Home / Horor / PESUGIHAN LEMBAH MONYET / Kalau Kamu Ingin Keluar dari Kesulitan, Ikutlah Denganku

Share

PESUGIHAN LEMBAH MONYET
PESUGIHAN LEMBAH MONYET
Author: Sastra Inema

Kalau Kamu Ingin Keluar dari Kesulitan, Ikutlah Denganku

Author: Sastra Inema
last update Huling Na-update: 2022-11-12 12:05:13

Seorang lelaki muda tampak berdiri dengan gelisah di sebuah jembatan kayu yang berada tepat di atas sungai yang terlihat sedang meluap. Alirannya yang deras membuat orang yang melihat merinding dan seolah akan terbawa arusnya. Jembatan kayu itu pun sedikit bergoyang menahan kerasnya hantaman air.

"Haruskah aku terjun sekarang?" monolog nya dalam hati.

Lelaki muda itu menatap nanar ke dalam air, seperti hendak melompat. Namun, diurungkannya.

"Bagaimana dengan istri dan anak-anakku?"

Kemudian dia berjalan ke pinggir jembatan dan mematung di sana untuk waktu yang cukup lama.

Tergambar jelas di ingatannya percakapan dengan Indah tadi pagi.

"Mas, Ranti panasnya belum turun juga, padahal sudah aku kasih obat penurun panas dari warung Bu Ani," ucap Indah, istrinya.

"Terus gimana, Ndah?" tanya Mario, lelaki muda yang ada di jembatan saat ini.

"Ya, harus dibawa ke dokter, Mas! Kalau tidak, bisa parah," jawab Indah dengan wajah panik. Ranti kecil yang saat itu berada dalam pelukannya sedang merengek menahan sakit.

"Aku belum dapat uang, Ndah. Sudah pinjam sana-sini tidak ada yang percaya," ucap Mario dengan raut wajah sedih. Indah menunduk menatap putri bungsu dalam gendongannya.

"Beras juga sudah habis, Mas. Kasihan Angga sama Ranti kalau harus menahan lapar terus. Apalagi kondisi Ranti juga sedang sakit," ucap Indah lagi, pelan. Air matanya mulai menetes tanpa terasa.

"Ya, Allah," Mario hanya bisa mendesah. Dia sungguh tak kuasa menatap airmata yang mengalir di pipi Indah. Matanya menatap sekilas pada Angga, putra sulungnya yang masih tertidur di atas dipan bambu sambil memegangi perut. Sepertinya dia tertidur sambil menahan lapar.

"Ini aku ada uang lima ribu. Pakai dulu untuk membeli beras! Aku keluar sebentar. Barangkali ada yang butuh tenagaku," Mario mengulurkan lembaran terakhir yang ada di sakunya.

Sekilas dia mencium kening Indah dan Ranti sebelum akhirnya melangkah keluar sambil mengusap bening yang tanpa terasa menitik di sudut matanya.

Dan di pinggir sungai ini lah Mario saat ini. Sejak keluar rumah, dia sudah berkeliling kampung dan mengetuk setiap pintu untuk menawarkan tenaganya. Namun, tak satupun dari mereka yang menerima tenaganya.

Dia sudah tidak tahu lagi, apa yang harus dilakukannya saat ini.

"Mario, sedang apa kamu di pinggir sungai yang meluap ini? Mau bunuh diri, ya?" Tiba-tiba seseorang menepuk bahunya, membuatnya terlonjak kaget.

Mario hanya termangu menatap aliran sungai. Bibirnya bergetar seperti ingin mengucap sesuatu, namun ditelan kembali.

Andi adalah teman sepermainannya sejak kecil. Tapi nasib mereka jauh berbeda. Andi termasuk dalam kelompok orang terkaya di kampung Duren saat ini. Padahal sebelum merantau, temannya itu juga tidaklah kaya. Tapi setelah merantau selama dua tahun, Andi pulang kampung dengan kondisi yang berubah 180 derajat. Dia membangun rumahnya menjadi seperti istana dan mempunyai tiga buah mobil mewah. Tapi, Andi termasuk orang yang mudah berbaur, dia tak pernah menjauhi teman kecilnya dulu. Hanya saja, teman-temannya yang merasa sungkan dan mulai menjaga jarak darinya.

"Sudah, katakan saja, tak usah ragu! Barangkali aku bisa membantu kesulitan kamu," ujar Andi lagi, meyakinkan Mario untuk bicara.

