Pendar kekuningan menelusup masuk melalui celah sempit, seakan tak mau menyerah. Cahaya emas itu menyeruak masuk menyibak bulu lentik nan panjang kelopak serupa almond. Menari di netra coklat gelap dengan helaian laksana sutra merah berpencar pada sekeliling kelereng yang seharusnya bening. Jejak tangisan semalam masih membekas pada cakrawala gadis ayu yang masih setia mengungkung diri di peraduannya.
Semangatnya mengabur, melayang, kepingan ingatan tentang sang pangeran yang dia rindukan. Namun malah asik bercumbu dengan wanita lain, membuat hatinya meriyut nyeri. Ini baru 2 hari, bagaimana jika 3 bulan? Hal apa lagi yang akan ia temukan atau akan ia alami? Demi menjaga pikiran dan hatinya tetap waras, hari itu ia bertekad tidak akan mengaktifkan ponselnya. Seperti biasa, ia bangkit membersihkan diri dan bekerja seperti biasa.
Di tempat kerja, Naima ti
Daun yang berguguran, semilir angin kering yang dingin laksana hatinya yang sedikit mengeras, terhempas, karena mengharap. Bayangan paras lembut dan ayu yang setia menari-nari di pelupuk mata tanpa tahu untuk berlalu. Mengharap kekasih hati menghubungi, menyalurkan rasa rindu, menyebutkan nama dengan mesra. Seperti mengharap bintang yang menemani rembulan dalam rinai hujan, tak akan mungkin. “Ric, kenapa tidak tidur? Masih Jetlag?” Blaire mendekati Albe, mengucek matanya. Gadis itu baru saja dari pantry untuk mengambil minum, tapi netra hijau bening milik gadis jangkung itu melihat Albe yang gelisah di teras belakang rumah orang tua mereka. “Aku menunggu seseorang menelponku.” Albe memperlihatkan ponselnya yang hanya ia mainkan sejak tadi. “Kenapa tidak kamu dulu saja yang menelepon dia? Apakah itu Chloe?” Albe memandang Blaire, mengapa adiknya menyebut nama Chloe, wanita penghianat yang membuatnya mengikuti Jaka untuk menyembuhkan luka. “Maksud kamu? Aku sudah lama tidak berhubun
Naima masih kepayahan membebat hatinya yang tersayat, air bening tak henti mengalir dari cakrawalanya. Dia belum berminat mengaktifkan ponsel, dia bukan ingin menghukum Albe. Namun menghukum dirinya yang dengan lancang menerima setengah hati orang yang menjanjikan bahagia. Namun 2 hari pernikahan yang ia dapat hanya nelangsa. Hati Naima tak semurah itu, mahar kalung 10 gram, uang 10 juta dan nafkah lahir 100 juta terlalu sedikit untuk jiwa dan hatinya yang rapuh. Karena kepingan kecewa yang berserakan tak akan bisa direkatkan kembali. Ketukan di pintu kamar membuat Naima harus beranjak. Melihat dari ekor mata jam sudah menunjukkan angka 17, berarti sudah 1 jam sejak kepulangan dari tempat kerja, hanya ia habiskan untuk menangisi lelaki yang belum tentu mengingat keberadaannya pada saat ini. Bunyi ketukan berisik menjadi berirama laksana gendang pantura, memaksa Naima segera bangkit dan menuju kamar mandi untuk mencuci wajah. Setidaknya air akan mengaburkan duka yang membekas. Memas
Kepergian Viran hanya meninggalkan gamang yang tak berkesudahan. Menebalkan hati, Naima meraih gawainya. Dengan degup jantung yang menderu, Naima menekan tombol panggil pada kontak yang bernamakan My Love. Alay memang, namun begitulah Naima memberi nama pada kontaknya. “Hallo,” Sapa Naima dengan suara pelan nyaris berbisik. “Thanks God! Baby, I miss you so bad.” Albe menggeram bahagia. “Bagaimana kabarmu?” Naima menahan napas, matanya memanas. “Aku baik, Babe, aku ingin melihat wajahmu.” Albe berkata dengan lirih. Ada jeda di sana, Naima terdiam. Albe mendesah, mengerti kemarahan gadis itu. Siapapun tidak akan menerima, begitu pula jika itu ada pada posisi Albe. Ia pasti akan lebih brutal meluapkan kekecewaannya. “Mungkin marah bukan kata yang tepat, aku tahu kamu kecewa, Babe. Tapi aku bersumpah itu masa lalu kami. Bukan kemarin, saat ini atau nanti. Aku tidak hanya meminta maaf, aku meminta pengampunan-mu, Baby,” ucap Albe dengan suara yang sama merana-nya dengan hatinya. “Al
Hai readerku sayang😘, maaf untuk bab 48 ada revisi. Karena sedang tidak enak badan, eh jadi ngawur tanpa edit ke publish. Untuk cover juga di ganti ya, kalau ga bagus bilang ke mamak otor ya. Nanti kita bikin yang bagus. Pokoknya kalian penyemangatku. Tanpa kalian apalah aku. Semoga bisa di maklumi ya, tetap tinggalkan reviewnya juga kritik dan saran. GA di bab 100 ya. Jadi jangan males komen soyong-soyongku ku🤗 nanti akan ada hadiah menarik. Kira-kira mau kalian apa ni? Pulsa atau koin aja? Nanti mamak otor pilih sesuai banyaknya komen. Ini udah mau bab ke 50 dong ya.. yeyyy ayo berhitung dan tinggalkan jejaknya.
