Share

BERTEMU MANTAN!

"Jadi, kamu enggak mau bantuin aku?" tanya Maira dengan wajah yang serius.

"Perjanjian kita itu, kalau ada hal yang enggak terlalu penting, skip aja, menurut gue, pertemuan itu enggak penting, ntar kalau ada yang tahu kita cuma pura-pura, gimana? Lu mau tanggung jawab?!"

"Kita itu diundang ke rumah, bukan di sebuah tempat umum, enggak mungkinlah sampai bikin kita ketahuan!"

Maira berusaha untuk membujuk Moreno agar Moreno mau membantunya untuk ikut ke undangan makan malam yang dilakukan oleh sang bos.

"Itu kata lu, kalau kata gue itu bakal bikin sesuatu yang ribet, bahaya!"

"Reno, please. Ini demi impian aku, kalau kita enggak datang, promosi jabatan itu enggak akan dibahas, aku gagal dapat rekomendasi."

"Terus?"

"Buat aku promosi jabatan itu penting, Reno, aku punya adik yang masih sekolah, dia butuh biaya, rumah orang tuaku juga sudah terlalu kumuh dan tidak layak untuk ditinggali, kalau -"

"Udah-udah! Males gue kalau denger cewek merengek macam lu ini! Bikin pusing! Jam berapa emang? Gue juga ada acara ketemu sama ketua gangster di daerah selatan!"

Maira memajukan bibirnya mendengar omelan Moreno.

Namun, ia senang karena Moreno akhirnya mengiyakan permohonannya meskipun dengan wajah yang terlihat sangat terpaksa, Maira masa bodoh, toh yang penting pria itu datang bersamanya.

"Jam 7 malam, bisa?"

"Ya, udah! Tapi, cuma sebentar, awas aja pake acara dansa dan lain sebagainya, ogah gue!"

"Siapa juga yang mau dansa sama kamu? Ini undangan makan malam, bukan pesta dansa!"

"Ya, biasanya orang kaya itu, pasti ada adegan gituan meskipun cuma makan malam, ribet!"

"Kamu kok tahu banget tentang kebiasaan orang kaya? Kamu anak orang kaya?"

"Gue pembalap, bukan pebisnis!"

"Maksud aku, orang tua kamu?"

"Ngapain nanya-nanya? Lu itu bukan wanita yang gue sukai, jadi enggak perlu lah bersikap seperti wanita yang gue sukai, enggak perlu juga lu tau keluarga gue!"

"Iya, aku tahu. Aku juga enggak suka kok, sama kamu, kamu itu banyak mulut, sakit kuping aku denger omelan kamu, kalau kamu suami aku beneran bisa darah tinggi aku jadinya."

Moreno tertawa sinis mendengar ucapan Maira.

"Jangan ngarep gue jadi suami lu beneran, itu enggak akan pernah terjadi!"

"Bagus dong, aku juga enggak pernah mikir kalau aku nikah beneran sama kamu kok, ohya, soal kebiasaan kamu yang balapan dan gangster segala, kamu itu gaul sama anak berandalan?"

"Nona Maira, dalam kontrak pernikahan kita, satu sama lain dilarang ikut campur dalam masalah pribadi masing-masing, asal bukan kepentingan, lu enggak berhak banyak tau soal itu, paham?"

Ultimatum terakhir Moreno pada Maira, sebelum pria itu berlalu dari hadapan Maira, dan Maira hanya geleng-geleng kepala seraya menatapi tubuh tinggi itu yang pergi meninggalkannya.

Moreno tidak langsung pulang ke rumah, ia mampir ke rumah sakit untuk menengok kakeknya.

Menurut ibunya, kondisi kakeknya belum juga membaik, hingga pemuda itu akhirnya menyempatkan diri untuk menengok.

"Anak nakal!" kata sang kakek ketika tahu yang masuk ke dalam ruangan rawat inapnya itu adalah sang cucu.

Moreno duduk di tepi pembaringan sang kakek dan menatap kakeknya yang terlihat tidak suka saat melihat ke arahnya.

"Gimana keadaan Kakek?"

"Memangnya sekarang Kakek baik?"

"Kakek bisa mengumpat dengan kencang, artinya sudah semakin sehat."

"Kamu bikin Kakek sakit hati, Reno!"

"Maaf, tapi ini bukan zaman Siti Nurbaya, Kek, ngapain main jodoh-jodohan? Ogah banget aku kalau nikah hasil perjodohan!"

