Home / Rumah Tangga / PESONA ISTRI NAKAL CEO / Bab 07. Panas yang Menelanjangi

Share

Bab 07. Panas yang Menelanjangi

Author: Kenzie
last update Last Updated: 2025-08-01 18:00:30

Reina berdiri, sempoyongan, lalu menarik tangan teman di sampingnya yang masih setengah sadar. “Kepalaku berisik, minuman ini tidak bisa mengurangi berisiknya.”

Kemudian, Reina duduk lagi karena merasa pusing. Ia ambil ponselnya dan menekan nomor Abian. Sudah empat kali dia spam panggilan, tapi tak ada satu pun yang dijawab. Saat panggilan kelima, dia sudah tidak peduli akan terhubung atau tidak.

“ABIAAAAAANN! APA KAMU MEMANG SEJAHAT ITU?” bentak Reina. Suaranya sedikit serak, bernada tinggi, dan jelas terdengar mabuk. “Sialan! Kamu tuh … kamu tuh cowok paling menyebalkan sedunia! SOK ATUR! PADAHAL AKU NGGAK NGAPA-NGAPAIN!”

“Heh cowok brengsek, dengar ya. Kalau aku mati malam ini, itu karena kamu! Kamu yang terlalu ganteng, terlalu sok cool, dan terlalu diem kayak setan!” racau Reina yang tidak sadar kalau panggilan itu tersambung.

Tak ada balasan, tentu saja, tapi Reina terus bicara. Mata mulai berkaca. “Kamu pikir aku nggak ngerti? Kamu cuma nikahin aku buat drama keluarga kalian itu, ya kan? Kamu tahu nggak sih, nikah pura-pura pun tetap sakit, tahu! Dasar bajingan!”

“Kamu tuh nggak punya hak buat ngatur aku, ngerti nggak! NIKAH INI CUMA OMONG KOSONG! SAMA AJA BOHONG!” racau Reina.

“Aku nggak nangis. Aku cuma … kehausan. Bartender, satu lagi, ya. Kali ini, buat yang paling keras.” Reina lalu melempar ponselnya ke meja dan mulai bersulang bersama teman yang masih sadar.

Lalu, samar-samar dari balik suara Reina, terdengar suara sang bartender. “Tequila lime shot keenam, Nona. Mau aku buatkan yang ketujuh sekalian?”

“Buat lebih banyak, malam ini kita party!” seru Reina dengan wajah memerah karena emosi dan alkohol.

Panggilan itu masih tersambung. “Reina,” panggil Abian dari seberang, tapi tidak mendapatkan jawaban. Dia hanya mendengar tawa cekikikan istrinya bercampur dengan musik.

Abian yang saat itu baru saja merapikan dokumen di ruang kerjanya segera keluar. Ia langsung mengambil jaket, menyambar kunci mobil dan mengabaikan panggilan bu Mar. Abian menghubungi orang kepercayaannya untuk mencari keberadaan Reina dalam lima menit.

Kurang dari 30 menit kemudian, Abian sudah berdiri di ambang pintu bar. Sorot matanya tajam, menyapu ruangan, hingga tertuju pada Reina yang tertidur dengan kepala miring, lipstik setengah luntur, tangan menggenggam gelas kosong.

“Reina,” panggilnya pelan, merendah di hadapan wanita yang tak sadarkan diri.

Reina menggeliat. “Kamu telat, dasar Abian brengsek. Suami bajingan,” gumamnya tanpa membuka mata. 

Abian menghela napas, lalu membayar tagihan atas nama Reina ke bartender. Nafas wanita itu bau alkohol, tapi masih ada keteguhan dalam nada suaranya yang sumbang. “Jangan bawa aku pulang. Aku nggak punya rumah lagi. Bahkan, dia juga pergi.”

Abian menarik napas panjang. Lelaki itu tidak tahu apa yang terjadi pada istrinya dan ia tidak ingin mencari tahu. Dengan gerakan cekatan, ia menyampirkan jaketnya ke bahu Reina dan mengangkat tubuh wanita itu ala bridal style.

“Rumahku tetap rumahmu, meskipun kau terus menyakiti dirimu sendiri itu tidak akan mengubah fakta,” gumam Abian lirih yang hanya didengar olehnya.

Reina merintih kecil di pelukan suaminya, lalu semakin menyandarkan kepala pada dada bidang Abian. “Kamu beneran datang, ya?” suaranya nyaris seperti anak kecil yang ketakutan.

Abian tidak menjawab. Ia hanya membuka pintu mobil, membaringkan Reina perlahan di jok penumpang dan menyelimutinya. Ia menatap wajah Reina yang mulai tenang, meski masih di bawah pengaruh minuman.

Dalam perjalanan pulang, Reina mengigau. “Besok, pura-pura bahagia lagi yah?”

