Share

BAB 31.

Author: QIEV
last update Last Updated: 2025-07-16 15:47:30

Setelah kepergian Qale, ruangan itu sunyi. Hasan masih diam. Otaknya riuh berpikir mengapa ini terjadi? Dan Lea terlibat?

Kedatangan polisi ke ruangan itu membuat semua mata mengilat dengan kekuatiran masing-masing.

Namun, polisi mengatakan mereka boleh pulang. Tidak diperkenankan melakukan perjalanan ke luar kota dalam waktu 1 bulan ke depan.

Surat tahanan kota pun disodorkan pada ketiganya. Hasan tak bersuara. Dia hanya menerima, mengangguk pelan lalu berjalan keluar ruangan dengan gontai.

Sementara Lea dan Deni, dituntun Mbak Mun yang menyusul mereka.

Sesampainya di rumah pun, mereka masuk ke kamar masing-masing. Hasan langsung rubuh tepat saat pintu kamarnya tertutup.

Dia membekap mulutnya agar tangis itu tidak terdengar siapapun.

"Rahayu!" cicitnya pilu, memukul dadanya sendiri. "Inikah maksud suratmu, ketakutanmu terhadap keselamatan Lesa?"

"Ayah macam apa aku? Tidak peka dengan anak-anakku sendiri." Hasan tergugu, air matanya deras membanjiri pipi. "Aku sampai mengubah Lesa men
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • PESONA SUAMIKU YANG TAK PERNAH MEMILIHKU    BAB 52.

    Glek. Qale kesulitan menelan coklat panasnya, tenggorokan mendadak tercekat. Entah karena gugup ditatap Wafa setelah membaca sebuah nama tadi, atau karena dia sedang menjadi topik pembicaraan.Meski obrolan Wafa tak terdengar. Kalimat ~lagi sama dia, yang diucap ringan, tapi sukses bikin wajah Qale merona.Qale pura-pura sibuk mengecek ponselnya. Gelas cokelat hangat di tangannya sudah tak beruap, tapi ia tetap menyeruput, sekadar punya alasan menunduk.Bakar tiba-tiba bersuara, memecah hening yang menggantung. “Dia itu … saya, ya?” tanyanya sambil menunjuk dada sendiri, ekspresi penuh harapan yang jelas dibuat-buat.Qale menoleh cepat, menatapnya dengan tatapan datar. “Masa?” sahutnya ragu.Ria yang sejak tadi mengatur onbitjkoek dan croissant di etalase langsung cekikikan. “Pede amat sih, Pak Kayu.”Wafa tanpa mengubah ekspresi, memutar kursi rodanya pelan menuju meja pojok. Obrolan dengan seseorang di telepon membuatnya harus menepi. “Ngode,” gumam Bakar lirih tapi cukup keras un

  • PESONA SUAMIKU YANG TAK PERNAH MEMILIHKU    BAB 51.

    Qale masuk ke toko dengan wajah muram. Dia masih tidak mengerti mengapa sikap Wafa berubah padanya.Ria datang lebih awal, langsung memekik senang melihat dekorasi toko pagi ini. Pita emas dan coklat mendominasi. Ada yang menjuntai, diikat dengan balon senada di salah satu dinding. Juga sebagian kecil menggantung di tengah ruangan.Hiasan rempah di etalase menjadi ciri khas bahan tambahan onbitjkoek, menguatkan vibes kue ini. Parcel dengan wadah kaca, di meja kasir menjadi contoh bahwa onbitjkoek mereka cocok dan elegan untuk hantaran."Keren!" kata Ria kagum. "Siapa yang dekor, Kak?" tanyanya pada Qale.Qalesya tersenyum tipis, "Kak Wafa. Meja itu, menurutmu apa yang kurang?" ujar Qale menunjuk ke bagian sudut kasir.Ria menoleh. "Eeh, semua dah lengkap. Ehm, sisa kartu nama aja," ucapnya. "Ada tester, kue utuh di tray, vas bunga lucu ... Kak Wafa emang cool," sambungnya."Katanya itu ide Elan?" Gadis itu mendongak. "Elan cuma minta ada meja center poin aja kok. Yang siapin alatnya

  • PESONA SUAMIKU YANG TAK PERNAH MEMILIHKU    BAB 50.

