“Cukup.”
Suara bariton itu memotong tawa kecil dan bisik-bisik yang terjadi. Semua kepala menoleh. Abian berdiri di tengah ruangan, setelan jasnya rapi. Tatapannya tajam, tapi wajahnya tenang.“Jangan terlalu keras sama dia,” lanjutnya sambil melangkah mendekat, berdiri di samping Reina. Nada suaranya seperti pelindung, tapi setiap kata adalah belati yang disembunyikan.Reina menatapnya sekejap, harapan kecil muncul. “Akhirnya,” batinnya.Abian menatap Reina yang sejak tadi hanya diam saja. “Dia memang belum memenuhi standar, tapi aku tahu sejak awal siapa yang aku nikahi,” ucapnya dengan suara rendah, tapi tegas.“Dia memang belum sempurna,” lanjutnya, suaranya rendah tapi terdengar oleh semua tamu di sekitar meja. “Namun aku sudah memilihnya. Aku yakin bisa mengubahnya.”Tante Ratna tersenyum puas, Bagas mengangguk setuju. Cindy menunduk, menutupi bibirnya dengan tangan, tapi matanya berbinar, seng“Cukup.”Suara bariton itu memotong tawa kecil dan bisik-bisik yang terjadi. Semua kepala menoleh. Abian berdiri di tengah ruangan, setelan jasnya rapi. Tatapannya tajam, tapi wajahnya tenang.“Jangan terlalu keras sama dia,” lanjutnya sambil melangkah mendekat, berdiri di samping Reina. Nada suaranya seperti pelindung, tapi setiap kata adalah belati yang disembunyikan.Reina menatapnya sekejap, harapan kecil muncul. “Akhirnya,” batinnya.Abian menatap Reina yang sejak tadi hanya diam saja. “Dia memang belum memenuhi standar, tapi aku tahu sejak awal siapa yang aku nikahi,” ucapnya dengan suara rendah, tapi tegas.“Dia memang belum sempurna,” lanjutnya, suaranya rendah tapi terdengar oleh semua tamu di sekitar meja. “Namun aku sudah memilihnya. Aku yakin bisa mengubahnya.”Tante Ratna tersenyum puas, Bagas mengangguk setuju. Cindy menunduk, menutupi bibirnya dengan tangan, tapi matanya berbinar, seng
“Abian, kenapa tidak membawa Reina ke acara keluarga besar lusa ini?” tanya Bunda, menyesap teh matcha yang dibuat bu Mar.Setelah sarapan pagi selesai, bunda dan ayah Abian memilih untuk tinggal lebih lama lagi di rumah anaknya. Mereka ingin menghabiskan waktu bersama anak dan menantunya. Karena beberapa bulan belakangan ini, sang Ayah sibuk perjalanan bisnis.Abian menatap bundanya. “Bunda, acara itu kan—”“Justru karena itu kamu harus membawa Reina. Sebagian keluarga besar kita tidak tahu dengan menantu cantik bunda ini.” Nada suara bunda begitu tegas, membuat Abian tak bisa menyanggahnya.Reina yang menyadarinya, memutar otak untuk menolak ajakan bunda Abian. Jika dia datang, pernikahan palsu ini akan terbongkar. Namun, sebelum dia menjawab, Bunda lebih dulu mengajukan permohonan.“Kamu mau ikut kan, Nak?” Bunda menatap Reina dengan tatapan memohon dan penuh harap.Reina tersenyum tipis, dia tida