"Ndi, apa kamu bisa pinjami aku uang. Satu juta saja, anakku sakit saat ini, beras di rumah pun habis. Sedangkan aku belum punya pekerjaan lagi sejak di-PHK," akhirnya, Mario bisa mengutarakan maksudnya.

Andi menatapnya dengan prihatin.

"Aku bisa saja memberimu uang lebih dari yang kamu butuhkan itu, tapi ...," Andi menghentikan ucapannya.

"Tapi apa? Kamu takut aku tak akan mengembalikan uang itu?" tanya Mario sedikit tersinggung, namun tak berdaya.

"Bukan itu maksudku. Bagaimana kalau kamu ikut saja denganku untuk mendapatkan uang yang jauh lebih banyak?" Andi balik bertanya.

"Hah, apa bisa? Bagaimana caranya?" tanya Mario mulai antusias.

"Udah, ayo ikut saja! Nanti aku jelaskan sambil jalan," ucap Andi sambil menggamit tangan sahabatnya itu. Mario tampak sedikit ragu, namun ketika teringat wajah penuh airmata istri dan anak-anaknya, dia pun mulai membuntuti langkah Andi.

"Kita mau kemana, Ndi?" tanya Mario penasaran saat Andi menghampiri mobil yang diparkir tak jauh dari pinggir sungai. Sahabat nya itu pun membuka pintu mobil dan mempersilakan Mario masuk, duduk di sebelahnya sebagai sopir.

"Ke tempat di mana kamu bisa mendapatkan uang tanpa harus pinjam," jawab Andi singkat dan segera memutar kontak. Mobil pun melaju di jalan desa yang mulai agak sepi karena sebentar lagi akan magrib.

"Ndi, istriku pasti akan khawatir kalau aku tak pulang-pulang, apalagi sampai malam," ucap Mario dengan wajah kusutnya.

"Tenang saja, istrimu pasti akan berterima kasih saat tahu kamu pulang membawa banyak uang. Perempuan mana yang tidak luluh dengan segepok uang?" jawab Andi dengan tenang.

"Baiklah, tapi kita mau ke mana?" Mario tampak makin penasaran.

"Mar, kamu pasti tahu kehidupanku dulu juga hampir seperti kamu saat ini. Saat itu aku memutuskan untuk menemui seseorang yang bisa menolongku keluar dari himpitan kemiskinan. Dia membawaku ke tempat di mana aku akan membawamu saat ini," jawab Andi pelan dan yakin.

"Jangan-jangan ... kamu sudah melakukan persekutuan dengan iblis, ya, Ndi?" Mario menatap wajah Andi dari samping dengan tatapan curiga.

Andi tersenyum samar.

"Aku hanya memenuhi keinginan mereka, dan aku mendapatkan apa yang aku inginkan," jawab Andi dengan santai.

"Ndi, berhenti sekarang! Aku mau pulang!" sentak Mario yang langsung merasa tertipu oleh sahabatnya itu.

Andi melambatkan laju kendaraannya, tapi mengunci otomatis pintu dan jendela.

"Aku hanya ingin menolong kamu keluar dari masalah yang berputar terus dari uang dan kebutuhan yang tak sanggup kamu pikul, Mar. Aku prihatin. Apa kamu pikir, kalau saat ini aku pinjami kamu uang, itu akan melepaskan kamu dari jeratan kemiskinan kamu! Apa kamu yakin besok sudah tidak ada lagi hal mendesak yang akan kamu alami?" ucap Andi perlahan namun penuh dengan penekanan.

"Ya, tapi ...,"

"Bagaimana kamu menghadapi tangisan anak istrimu saat mereka merintih kelaparan bahkan kesakitan?" Andi kembali memotong ucapan Mario dengan logika yang dimilikinya.

Mario mendesah, merasakan sesak di dadanya yang tiba-tiba terasa nyeri.

Kembali terbayang pembicaraan dengan Indah tadi pagi, juga tatapan mengejek para tetangganya saat dia mengetuk pintu rumah mereka. Dia termenung sesaat, jauh di lubuk hatinya dia masih punya Tuhan, dia belum rela mengikat perjanjian dengan setan.

Tanpa disadarinya, mobil yang dikemudikan Andi telah jauh meninggalkan Kampung Duren dan melesat di jalan raya, kemudian berbelok masuk ke wilayah yang asing baginya, seperti sebuah lembah yang rapat ditumbuhi pepohonan hutan. Di bawah sebuah pohon besar, Andi menghentikan mobilnya.

