang rahangnya sangat tegas, dengan leher panjang dan jakun yang menonjol. Tulang hidungnya tinggi dengan mata  kecil yang tajam. Tulang pipinya tinggi dengan alis mata yang tebal dan rapi. 

"O, apakah dia yang bernama Rin? Apakah dia suami ku? Oh ... bukan-bukan semua ini kesalahan," bisik Avani mencoba menyadarkan diri dari kehaluan

"Tapi beruntung sekali wanita yang menikahinya ... Dia tampan sekali ... " ucap Avani dalam hati. Matanya masih belum lepas mengagumi betapa tampannya wajah pria itu. 

"Aku tau diriku sangat  tampan, tapi berhenti menatapku seperti itu," ucap Rin dengan nada datar. Pandangannya masih tetap lurus ke depan tanpa menoleh sedikitpun. 

Merasa disindir, Avani pun segera mengalihkan pandangannya ke tempat lain. 

Tiba-tiba, 'Dor ... ' suara letusan senjata api terdengar menggelegar memecah keriuhan pesta. Sekelompok orang tak dikenal memakai pakaian serba hitam, melakukan penyerangan dengan merangsek masuk ke hotel secara paksa. Mereka menghancurkan barang-barang dan menembaki orang-orang di aula pernikahan secara membabi buta. 

Beberapa orang langsung terkapar di lantai, darah segar mengalir membasahi lantai hotel. Suasana pesta pernikahan seketika langsung berubah menjadi arena pertempuran dan baku tembak. Para tamu yang datang langsung mengeluarkan pistol dari saku celana belakang mereka dan melakukan perlawanan. Ini adalah pertempuran antar gangster. 

Avani seketika syok melihat semua pemandangan itu. Ini adalah kali pertama dalam hidupnya, melihat aksi tembak-tembakan secara nyata. Biasanya ia hanya menemui adegan seperti ini di film atau game. Ini juga kali pertama ia melihat seseorang pergi ke pesta pernikahan dengan membawa pistol di saku baju mereka. 

"Pyar ... " sebuah peluru tepat mengenai botol wine yang ada di depannya, peluru itu kemudian menembus sandaran sofa tepat di samping ia duduk. Beruntung, pria di sampingnya bereaksi cepat dengan segera menariknya kebelakang sofa agar tak terkena pantulan peluru. 

Avina terkejut setengah mati, bibirnya bergetar hebat. Keringat dingin keluar dari seluruh tubuhnya. Hampir saja nyawanya hilang di tempat yang sama sekali tak ia kenal. 

Kini ia merasa menyesal telah meninggalkan pesta pernikahannya yang damai dan indah dengan keluarga Liong. Meskipun nantinya ia akan memiliki suami buta, tapi setidaknya nyawanya tak terancam seperti ini. 

Avani merasa sangat bersalah dengan apa yang sudah terjadi. Kini ia sadar jika semuanya telah hancur. Pertama, ia kemungkinan besar akan gagal untuk pergi wawancara ke Amerika besok. Kedua, orang tuanya pasti akan panik mencarinya karena dirinya tak bisa dihubungi. 

Untuk itu ia memutuskan akan jujur kepada pria di depannya, bahwa dirinya bukanlah pengantin yang sesungguhnya.

"Hei ... aku ingin mengatakan sesuatu," kata Avina sembari bersembunyi di balik punggung Rin.  

"Apa?" jawab Rin tanpa mengalihkan pandangannya dari pintu keluar. Tangan kanannya sibuk memegang pistol, sedangkan tangan kirinya memegang erat tangan Avani. Matanya sibuk mengawasi keadaan. 

Suara tembakan terdengar di sana-sini memecah kesunyian malam. Adegan ini mirip di film-film laga yang kerap Avani tonton, tapi kali ini dia adalah pemeran utamanya 

Di tengah suasana yang tak menentu itu, Avani membuat sebuah pernyataan mengejutkan. 

" Hei, jujur aku bukan istrimu, maksud ku, aku bukan gadis yang seharusnya kau nikahi. Kau salah orang, bukan-bukan, anak buahmu yang salah menangkap orang," kata Avani mencoba menjelaskan keadaan. 

"Coba lihat wajahku?" kata Avani sembari membuka maskernya. 

Rin menoleh ke belakang kemudian melihat sekilas wajah Avani. Tanpa berkata sepatah katapun, ia kembali melihat ke depan memfokuskan pandangannya ke arah pintu keluar.

Sebuah tembakan kembali menyasar tempat persembunyian mereka, beruntung tembakan itu meleset dan hanya mengenai tiang besi penyangga pintu.

"Shit! ... " kata Rin mengumpat sambil melepaskan sebuah tembakan balasan ke arah peluru itu berasal.

"Hei ... kau mendengar ucapan ku? aku bukan pengantinmu, jadi bisakah kau mengantarku pulang?" kata Avina dengan suara setengah berteriak karena suaranya nyaris hilang tertelan oleh bunyi tembakan.

"Ayo ... " kata Rin sembari menggenggam erat tangan Avani dan menariknya menuju pintu keluar. 

" Tunggu dulu, kita mau ke mana, hei ... hei ... kita mau ke mana. Tolong pulangkan aku. Aku tak ingin mati di sini, kau mendengar ucapanku," teriak Avina sembari berlari mengikuti langkah kaki Rin menuju pintu keluar. 

Sesampainya di pintu keluar, Rin yang masih menggenggam erat tangan Avani, membawa wanita cantik itu bersembunyi di belakang sebuah mobil Land Rover warna putih. Mobil itu cukup tersembunyi dan cukup kuat untuk menahan tembakan.

"Tetap di sini jangan pergi kemanapun, aku akan kembali," kata Rin sambil menatap mata Avani dalam-dalam. Avani yang ditatap seperti itu, jantungnya langsung berdegup kencang dan wajahnya merah padam. Ia sangat malu.

" Kau mendengar ucapanku?" tanya Rin lagi.

"Emm..." jawab Avani sembari menganggukkan kepala. 

"Bawa ini! siapapun yang mendekatimu selain aku, tarik pelatuk ini dan tembak dia," kata Rin sembari menyerahkan pistol miliknya kepada Avani. 

Ia kemudian pergi meninggalkan Avani. Berjalan mengendap-endap ke arah belakang hotel dan menghilang di antara tembok.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status