Raka memarkir mobil di depan lobi apartemen Reina. “Kamu yakin nggak mau aku antar sampai depan pintu?” tanyanya.Reina menggeleng, memeluk lukisan rumah kayu pemberian lelaki di sampingnya. “Nggak perlu, sudah malam juga. Aku kembali sekarang.”Raka menghentikan pergerakan Reina yang hendak keluar dari mobil. “Sayang, kalau ada apa-apa, kabari aku ya. Apa pun itu.”Reina menganggukkan kepalanya. “Iya, Sayang. Terima kasih untuk malam ini.”Masih dengan senyum manisnya, Reina menunggu sampai mobil Raka menghilang dari pandangannya. Setelah itu, ia mengeluarkan ponsel dan menghubungi Jay.“Datang ke apartemenku sekarang. Aku ingin kamu menyelidiki sesuatu,” perintahnya mutlak.“Baik, Nona,” jawab Jay di seberang sana.Tak sampai 20 menit, Jay sudah berdiri di ruang tamu apartemennya. Reina menyerahkan kertas itu dengan hati-hati, seperti menyodorkan bukti kejahatan. “Aku mau kamu telusur
“Nona,” panggil Jay setelah ruang rapat utama hanya tinggal dirinya dan sang Nona. “Kalau kamu ingin membela mereka, mending keluar saja! Aku sudah memberikan pendapat berdasarkan data dan analisis kamu. Aku juga tidak melibatkan urusan pribadi dalam pendapat tadi,” sungut Reina masih kesal pasca pembahasan rapat barusan. Jay menunduk dan tersenyum. “Saya tahu, Nona. Masalahnya, ada laporan penting yang harus saya sampaikan.” Reina langsung menolehkan kepalanya pada Jay. Tatapannya tiba-tiba berubah waspada. “Apa?” “Barusan saya mendapat kabar dari orang kita di jaringan. Ada seseorang yang sedang berusaha mencari tahu tentang identitas Anda. Sepertinya dia cukup serius, bukan sekadar penasaran biasa.” Reina bersandar di kursinya, menyilangkan kaki. “Siapa?” “Kami belum bisa pastikan, tapi polanya menunjukkan kalau dia punya sumber daya besar. Bukan orang sembarang
Tatapan Cindy mengunci wajah Abian terlalu lama. “Kenapa kamu begitu memperhatikan dia?” suara Cindy terdengar tajam, memecah sunyi di ruangan kerja Abian.“Aku selalu memperhatikan semua orang,” jawab Abian datar, tidak menoleh.Jawaban itu bukannya meredakan kecurigaan, malah menyalakan bara di dada Cindy. Dia bisa membaca bahasa tubuh dan Abian jelas berbeda ketika bersama Reina. Ada cara dia memandang, ada nada yang hanya keluar ketika berbicara dengannya.“Jadi, kamu tidak akan bilang kalau … dia spesial?” Cindy mencoba memancing.Abian akhirnya menatap, pandangan dinginnya menusuk. “Kalau kamu mau berasumsi, silakan. Asal jangan bawa-bawa Reina dalam drama kamu.”Tangan Cindy mengepal. Jadi benar, ada sesuatu di antara tunangannya dan Reina. Dia menahan senyum tipis yang penuh amarah, lalu berdiri, menyampirkan tas di bahunya.“Baiklah, Abian. Kita lihat siapa yang lebih pintar di permainan ini
Alih-alih kaget atau marah, Reina justru tersenyum tipis. Bukan senyum ramah, lebih seperti senyum kucing yang baru menemukan tikus bermain di terasnya. Abian berdiri, Cindy ikut bangkit tapi masih berdiri dekat dengannya. “Reina, ini—” “Tolong jangan jelaskan. Aku cukup mampu melihatnya sendiri,” potong Reina, suaranya bergetar namun matanya dingin. Cindy melipat tangan di dada, menatap Reina dengan tatapan penuh kemenangan. “Kamu seharusnya menelepon dulu sebelum datang. Setidaknya kita bisa mempersiapkan diri lebih dulu. Mungkin dengan begitu, kamu tidak akan kaget.” Senyum tipis menghiasi bibir Reina ketika mendengar perkataan Cindy. Ia mendekat dengan ritme pelan. Kemudian meletakkan tas bekal di atas meja Abian. Reina menyandarkan tubuhnya ke permukaan meja. Bahunya miring, pinggulnya terangkat sedikit, pose yang terlihat santai tapi menguasai perma