"Ayo turun, Mar! Kita harus berjalan kaki untuk sampai lokasi," ajak Andi membuka pintu mobilnya.

Mario masih tampak ragu, namun akhirnya dia keluar juga dari dalam mobil.

"Kepalang basah, lebih baik berenang saja sekalian," pikir Mario. Sepertinya, dia sudah terpengaruh ucapan Andi

Dengan langkah pelan, dia mulai mengikuti dan berjalan di samping temannya yang memimpin jalan.

"Di sini gelap sekali, Ndi. Suasananya bikin bulu kuduk merinding. Apalagi magrib begini," pelan Mario membuka percakapan.

"Sstt! Jangan banyak bicara, nanti ada yang terganggu!" bisik Andi.

Baru saja Andi mengingatkan, tampak bayangan putih berkelebat di depan mereka dalam kegelapan hutan sambil mengeluarkan suara teriakan keras yang mengejutkan.

"Nguukkk!

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Yunita Miftahul Jannah
Bagusss. Aku suka cerita" kaya gini
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • PESUGIHAN LEMBAH MONYET    Kedatangan Mbah Suro dan Gunjingan Warga

    "Si ... Siapa itu?" tanya Mario dan Indah dengan suara bergetar dan tubuh gemetar ketakutan.Pasalnya, suara itu terdengar sangat keras dan mengandung kemarahan.Mario bisa mengenalinya sebagai suara Mbah Suro Gendam dari Lembah Monyet."Ada apa, Mbah? Apakah ada hal salah yang saya lakukan sehingga membuat Mbah Suro begitu marah?" tanya Mario tanpa ragu."Tumbal anakmu telah dicuri dan diambil oleh seseorang dan dikembalikan ke bumi. Iblis Pemimpin Kera sangat marah. Dia meminta kamu untuk segera mencarikan pengganti sebelum malam purnama. Jika gagal, maka salah satu anggota keluargamu akan menggantikannya memjadi tumbal. Atau bahkan kamu sendiri!" jawab Mbah Suro Gendam dengan nada dingin dan dalam.Keringat dingin membasahi tengkuk dan tangan Mario. Sementara Indah hanya bisa terpaku di tempatnya duduk sambil tak lepas menatap suaminya yang sedang duduk bersimpuh di lantai.'Seharusnya kamu sujud pada Allah, Mas. Bukan malah bersimpuh di depan Iblis. Ya Allah, berikan kekuatan dan

  • PESUGIHAN LEMBAH MONYET    Tumbal Pengganti

    Indah tak sanggup memandang wajah Abah Yai dan Emaknya, dia hanya menunduk sambil terisak."Ndah, Emak ingin kamu jujur dan katakan apa yang sudah terjadi sama Ranti, cucu Emak?" tanya Emak lembut sambil menepuk-nepuk bahu Indah yang makin terguncang menahan isakannya."Ayo kita doakan dulu Ranti, Mak. Nggak baik menangis dan bercerita di kuburan. Sebaiknya kita doakan Ranti agar jasadnya segera bisa Abah kembalikan ke dalam sini," kata Abah pelan.Namun, tak urung ucapan itu membuat Indah terkejut bukan main.'Darimana Abah tau, kalau jasad Ranti kemungkinan tidak ada lagi di dalam sini?' Indah bertanya dalam hati.Dia pun menatap Abah dengan takjub hingga tak sadar jika Abahnya pun sedang menatapnya."Sudahlah, kamu tahu siapa Abah, kan!" Ucapan Abah Yai menyadarkan Indah, dia kembali menunduk menatap gundukan tanah yang masih terlihat basah dengan bunga-bunga di atasnya."Bismillahirrahmanirrahim ...," Abah mulai memimpin doa untuk Ranti dengan sangat khusyuk. Terasa hembusan ang

  • PESUGIHAN LEMBAH MONYET    Ke Makam Ranti

    Semua yang ada di ruangan itu langsung mengikuti arah pandangan Emak, ke sudut ruangan.Ternyata, di sana ada seekor kera yang sedang menatap tajam penuh kebencian ke arah Abah dan Emak."Ya Allah, itu monyet siapa, Ndah?" tanya Emak dengan wajah ketakutan. Sebenarnya bukan takut pada kera itu, tapi lebih kepada tatapan tak bersahabat yang dipancarkannya."Nggak tahu, tuh, Mas Rio bawa dari mana," jawab Indah acuh tak acuh sambil melirik pada suaminya, berharap Mario bisa menjawab pertanyaan itu dengan wajar.Sementara Abah seolah tak peduli dengan keberadaan hewan itu dan hanya menatap sekilas. Padahal dalam hatinya ada perasaan was-was yang berusaha disembunyikannya. Dia bisa merasakan bahwa itu bukan kera biasa."Oh, kemarin saya mencoba mencari kayu bakar dan buah-buahan ke hutan. Nah, di sana saya melihat kera kecil itu dan mencoba mendekatinya. Ternyata dia sangat jinak dan mengikuti saya saat pulang hingga sampai ke rumah ini," jawab Mario lancar. Tidak terlihat kebohongan dala

