Home / Rumah Tangga / PESONA ISTRI NAKAL CEO / Bab 06. Reina dan Rencananya

Share

Bab 06. Reina dan Rencananya

Author: Kenzie
last update Last Updated: 2025-08-01 11:00:00

Sementara itu di kamar utama, Reina baru saja keluar dari kamar mandi. Rambutnya masih basah dan tubuh hanya dibalut bathrobe kecil. Ketika ia melihat koper-kopernya masih tertumpuk di sudut ruangan, membuatnya bertanya-tanya.

Reina berjalan ke sisi kiri ranjang dengan ponsel sudah berada di tangan kanannya. Dia melihat jadwal sang kekasih yang menunjukkan bahwa Raka sedang berjaga di rumah sakit. Sore ini dia akan datang berkunjung. Bagi Reina, Raka adalah tempatnya melarikan diri dari dunia nyata.

“Tumben nomornya tidak aktif?” monolog Reina saat dua panggilannya mengarah pada jawaban operator.

Kini Reina sudah berganti pakaian. Mini dress warna biru dengan corak bunga Daisy. Rambutnya dibiarkan terurai setelah menyisirnya rapi.

Reina keluar dan menuju kamar tamu. Namun, saat ia hendak membuka pintunya, pintu itu tak mau terbuka. Kesal, Reina turun ke lantai bawah untuk mencari keberadaan bu Mar.

“Bu Mar, itu pintu kamar tamu kenapa tidak bisa dibuka yah?” tanya Reina.

“Aden udah bilang kalau nyonya akan tidur di kamar tamu. Namun, kamar tamu sedang dikunci. Kuncinya dipegang sama Nyonya Besar,” jawab bu Mar penuh penyesalan.

“Bunda Abian?” Reina memastikan.

Bu Mar mengangguk. “Iya. Katanya biar kalian bisa membangun chemistry lebih cepat.”

Reina terdiam. Rasa panas menjalar ke ubun-ubunnya. Giginya bergemeletuk menahan emosi. “Makan siangnya sudah siap, Bu?” tanyanya.

“Sudah, Nyonya. Mau saya hi—”

“Tidak perlu, biar saya bawa ke ruang kerja Abian,” potong Reina cepat. Dia harus segera membicarakan hal ini pada Abian.

Reina masuk ke ruang kerja Abian dan meletakkan nampan berisi makan siang mereka di atas meja. Dia duduk menantang di sofa, menunggu respon suaminya. 30 detik, dua menit, 10 menit tidak ada respon dari Abian, membuat amarah yang sejak tadi ia tahan meledak.

“Kamu tidak buta, ‘kan? Kemari dan makan ini!” perintah Reina.

“Aku tidak makan siang, Rei,” balas Abian santai dan masih fokus dengan pekerjaannya.

“Kalau begitu aku akan membuang semua stok kopi bahkan di kantormu sekalipun,” ancam Reina yang sangat tahu betul akan kelemahan suaminya.

Abian mendongak, menatap tajam Reina, seolah dengan tatapan itu mereka berdua bisa saling berkomunikasi. “Berani kamu me—”

“Aku tidak takut. Bahkan, detik ini juga aku bisa melakukannya,” potong Reina cepat.

Abian tahu Reina tidak akan pernah main-main dengan ucapannya. Dia juga tahu istrinya itu pasti sedang melampiaskan amarah ke arahnya perihal kamar tamu. Tadi, bu Mar sudah mengatakan padanya bahwa kamar tamu dikunci oleh bundanya.

“Kamu menang.” Abian beranjak dari kursi kerjanya dan berjalan mendekati Reina yang duduk di sofa.

Keduanya akhirnya makan siang bersama dalam diam. Tidak ada yang memulai pembicaraan bahkan saat makanan mereka habis, Reina segera membereskannya, keluar tanpa sepatah kata dan tidak kembali lagi.

Tak butuh waktu lama, Reina sudah berganti pakaian. Mini dress hitam tanpa lengan dengan leather jacket cropped dan sepatu boots tinggi. Rambut panjang diikat seperti ekor kuda. Reina berjalan cepat melewati ruang tengah tanpa menyapa siapa pun.

Abian baru saja keluar dari ruang kerja saat Reina melintas. “Rei, mau ke mana?”

“Urusan pribadi. Ingat kesepakatan kita? Aku nggak ikut campur urusanmu, dan kamu jangan ganggu hidupku,” jawab Reina lalu melenggang pergi tanpa memedulikan Abian lagi.

*****

Rumah sakit tempat Raka bekerja tampak tenang sore itu. Reina masuk dengan langkah mantap, melewati lorong yang sudah ia kenal dengan baik. Ia menyapa beberapa perawat yang mengangguk hormat kepadanya.

“Permisi, saya cari dokter Raka. Jadwal malam ini, kan?” tanya Reina kepada suster jaga di resepsionis.

Suster itu terlihat bingung sejenak. Ia membuka jadwal dokter lalu berkata, “Maaf, Dokter Raka tidak ada jadwal malam ini. Hari ini beliau off.”

