Share

4. CLARA AUDIA SANG MANTAN

Ibu melihat Melodi. "Tapi apa? Bicara itu yang jelas."

Melodi garuk-garuk kepala tidak gatal dengan hati bicara sendiri. "Apa yang harus aku katakan pada Ibu? Aku tidak tega."

Ibu melempar tisu pada putrinya. "Ditanya malah bengong!"

Untuk menghindari pertanyaan Ibu selanjutnya, Melodi buru-buru pergi. "Aku kebelet pipis."

"Dasar bocah, bicara tidak ada jelasnya." Ibu hanya bisa geleng-geleng kepala melihat putrinya masuk ke dalam kamar.

.....

Di tempat lain, lebih tepatnya di depan gedung pencakar langit, Cleon dengan langkah tegas memasuki gedung miliknya, perusahaan besar yang diwariskan kedua orangtuanya, VP Corp.

"Selamat siang Pak." Sekretaris pribadinya langsung datang menyambut ketika Cleon baru saja ke luar dari lift yang hanya dikhususkan untuk dirinya seorang.

"Ada meeting apa hari ini? Kamu mengganggu saja! Apa tidak bisa kamu sendiri yang menangani?!" Cleon terlihat kesal melihat sekretarisnya sambil melangkah menuju ke ruangannya.

Gloria menghela napas, raut wajah Cleon yang sedang kesal membuatnya harus lebih berhati-hati dalam berbicara.

"Di mana David?!" tanya Cleon menanyakan sahabat sekaligus tangan kanannya.

"Saya tidak tahu di mana Pak David. Dari tadi saya coba menghubunginya tidak tersambung, ponselnya mati," jawab Gloria.

Cleon menghempaskan tubuhnya di kursi kebesarannya. "Pasti dia sedang berenang di atas perut wanita."

"Siapa yang sedang berenang di atas perut wanita?" Orang yang dibicarakan tiba-tiba masuk, David.

Cleon melihat David. "Darimana loe?! Gue pecat baru tahu rasa loe! Masuk kantor seenak perutmu!"

"Silahkan pecat kalau berani!" Tantang David. "Semua rahasia loe ada di tangan gue."

"Loe ngancam gue?!"

"He-he-he. Terserah loe mau menilainya apa." David langsung duduk di sofa yang ada di sudut ruangan.

"Jam berapa kita meeting?" tanya Cleon melihat Gloria.

"Sebentar lagi Pak." Gloria melihat jam tangannya.

"Siapkan semua berkasnya! Jangan sampai ada yang tertinggal!"

"Iya Pak." Gloria segera pergi dari ruangan Bosnya.

Cleon mendekati David. "Darimana saja loe? Kerja kabur mulu!"

"Habis olahraga gue."

Cleon langsung duduk disebelah David. "Olahraga Mbahmu! Cewek mana yang loe tiduri?!"

"Cewek yang semalam," jawab David tersenyum mesum.

Cleon mengernyitkan alisnya. "Gila loe! Gue pikir kagak berlanjut ke atas ranjang. Itu cewek bempernya gede banget."

David tertawa terbahak. "Ha-ha-ha. Permainan ranjangnya luar biasa. Gue hampir kewalahan. Gila, gila! Servicenya luar biasa."

"Pantas loe datang ke kantor terlambat ternyata loe terkapar di ranjang. Ha-ha-ha. Kena penyakit kelamin baru tahu rasa loe!"

"Loe pikir gue bego, tidur dengan sembarang cewek! Gue juga pilih-pilih kali," jawab David.

"Baguslah kalau loe tahu itu! Jangan sampai loe terkena penyakit kelamin, masa depanmu bisa terancam." Cleon bangun dari duduknya ketika Gloria masuk.

"Semua sudah siap Pak," ucap Gloria. "Kita ke ruang meeting."

Cleon merapikan penampilannya, begitu juga dengan David. Jika sedang berdua, Cleon dan David memang seorang sahabat yang bisa bicara bebas selayaknya seorang teman, tapi jika sedang bersama orang lain, David harus menjaga wibawa seorang Cleon Helios Lewis karena biar bagaimana pun, Cleon adalah atasannya. Pemilik VP Corp yang tentunya disegani orang banyak yang harus dijaga kharismanya.

....

Ditempat lain, di sebuah kota yang jauh dari Ibukota di dalam apartemen yang tidak begitu mewah. Duduk seorang gadis di depan balkon dengan tangan memegang segelas air putih.

"Selamat siang, sayangku." Seorang pria baru saja datang langsung memeluknya dari belakang.

"Kamu membuatku kaget, Brian." Hanya dengan melihat tangannya, sudah tahu siapa yang memeluknya.

Brian semakin erat memeluk pinggang wanita itu. "Sedang apa di sini? Udara begitu dingin. Nanti kamu sakit, Clara."

Clara melepaskan pelukan Brian, membalikkan tubuhnya, menatap dalam iris mata Brian. "Aku ingin pulang."