Abian terdiam, tidak merespon tapi tatapannya terlihat sendu. Mobil meluncur dalam keheningan, membawa mereka pulang ke rumah yang megah tapi dingin. Tempat mereka menjalani peran sebagai pasangan yang saling mencintai.

Suara mesin mobil berhenti di halaman rumah yang sunyi. Malam sudah larut, hanya lampu taman yang masih menyala samar. Abian turun lebih dulu, lalu membuka pintu penumpang. Reina masih tertidur setengah sadar, napasnya berat, wajahnya pucat di bawah riasan yang luntur.

Dengan hati-hati, Abian kembali menggendong wanita itu masuk ke dalam rumah. Tangan Reina tanpa sadar mengalung di leher suaminya. Abian hanya menghela napas dan membawanya ke kamar utama.

“Jangan pergi,” gumam Reina lirih.

Sesampainya di kamar, Abian merebahkan Reina di tempat tidur. Reina langsung membuka matanya dan terduduk. Dia membuka sepatu, jaket kulit, lalu mini dress -nya. Kebiasaan yang tidak pernah berubah saat ia mabuk dari dulu.

Kini, hanya pakaian dalam saja yang menjadi pelindung tubuhnya. Tatapan mata Reina terkunci pada manik hazel Abian. Tubuhnya sedikit condong ke depan, rapuh tapi berbahaya dan Abian tahu itu tatapan yang membuatnya tak bisa menolak.

Reina membuka mulutnya, hendak mengatakan sesuatu. “Matamu … masih sama seperti dulu. Panas dan menelanjangiku.”

Tiba-tiba, tangan Reina menyentuh wajah suaminya. Lembut, tanpa keraguan sedikit pun. “Kita nggak seharusnya begini. Kita cuma menikah di atas kertas.”

Abian meraih tangan itu, menahannya di pipi lalu mengecup sekilas. “Aku tahu,” ucapnya pelan. “Malam ini, jangan pikirkan siapa yang benar atau salah.”

.

.

.

~ To Be Continue ~

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Syafitri Wulandari
kalian kenapa? klo saling mencintai bilang haha
goodnovel comment avatar
KiraYume
ruweeeet...hahaha
goodnovel comment avatar
enur .
aq curiga,, sebener ny kalian saling mencintai ,, tapi ego menguasai kalian sendiri ...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • PESONA ISTRI NAKAL CEO   Bab 194. Semua Sudah Bergerak

    Papa Reina menggenggam tangan itu perlahan, penuh kehati-hatian. Jemarinya gemetar, membawa penyesalan yang akhirnya tak bisa lagi ia sembunyikan. Tatapannya jatuh, sarat rasa bersalah yang terlambat disadari.“Boleh, Sayang,” ucap Papa Reina lirih, suaranya penuh kehati-hatian. “Kita jalani pelan-pelan. Papa akan sabar dan ada untukmu.”Ia menatap putrinya dengan mata basah. “Papa ingin mendengar semuanya, setiap luka yang selama ini kamu pendam sendiri.”Reina mengangguk kecil. Air mata kembali jatuh, namun kali ini tidak disertai ketakutan yang melumpuhkan. Ada gemetar di bahunya, ada luka yang masih terbuka, tetapi juga ada keberanian yang baru saja tumbuh.Mama Reina mendekat dan duduk di sisi ranjang, tangannya menyentuh pundak Reina dengan kehangatan yang menenangkan. “Kita keluarga, Nak,” ucapnya lembut. “Luka lama memang tidak bisa hilang seketika, namun kita bisa berjalan bersama, pelan-pelan, sambil saling menjaga.”

  • PESONA ISTRI NAKAL CEO   Bab 193. Belajar Menjadi Keluarga

    Abian menegang seketika, dadanya seolah berhenti berdetak selama satu detik sebelum melangkah maju tanpa ragu. “Apa dia sudah sadar, Dok?” tanyanya cepat, suaranya tertahan di antara harap dan takut.Dokter menatapnya sejenak, lalu menjawab pelan, “Tadi sempat sadar sebentar dan pasien meminta bertemu dengan Tuan Abian. Kondisinya masih lemah, tetapi pendarahan sudah berhasil dikendalikan. Tanda vitalnya mulai stabil, jadi Anda boleh masuk sebentar, bicara padanya, tapi jangan membuatnya terkejut.”Abian melangkah masuk ke ruang tindakan tanpa menoleh ke belakang. Bau antiseptik langsung menyergap inderanya, menusuk hidung dan tenggorokan. Di tengah ruangan, Reina terbaring lemah, wajah pucat, dengan selang dan alat medis menempel di tubuhnya.Langkah Abian melambat saat mendekat, tangannya gemetar saat menggenggam jemari Reina yang dingin. “Maafkan Mas,” bisiknya lirih, suaranya pecah. “Mas terlambat, tapi Mas di sini sekarang. Mas janji, k