Chapt 50. My Wifey "Siapa istrimu?" Seorang wanita paruh baya dengan rambut coklat madu menepuk dan memeluk pundak Albe dengan kasih sayang. Naima menutup wajahnya dengan buku yang seharusnya ia baca. Sementara Albe menggaruk kepalanya sambil melirik ke arahnya, seperti mendapat petunjuk. Wanita yang masih terlihat cantik itu mendekat ke arah ponsel Albe, "Halo manis, apa kabarmu?" Tanyanya dengan senyum dan suara yang ramah. Naima menegakkan badannya "Hello Ibu, kabar saya baik, terima kasih. Bagaimana kabar anda?" Naima membalas dengan senyum mengembang, mencoba menghilangkan gugup. "Oh, kamu manis sekali. Siapa namamu?" Wanita yang Naima tebak adalah ibu Albe terlihat santai dan baik, ia menarik kursi dan duduk menghadap kamera ponsel Albe, Jantung Naima semakin berpacu. Kegugupan menyerangnya, jika dengan Albe yang sudah fasih berbahasa Naima bisa santai. Dengan ibunya? Bahasa Inggris Naima tidak aktif, membuatnya semakin tidak nyaman. "Nama saya Naima Ibu, senang bertemu deng
Naima meletakkan bungkusan makanannya, mengintip ke luar dari balik gorden kamar. Memastikan apakah pemuda misterius masih berada di luar pagar. Lalu lintas di jalan masih seperti biasa, motor dan mobil juga orang berlalu lalang. Jalan hanya akan sepi jika sudah tengah malam, karena portal akan dipasang demi keamanan. Bukan mengapa, walaupun kos Naima dikelilingi pagar tinggi. Namun orang jahat diluar sana tidak kita tahu darimana datangnya. Apalagi di kota metropolitan sekelas Jakarta, banyak premanisme dan kejahatan yang harus diwaspadai. Sembari memakan makananya Naima menimbang. Untuk segi keamanan, rumah suaminya memang lebih baik dan tidak diragukan lagi. Kenyamanan pun siapa yang akan menyangsikannya. Mengambil tas ransel kecil Naima memasukan beberapa lembar pakaian dalam. Apakah dia perlu membawa semua ke rumah Albe? Sepertinya tidak. Naima tidak tahu bagaimana kehidupannya kelak. Untuk berjaga, Naima akan tetap menyewa kamar kos ini, dan hanya membawa beberap
Naima terpekur dalam diam dan ketidakpercayaan. Kebingungannya terjawab, saat ini ia sedang duduk di balkon rumah suaminya. Menikmati secangkir kopi dan sebuah buku yang masih teronggok di meja. Jemari lentiknya dengan lincah menari di atas layar touchscreen ponsel keluaran lama. Mencari sosial media Alberico, lelaki keturunan Amerika-Italia yang sudah menjadi suaminya walaupun siri. Mata gadis menatap dengan takzim postingan feed video singkat konfirmasi tentang hubungan dengan sang mantan Chloe. Ya, dari ribuan like ada Chef Aren diurutan depan karena ternyata mereka saling mengikuti. Postingan yang tidak seperti yang Naima syaratkan, tapi ia terima. Bukan video untuk mempermalukan siapapun. Kedewasaan dan kebijaksanaan Albe dalam menyikapi sakit hati dan kekecewaannya terhadap Chloe dibalas dengan santun. Video kumpulan foto candid dengan caption yang menyentuh hati Naima : Untuk melanjutkan tiap langkah dan tak akan pernah berakhir Membuang segala kenangan silam yan
Di sana dua insan sedang bercengkrama penuh cinta, namun di bagian lain Jakarta ada sebuah hati yang tercabik. Rencana yang ia susun gagal berantakan, ternyata cinta sahabatnya memang besar. Namun sebesar apapun pasti ada kelemahannya, sisi lain dirinya menyanggah. Dialah Jaka pembuat rencana dengan Chloe, Jaka yang mengirim foto lama mereka berdua. Wanita yang masih mencintai Albe itu dengan senang hati menerima usulan Jaka. Jaka berkali-kali melihat video singkat yang Albe posting, sahabat yang juga partner bisnisnya itu tidak hanya menghapus foto juga pertemanan dengan Chloe bahkan memblokir sosial media wanita yang dulu adalah teman kampus mereka dan juga mantan kekasih Albe. Chloe sempat menghubungi Jaka, tapi lelaki sunda itu tidak bisa berbuat apa-apa. Albe dan kuasanya tidak bisa Jaka lawan, berkali-kali Jaka berbuat kesalahan pada bisnis mereka Albe tetap menerimanya dan m