Reina mengerutkan alis. “Nggak mungkin. Dia selalu mengirim jadwal terbarunya dan hari ini dia ada jaga malam. Kalaupun ada perubahan jadwal, dia selalu memberitahu aku.”

“Kalau tidak percaya, Anda bisa cek langsung ke ruangan dokter Raka. Data kami selalu real time. Mungkin dokter Raka lupa memberitahu,” jawab suster dengan keyakinan penuh.

Dengan kekecewaan yang mulai menggerogoti hatinya, Reina tersenyum pahit. “Nggak usah. Terima kasih, ya.”

Reina keluar dari rumah sakit dan langit mulai berubah jingga. Perasaan dikhianati menyelinap pelan, seperti duri-duri kecil yang menyayat pelan tapi dalam. “Bahkan kamu bohong juga, Raka,” bisiknya pelan.

Ia menyalakan mobil dan memutar stir menuju tempat satu-satunya yang selalu membuatnya merasa hidup. Rumah kedua bagi Reina, yaitu klub malam. Kebetulan teman-temannya sudah berada di sana sejak tadi sore, di tempat yang sama tidak pernah berubah.

Lampu neon yang berkedip, dentuman musik yang keras dan aroma alkohol, serta parfum mahal menyambut Reina. Beberapa orang yang mengenalnya, menyapa hangat atau menggoda genit. Namun, wanita itu hanya melemparkan senyum tipis, tak lebih.

Reina duduk di bar, bersama teman-temannya yang telah menunggu sejak tadi. “Tequila lime shot. Malam ini aku yang bayar,” ucapnya.

Sorakan langsung terdengar dari teman-temannya. Malam ini, dia ingin menikmati rumahnya yang bebas karena rumah tempatnya pulang tak bisa dihubungi. Reina tersenyum miris mengingat Raka yang seharian ini tidak bisa dihubungi sama sekali.

Kepalanya begitu berisik. Bahkan dalam pelarian seperti ini, wajah Abian masih menari-nari dalam benaknya. Ketegasan dalam bicara dan tatapan tajam laki-laki itu saat memperhatikannya. Entah kenapa, daripada merasa jijik, ia malah merasa tertantang.

“Kalau memang harus hidup bersamanya ….” Reina menatap gelas kosongnya. Kali ini bukan alkohol yang membakar tenggorokannya, melainkan niat yang baru lahir.

Seringai tipis terbit di bibir tipisnya. “Kalalu begitu, mari buat dia menyesal … dengan caraku.” 

.

.

.

~ To Be Continue ~

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Wei Yun
Reina yang 'melarikan diri'
goodnovel comment avatar
Syafitri Wulandari
mau ngapain Reina?
goodnovel comment avatar
KiraYume
bikin penasaran aja si Reina
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • PESONA ISTRI NAKAL CEO   Bab 143. Aku Harus Bagaimana?

    Ruang konseling itu terasa hangat dan tenang, seolah menenangkan siapa pun yang memasukinya. Aroma lavender lembut mengisi udara, membuat dada Reina sedikit lebih rileks. Ia duduk di sofa abu muda dengan tangan yang masih digenggam Abian, mencoba menenangkan diri. Di hadapan mereka, psikiater wanita paruh baya tersenyum ramah sambil mencatat sesuatu di tabletnya.“Selamat datang, Nyonya Reina. Terima kasih sudah datang hari ini,” ucap sang psikiater dengan nada lembut.Reina hanya mengangguk pelan, matanya menatap lantai sebelum akhirnya beralih ke wajah wanita itu. “Saya… belum tahu harus mulai dari mana,” ujarnya jujur, suaranya sedikit bergetar.“Tidak apa-apa,” jawab sang psikiater tenang. “Kita mulai dari hal yang membuat Anda paling tidak nyaman. Tidak harus semuanya langsung hari ini. Perlahan saja.”Abian menatap Reina dengan penuh dukungan, sorot matanya lembut dan tenang. Ibu jarinya bergerak perlahan di punggung tang

  • PESONA ISTRI NAKAL CEO   Bab 142. Hening yang Hangat

    Matahari sore perlahan tenggelam di balik deretan gedung tinggi, meninggalkan semburat jingga yang mulai meredup di langit kota. Lampu jalan menyala satu per satu, memantulkan cahaya hangat di kaca mobil yang bergetar halus mengikuti ritme jalan. Reina membuka mata perlahan, masih dibalut kantuk dan sisa lelah perjalanan. Menyadari kepalanya bersandar di bahu Abian, ia cepat menegakkan duduk, merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.Abian menoleh sekilas dan tersenyum kecil. “Tidur aja kalau masih ngantuk,” ucapnya pelan.Namun, Reina hanya menggeleng pelan, pandangannya menerobos kaca jendela yang dipenuhi pantulan senja. Bayangan gedung dan cahaya lampu kota berpadu, menimbulkan kesan samar di matanya yang tampak sendu. Ingatannya kembali berputar pada makam yang baru mereka kunjungi, membawa kenangan lama yang perlahan muncul ke permukaan.Begitu mobil berhenti di depan rumah, Abian sempat menepuk pelan bahu Reina yang ternyata tertidur bersand