  • PESONA ISTRI NAKAL CEO   Bab 192. Amarah Seorang Suami

    “Pa-papa?” gumam Abian, terkejut melihat Papa Reina berdiri di lorong rumah sakit.“Nak Bian, apa yang terjadi pada anak mama, Sayang?” tanya Mama Reina, suaranya bergetar, penuh kecemasan dan kasih sayang.Abian terdiam sejenak, menahan emosi yang mendidih di dadanya. Menatap lelaki paruh baya itu membuat darahnya bergejolak. Jika saja dia tidak mengingat status mertuanya, sudah pasti ia akan meledak tanpa pikir panjang.“Tuan,” gumam Roy di sampingnya, menyadari wajah Abian memerah menahan amarah.“Aku bisa menahannya,” sahut Abian lirih, menatap kedua orang tua istrinya dengan mata yang menahan bara kemarahan.Bodyguard dan Roy merasakan ketegangan itu dengan jelas. Tangan Abian mengepal erat, rahangnya mengeras, setiap tarikan napasnya terasa berat dan tajam. Udara di sekitarnya seolah ikut menegang, siap pecah kapan saja.“Reina mencoba bunuh diri,” ujar Abian pelan, suaranya nyaris seperti peng

  • PESONA ISTRI NAKAL CEO   Bab 191. Saat Dunia Abian Runtuh

    Abian menoleh pada Roy. “Bawa semua data ini ke ruang aman. Jangan biarkan siapa pun mengaksesnya tanpa izinku. Termasuk keluargaku sendiri.”Roy mengangguk tegas. “Siap, Tuan. Semua akan diamankan.”“Gabungkan dengan semua bukti yang sudah kita punya,” lanjut Abian tanpa jeda. “Mulai sekarang, semuanya masuk ke perintah darurat.”“Baik, Tuan,” jawab Roy cepat, ekspresinya berubah lebih serius.Abian mengembuskan napas berat, lalu menatap mereka berdua. Sorot matanya dingin namun penuh tekad. “Kalau Cindy pikir dia bisa menutup semua jejak dan bermain-main dengan nyawa orang, dia salah besar. Aku akan pastikan semuanya tersingkap dengan caraku.”Tidak ada satu pun yang berani menanggapi. Aura Abian berubah tajam, dingin, seperti badai yang baru saja menemukan arah pasti untuk menghantam. Roy hanya mampu menunduk dalam, memahami bahwa sesuatu yang jauh lebih besar baru saja bergerak.Setelah memberikan perintah terakhir, Abian ber

  • PESONA ISTRI NAKAL CEO   Bab 190. Rahasia Keluarga Laurent

    “Aku menemukan sesuatu yang gila,” ujar Arga begitu Abian duduk di hadapannya.Arga mengeluarkan flashdisk dan meletakkannya di hadapan Abian tanpa banyak bicara. Roy maju membawa laptop, namun tetap berdiri menunggu perintah. Suasana ruangan menegang saat keduanya bersiap membuka apa pun isi perangkat kecil itu.“Buka sendiri saja. Aku tidak tahu mantan tunanganmu bisa segila itu,” kata Arga santai, tapi penuh arti.Mendengar sebutan mantan tunangan, Abian langsung tahu ini mengarah pada Cindy. Ia tak perlu menanyakan apa pun, hanya memberi kode halus pada Roy untuk menyambungkan flashdisk itu ke laptop. Gerakannya tenang, tetapi rahangnya mengeras menahan sesuatu yang mulai menggelegak.Layar menyala begitu flashdisk terhubung, menampilkan deretan file video dan dokumen dengan label yang cukup jelas untuk membuat siapa pun menelan ludah. Abian mencondongkan tubuh, pandangannya menyapu setiap nama file seperti memetakan potong

  • PESONA ISTRI NAKAL CEO   Bab 189. Krisis yang Membara

    Salah satu dari mereka langsung bergerak, lututnya menghantam lantai dengan suara cepat, dan tangannya yang dingin serta gemetar menyentuh leher Reina. “Masih ada nadi! Cepat, telepon ambulans!” teriaknya, suara pecah oleh panik.Rekannya segera meraih ponsel, menekan nomor darurat dengan ujung jari yang tak kalah bergetar. “Ini keadaan kritis. Segera kirimkan ambulans ke alamat yang saya kirim. Korban kehilangan banyak darah,” ucapnya, berusaha menjaga suara tetap stabil meski napasnya tersengal.Pria pertama mengangkat tubuh Reina dari bathtub, memeluknya erat agar kepala yang terkulai tidak kembali jatuh. Darah terus merembes dari lukanya, mengalir dan menciptakan pola merah yang cepat melebar di lantai marmer yang dingin. Tubuh Reina terasa semakin ringan, seolah nyawanya mengikis sedikit demi sedikit, membuat pria itu kian kalut saat mencoba menstabilkannya.“Nyonya Reina, tolong bertahan. Bantuan sedang dalam perjalanan,” bisiknya, suaranya serak seo

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status