    Qale kembali ke belakang hanya mengambil ponsel, tanpa menyapa Wafa. Dia langsung masuk ke kamar dan tidak keluar lagi meskipun Wafa memanggilnya untuk makan malam. "Kayaknya Iran kalah, Bos. Di sini dah perang dunia 3," celetuk Bakar melewati Wafa yang mengetuk pintu kamar Qale. "Perang sama kamu, yok!" kesal Wafa. Asprinya ini makin lama makin berani nyeletuk. Bakar menoleh. Tangannya terangkat ke atas. "Ampun, Bos. Saya masih normal ... masa perang pedang-pedangan," katanya diikuti bola mata yang mendelik ke atas. Wafa melotot, Bakar tertawa lepas sambil lalu ke dapur. Akhirnya, Wafa batal makan malam dan masuk ke kamarnya. Dua hari berlalu sejak pemotretan itu. Pagi ini Qale kembali ke rutinitasnya—kuliah, mengurus pesanan, dan membereskan toko Anak Lipat. Seolah tidak terjadi apa-apa. Wafa selalu datang. Menemani. Tapi kini menjadi pendiam. Mereka duduk bersebelahan di toko, Wafa di meja sudut, sementara Qale di kasir. Lagu D'Masiv ~jangan menyerah menemani kesunyian mere

  • PESONA SUAMIKU YANG TAK PERNAH MEMILIHKU    BAB 49.

    Pagi itu, sinar matahari menembus tirai linen jendela kamar yang tidak tertutup semalaman. Wafa terbangun, melihat jam dinding menunjukkan pukul 4 pagi.Dia turun dari ranjang, duduk di kursi rodanya lalu keluar kamar. Ingin melihat Qale, sebelum orang lain melihatnya lebih dulu.Perlahan dia membuka pintu kamar Qlae. Tidak masuk, hanya berhenti di kusen pintu saja. Wafa memandangi istrinya yang meringkuk di ujung ranjang, kepala bersandar pada tumpukan bantal, tangan masih memeluk buku resep tipis.Wafa menatap lama. Ada damai yang menenangkan hati. “Pulas ... imut banget, sih,” gumamnya pelan.Dia perlahan mendekat, menarik selimut yang melorot, lalu menyentuh ujung rambut, menyingkirkannya karena menutupi pipi sang istri."Pagi, Sya," bisiknya sambil menowel pipi Qale sebelum keluar kamar.Cahaya pagi masuk lewat celah tirai ruang tengah, berpendar lembut hingga ke ruang makan. Aroma kopi memenuhi udara, membuat suasananya jadi hangat.Qale keluar kamar dengan rambut sedikit basah

  • PESONA SUAMIKU YANG TAK PERNAH MEMILIHKU    BAB 48.

    Rumah bercat putih itu berdiri anggun di balik pagar kayu, bergaya Eropa klasik dengan jendela besar dan tirai linen yang tertata rapi. Dua jam dari kota, tapi terasa seperti dunia lain, lebih tenang, lebih jujur.Qale turun lebih dulu, berdiri terpaku di halaman. Baru kali ini dia puas menatap bangunan itu dari luar. Wafa di kursi rodanya menatap istrinya dari sisi mobil.“Masuk, Sya. Angin mulai dingin,” katanya pelan, hampir seperti bisikan angin.Langkah pertama Qale terasa lebih ringan. Rumah itu wangi kayu tua, dengan lukisan kecil di dinding juga bunga gantung di sisi teras.Dia mendorong kursi roda suaminya masuk, mendekati meja bundar dekat jendela di ruang tengah. Di atasnya, ada sebuah map biru dan secangkir teh melati mengepul pelan."Aku pengen kamu lihat ini sebelum kita makan." Wafa meminta Qale duduk sambil mendorong map ke hadapannya.Qale membuka map. Matanya tertumbuk pada serangkaian surat rujukan medis, pengantar dokter, hingga dokumen perjalanan rumah sakit luar

  • PESONA SUAMIKU YANG TAK PERNAH MEMILIHKU    BAB 47.

    Ruang kecil di belakang kantor pengadilan sore itu terasa pengap, meski pendingin ruangan menyala.Hasan duduk di ujung meja, tangannya menggenggam botol air mineral berukuran sedang. Matanya menatap kosong ke depan, ke arah Wafa yang duduk tenang di kursi roda, namun tak menyembunyikan kecemasan.Dua pengacara duduk mendampingi mereka, menjaga kejelasan prosedur. Hening. Tak ada suara selain detak jam dinding.“Tolong ... ceritakan semuanya,” kata Hasan. Suaranya serak, lirih, seperti menggantung beban yang terlalu lama tak diucapkan.Wafa mengangguk. Dia menatap map yang dibawanya, lalu membuka lembar demi lembar dokumen kronologi. Di antara semua yang tertulis, hal paling sulit disampaikan adalah kebenaran yang selama ini dia tahan sendiri.“Malam itu, Qalesya dibujuk anak-anak tetangga untuk main ke halaman belakang,” ujar Wafa pelan. “Lea tahu, dan dia sengaja mengambil boneka kesayangan Sya dari kamar. Ditaruh di dekat kolam...”Hasan mengernyit. “Boneka...,” desahnya berat. Ben

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status