  • PESONA ISTRI NAKAL CEO   Bab 141. Keberanian yang Tertunda

    Abian mengulang pertanyaannya pelan. “Mau ke mana, Sayang?” Suaranya lembut, mencoba menembus hening yang masih menggantung di antara mereka.Reina menatap tangannya sendiri, jemarinya saling menggenggam seolah takut melepaskan sesuatu. “Ke rumah baru Mama.”Abian tidak langsung menjawab. Ia tahu apa yang dimaksud Reina bukan rumah dalam arti sebenarnya. “Makamnya?” tanyanya pelan.Reina mengangguk tanpa menatap. “Aku belum pernah ke sana lagi sejak Mama meninggal. Udah tujuh belas tahun.”Suara itu bergetar halus. Abian mengulurkan tangannya, menyentuh bahu Reina pelan. “Kalau kamu yakin kuat, aku antar sekarang.”Reina mengangguk lagi, kali ini dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Abian putar arah saat Reina menyebutkan salah satu nama pemakaman elit. Perjalanan menuju makam berlangsung dalam diam.Jalanan pagi menjelang siang itu sepi, langit berwarna pucat dengan awan bergerak lambat. Reina menatap keluar jendela, matanya ses

  • PESONA ISTRI NAKAL CEO   Bab 140. Pulang

    Cahaya pagi menembus tirai tipis kamar rumah sakit, membentuk pola lembut di lantai dan di wajah Abian yang tertidur di kursi. Kemeja yang sama sejak kemarin masih melekat di tubuhnya, dengan lengan tergulung dan rambut yang sedikit berantakan. Namun di balik kelelahan itu, ada ketenangan yang membuat Reina terdiam lama. Senyum kecil muncul di bibirnya tanpa sadar karena untuk pertama kalinya, ia merasa benar-benar aman.Ia mengulurkan tangan pelan, menyentuh jemari Abian yang terkulai di tepi ranjang. Sentuhan kecil itu cukup membuat pria itu tergerak. Abian mengangkat kepala, mata hazelnya langsung bertemu pandangan Reina. Seketika seluruh kelelahan di wajahnya menguap.“Kamu udah bangun?” suaranya serak, tapi lembut.Reina mengangguk pelan. “Iya. Kamu mau tidur lagi?”Abian tersenyum samar, lalu menggeleng. Begitu jam dinding menunjukkan pukul 09:00 am, ia segera menatap istrinya. “Dokternya sudah datang?” tanyanya.Reina mengangguk pe

  • PESONA ISTRI NAKAL CEO   Bab 139. Di Antara Napas yang Tenang

    Reina membuka mata perlahan, kelopak matanya terasa berat seolah baru terlepas dari mimpi panjang. Pandangannya masih kabur, hanya siluet samar cahaya lampu yang menembus kelopak matanya. Ruangan di sekitarnya terasa asing, terlalu tenang untuk disebut nyaman. Ada sesuatu di udara yang membuat dadanya sesak, jantungnya berdetak tak beraturan, sementara pikirannya masih berusaha memahami di mana ia berada.Dengan sisa tenaga, ia menggerakkan tangan pelan, berusaha memastikan dirinya masih ada di dunia nyata. Pandangannya berhenti pada sosok Abian yang duduk di samping ranjang, diam, nyaris tanpa gerak. Dalam hening itu, Reina tahu tatapan Abian bukan sekadar cemas, ada sesuatu yang lebih dalam, seperti janji yang belum sempat terucap.“Abian,” panggilnya pelan, nyaris hanya berupa bisikan.Suara itu terdengar rapuh, tapi cukup untuk mengguncang dunia kecil di antara mereka. Abian sontak menegakkan tubuh, sorot matanya membulat tidak percaya, seolah tidak ya

  • PESONA ISTRI NAKAL CEO   Bab 138. Bayangan di Balik Pintu

    Arga terdiam sejenak, menatap wajah Abian yang tegang. Ia tahu pertanyaan itu bukan sekadar rasa ingin tahu, tapi luapan emosi yang sulit disembunyikan. Pandangannya beralih ke Reina yang masih terbaring lemah di ranjang, wajahnya pucat, bibirnya kering, napasnya pelan namun tidak teratur.“Ya,” jawab Arga akhirnya, pelan tapi tegas. “Aku tahu sedikit tentang traumanya.”Abian mengepalkan tangan di sisi tubuhnya, berusaha menahan diri agar tidak meledak. “Dan kamu tidak berpikir untuk memberitahuku?” suaranya datar, tapi tajam, seolah menuntut jawaban panjang yang tak ia dapatkan.Arga menarik napas dalam, menahan gemuruh emosinya sendiri. “Karena bukan tempatku untuk bercerita, Abian,” ujarnya dengan nada hati-hati. “Reina sendiri yang memutuskan menutup masa lalunya. Aku cuma menghormati itu.”Jawaban itu membuat dada Abian sesak. Ia tahu Arga tidak salah, tapi hatinya menolak menerima kenyataan. Ada bagian dari dirinya yang terganggu karena ora

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status