Beberapa detik Brian terdiam. "Pulang? Kenapa?"

"Aku tidak betah tinggal di sini," jawab Clara. "Sudah cukup lama kita di sini. Aku rindu kampung halamanku."

Brian terdiam, ditatapnya dalam iris mata wanita yang telah berhasil mencuri hatinya.

"Aku mohon Brian. Kali ini saja, penuhi keinginanku untuk pulang," ucap Clara memelas.

"Bukankah kamu tahu resikonya jika kita pulang?"

"Aku tahu, sangat tahu. Nyawa kita taruhannya," jawab Clara pelan membuang muka. "Tapi keinginanku untuk pulang, jauh lebih besar dari itu semua."

Brian menghela napas. "Apa kamu sudah bosan denganku?"

Clara menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak, aku tidak bosan padamu. Tidak mungkin aku bosan denganmu."

"Lalu? Kenapa kamu ingin pulang?! Padahal kamu tahu resikonya apa, jika kita menginjakkan kaki di kota yang sama dengan seorang Cleon Helios Lewis, nyawa kita taruhannya!"

Clara menunduk. "Aku tahu Brian, tapi ... tapi ...."

Brian menyisir rambutnya dengan sepuluh jarinya ke belakang. "Tapi apa?! Kamu mencari mati, Clara!"

Clara terdiam membisu, tidak berani bicara begitu melihat Brian sudah mulai kesal.

"Sekarang jawab pertanyaanku! Apa kamu ingin pulang karena melihat ini?!" Brian tiba-tiba mengambil majalah yang ada di atas meja kemudian melemparkannya ke tubuh Clara. "Apa karena Cleon Helios Lewis?!"

Majalah yang dilempar jatuh tepat di kaki Clara, seraut wajah tampan mantan kekasihnya nampak tersenyum lebar dibagian sampul.

"Apa karena itu? Jawab!" bentak Brian marah menatap tajam wajah Clara yang tertunduk.

Perlahan Clara mengambil majalah yang ada dibawah kakinya. "Aku ingin pulang tidak ada hubungannya dengan Cleon."

"Bulshit! Matamu tidak bisa berbohong, kamu masih mencintainya! Jawab!" Brian benar-benar emosi.

"Aku berani bersumpah Brian, aku hanya ingin pulang." Clara mencoba menenangkan. "Ini tidak ada hubungannya dengan Cleon. Aku meninggalkan Cleon demi kamu, apa kamu tidak menyadari dengan apa yang telah aku lakukan?"

"Itu kamu tahu lalu kenapa ingin pulang?" tanya Brian mulai tenang.

Clara menghela napas, gelas yang masih dipegangnya disimpan di atas meja bersama dengan majalah kemudian meminta Brian duduk bersamanya. "Kemarilah aku ingin bicara denganmu."

Dengan malas, Brian mengikuti kemauan Clara sambil melonggarkan dasi yang melingkari lehernya.

"Brian, jangan pernah meragukan cintaku padamu. Aku bahkan rela meninggalkan Cleon demi dirimu. Kamu tahu itukan?" tanya Clara.

"Iya, aku tahu. Lalu?"

"Jadi cemburumu itu menurutku tidak masuk akal. Aku ingin pulang karena ...." Clara tidak melanjutkan kalimatnya, ragu.

"Karena apa?"

Clara menatap wajah Brian. "Karena aku rasa kehidupan kita di sini suram."

Brian mengernyitkan alisnya. "Suram? Apa maksudnya suram?"

"Lihatlah keadaan kita Brian. Tidak ada yang bisa kita banggakan. Kamu bekerja hanya cukup untuk kita makan. Semua uang tabunganku sudah habis, begitu juga dengan semua perhiasan yang Cleon berikan dulu, semuanya telah habis kita jual untuk memenuhi kebutuhan kita."

Brian terdiam, apa yang dikatakan Clara memang benar.

"Kalau kita tetap seperti ini, hidup kita tidak ada kemajuan. Aku tidak mau itu," sambung Clara. "Biaya hidupku mahal, alat make up aku saja harganya setengah dari gaji kamu. Maka dari itu, aku ingin pulang. Di sini mencari pekerjaan untukku sangat sulit."

"Lalu?"

"Aku ingin pulang, memulai lagi karirku dari awal sebagai model," jawab Clara.

Brian menyandarkan tubuhnya, kepalanya mendadak jadi pening. "Kamu tahu resikonya kita pulang?"

"Iya, aku tahu," jawab Clara pelan. "Sebisa mungkin hindari Cleon dan orang-orang yang dekat dengannya, maka hidup kita akan aman."

"Entahlah." Brian bangun dari duduknya kemudian masuk ke dalam kamar mandi.

Clara mengambil majalah yang ada di atas meja, dipandanginya wajah Cleon yang ada disampul. "Kamu tidak pernah berubah Cleon masih tetap tampan. Apa sekarang sudah ada wanita lain yang menggantikan aku di hatimu?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status