  • PESUGIHAN LEMBAH MONYET    Kedatangan Abah Yai dan Emak

    "Kenapa, Mas?" Dengan tatapan terkejut dan penuh tanya, Indah berbalik dan menatap manik mata suaminya.Mario menatap dengan penuh kebencian ke arah pintu yang masih tertutup. Padahal selama ini, jika Ayah Indah yang Seorang Kyai datang ke rumah mereka, dia selalu menyambutnya dengan hormat, meskipun dia memang tidak begitu menyukai Ayah dan Ibu mertuanya."Jangan pernah katakan apapun pada mereka tentang Aku yang sudah melakukan pesugihan. Aku harap, kamu masih bisa menjaga nama baikku di depan orang tuamu seperti sebelumnya!" ucap Mario datar. Perlahan, tatapan kebenciannya memudar. "Iya, Mas. Aku mengerti," jawab Indah menurut."Aku akan menyimpan semua uang dan perhiasan ke belakang rumah lebih dulu. Jangan sampai mereka curiga. Katakan saja Mas sedang ke kamar kecil!" perintah Mario lagi dengan suara pelan agar tak terdengar ke luar.Indah mengangguk dan menunggu suaminya menghilang di balik pintu dapur kecil rumah mereka."Wa'alaikummussalam, Abah, Emak," ucap Indah seraya mem

  • PESUGIHAN LEMBAH MONYET    Iblis Kera Penguasa Lembah Monyet

    "Hahaha ... Kkrrrhhhh!"Terdengar suara tawa menggelegar yang memenuhi ruangan kecil itu. Kemudian muncul sesosok makhluk menakutkan di hadapan mereka.Sebelum kemunculannya, didahului dengan kepulan asap putih yang sangat pekat memenuhi ruangan itu dan menguarkan bau yang kurang sedap, seperti bau dedaunan busuk serta amis, seperti bau darah.Lambat laun, asap itu berubah dan berbentuk makhluk besar berwajah kera yang bertanduk. Kedua matanya menyorotkan sinar merah. Tubuhnya yang tinggi besar, tertutup bulu hitam keemasan yang sangat lebat. Dari sudut mulutnya keluar taring besar. Melihat tampilannya saja, dapat terbayangkan betapa tajam taring tersebut.Indah dan Angga gemetar ketakutan melihat kehadiran makhluk itu. Indah hampir tak percaya ada makhluk mengerikan seperti itu yang muncul di rumahnya."Mas ... makhluk apa itu?" tanyanya dengan suara bergetar."Bu, Angga takut," bisik putranya tak kalah gemetar dan langsung meringkuk di samping ibunya sambil memeluk Indah dari sampin

  • PESUGIHAN LEMBAH MONYET    Ritual Penyambutan Harta

    "Assalamualaikum,"Kembali terdengar suara ketukan di pintu runah mereka.Mario menatap Indah yang masih bermata sembab, sementara Indah pun sedang menatapnya dengan tatapan penuh tanya."Jangan biarkan mereka masuk dan melihat uang ini, cepat temui mereka dulu, Ndah!" ucap Mario bernada perintah.Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Indah melangkah menuju ke pintu."Wa'alaikummussalam, Pak RT," jawab Indah seraya membuka sedikit pintu rumahnya."Bagaimana keadaan Bu Indah dan Pak Mario? Kami hanya ingin bertanya apa akan diadakan acara tahlil untuk menerangkan jalan Nak Ranti?" tanya Pak Rustam yang saat itu datang bersama beberapa orang warga."Maaf, Pak. Malam ini kami belum siap sama sekali untuk mengadakan acara tahlil. Rencananya besok malam saja sampai malam tujuh harinya, Pak," lirih suara Indah. Dia sungguh tak rela untuk mengucap kalimat itu. Dia sangat ingin mengadakan tahlil malam ini juga. Tapi, dia juga takut para warga akan melihat keanehan yang terjadi di rumah mereka."

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status