"Semenjak kamu putus dengan Mitha, Kakek melihat kamu tidak terarah, Reno, kuliah juga berantakan, kamu itu anak tunggal Marvel Marcellino Maurer, di mana tanggung jawab kamu sebagai anak tunggal? Tidak kasihan sama ayah kamu?"

"Kakek sudah tahu tentang papi?"

"Ya."

"Kenapa Kakek enggak ngomong sama aku tentang kondisi papi?"

"Ayahmu tidak mau kamu banyak berpikir, tapi sekarang ini kondisinya makin serius, jadi sudahlah, sembuhkan luka hatimu, benahi hidupmu, pria itu tidak boleh terpuruk terus menerus."

Moreno ingin merespon nasihat bijak sang kakek, tapi seseorang membuka pintu ruang rawat inap, dan masuk ke dalam dengan masker menutup separuh wajahnya.

"Mitha, kenapa kamu ada di sini?"

Saat tahu, yang baru masuk itu adalah sang mantan, Moreno tidak bisa menahan rasa terkejutnya, begitu juga wanita yang memakai masker dan berjilbab putih itu pula, ikut terkejut ketika melihat Moreno ada di ruangan tersebut.

"Dia memang sering datang ke sini untuk membuat pikiran kakek tenang...."

Yang menjawab pertanyaan Moreno adalah sang kakek, dan Moreno hanya ternganga.

"Aku sering tugas di sini, ada yayasan peduli leukimia di rumah sakit ini, ngomong-ngomong, kamu baru nengok kakek kamu? Aku kembali nanti aja, kalian ngobrol saja, ya?"

Mitha berbalik, setelah menyapa kakek Moreno dengan sopan. Moreno ingin mencegah, tapi sang kakek menahan.

"Jangan marah padanya, Kakek yang menemukan dia di sini, dan ingin dia datang ke sini, untuk menemani Kakek ngobrol."

"Kek! Dia itu -"

"Kakek tahu, kamu masih marah padanya, tapi Kakek tahu, dia tidak sepenuhnya bersalah, Reno. Hubungan kalian berakhir karena kamu tidak pernah menunjukkan bahwa kamu bisa diandalkan, seperti sekarang, bagaimana caramu menjalani hidup?"

"Semua itu butuh proses, Kek! Ya, kali aku ketemu ayah dia terus aku disuruh ngapalin surah sampai hafal! Jadi imam lagi, mana sanggup aku, tapi bukan berarti aku enggak serius sama dia, aku serius!"

"Umur kamu lebih muda dari dia, sikap kamu kekanakan, dia sudah menoleransi semua itu, tapi kamu tidak bisa mengimbangi dia, wanita itu ingin kepastian, kalau kamu memacari anak orang, tapi tidak berani menemui orang tuanya, artinya kamu -"

"Aku serius sama dia! Cuma butuh waktu untuk berubah!"

"Lalu, kenapa kamu melarikan diri saat dibawa bertemu dengan ayahnya?"

"Itu karena ayahnya itu minta aku jadi imam!"

"Memangnya kamu tidak bisa?"

Moreno menggeleng.

"Apa?"

Sang kakek nyaris shock mendengar pengakuan sang cucu.

"Waktu itu bacaan Al Fatihah aku kurang bagus, aku enggak percaya diri jadi imam di rumah mereka."

"Al Fatihah saja kamu tidak becus membacanya, bagaimana cara kamu shalat, Renooooo!"

Pria tua yang masih menyisakan kegagahan di wajahnya tersebut terlihat sangat terkejut tatkala mendengar pengakuan jujur sang cucu.

Tangannya yang diinfus, ingin menjewer telinga cucunya tapi Moreno spontan menghindar.

"Dulu aku enggak pernah shalat memang, aku kadang bohong sama papi kalau aku jumatan padahal enggak, tapi itu dulu, sekarang aku berubah, Kek! Suer!!"

Sang kakek mengucapkan istighfar berkali-kali, agar hatinya tidak terpancing amarah lantaran mendengar kembali pengakuan jujur sang cucu.

"Kek, ayolah, lupakan itu, sekarang Kakek enggak usah terlalu minta perhatian sama dia, aku sama dia itu sudah putus."

"Putus bisa disambung kembali, bukan?"

"Apa?"

"Ya, wanita yang tadinya ingin Kakek jodohkan sama kamu itu sebenarnya dia, Kakek lihat dia masih sendiri, tangannya tidak memakai cincin kawin, berarti belum menikah, tapi kamu ternyata sudah menikah di luar, siapa yang tidak kecewa?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status