Share

7

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2024-11-25 07:00:31

Gadis itu menyeret langkahnya pelan mencoba mendekatiku aku yang meliriknya dengan ekor mata acuh tak acuh saja dengan kedatangannya, lebih memilih untuk mengurus bunga dan tanaman ibu mertua

"Mbak boleh aku bicara denganmu," ucapnya memulai percakapan.

"Kenapa?!"

"Mbak boleh aku bicara , tapi ... kali ini lebih pribadi," ucapnya memulai percakapan.

"Apa yang kau inginkan berbicara denganku?" tanyaku sambil mendelik ke arahnya.

"Aku hanya ingin kita berdamai dan bersikap seperti saudara." Ia menggenggam tangannya satu sama lain.

"Bersikap seperti saudara?" tanyaku sambil

tertawa getir.

"Aku hanya ingin hubungan kita baik dan tidak saling memusuhi Mbak," ujarnya sambil menelan ludah.

"Bagaimana, kau ingin aku bersikap baik sementara aku tidak pernah menginginkan kedatanganmu di dalam rumah tanggaku," jawabku sambil membuang daun daun kuning yang merusak pemandangan.

Binar mata wanita itu. menunjukkan sebuah kesedihan dan dia tahu bahwa dia akan gagal membujukku untuk berdamai dengannya.

"Apakah kita akan terus-menerus seperti ini ?" tanyanya pelan.

"Lantas apa yang kau harapkan?" ucapku dengan nada yang sedikit meninggi.

"Seperti tadi, yang aku katakan bahwa aku ingin kita kompak mengurus Mas Haris dan ibu mertua," jawabnya dengan mudahnya.

"Uruslah suami dan mertuamu, aku akan mengatur hidupku sendiri, kau tidak perlu mengkhawatirkanku," ucapku sambil meraih selang dan menyalakan keran.

"Apa Mbak Laila tidak menerima gagasan itu?"

"Menjauh dariku, sebelum aku benar-benar marah!"

"Mengapa Mbak begitu bengis terhadapku!"

"Karena kau merebut suamiku!" teriakku.

"Tapi aku dijodohkan orang tua dengan Mas Haris Mbak, bukan aku yang mau," jawanya mencicit.

"Hah, kau dijodohkan dan kau mau? Hahaha, pergi sana, karena aku tidak pernah menyukaimu, jangan pernah mencoba untuk mendekati atau mengajakku bicara lagi karena aku tak menyukainya!"

Wanita itu menjauh sambil menyeka sudut matanya pergi ke arah depan rumah dan

kabetulan Mas Haris sedang memakirkan mobilnya.

Ia terlihat berbicara kepada suaminya tapi aku tidak peduli apa yang mereka bicarakan.tak lama kemudian Mas Haris datang dan menghampiriku sambil menyentuh bahuku.

"Laila Aku ingin bicara padamu," ungkapnya pelan.

"Silakan saja mas," ujarku cuek.

"Aku harap kamu jangan terlalu keras kepada Adelia." Nada bicaranya ia rendahkan.

"Kenapa? Kau takut istrimu akan sedih?"

"Kamu juga istriku, Laila ...."

"Maka kau harus bersikap adil, dan jangan berat sebelah Mas."

"Aku tidak ingin kalian saling membenci," jawabnya.

"Kondisikan keadaannya kalo begitu, atau ... Andai kamu yang dipoligami, apa yang akan kamu lakukan, bertahan atau lari?"

"A-aku ...."

Sepertinya dia kehilangan kata-kata, meski tatapan matanya masih lekat di mataku.

"Masuklah ke dalam karena aku masih sibuk, " suruhku, dan tanpa menjawab lagi, ia segera masuk ke dalam rumah.

*

Seusai menyiram tanaman, aku beringsut ke dalam dan mengajak kedua anakku untuk mandi, setelahnya aku kembali ke dapur jntuk menyiapkan makan malam.

"Ibu dengar, kamu bertengkar dengan Adelia," ujar ibu saat mendatangiku.

Wow, cepat sekali akses informasi rumah ini.

"Ibu tahu dari mana?"

"Aku ... Anu...."

"Apakah Adelia memberitahu kalo aku bertengkar dengannya, ya ampun ...." Aku membalikkan badan lalu melanjutkan

mencuci piring.

"Jangan seperti itu, Nak," bujuknya. Dan baru kali ini dia mengatakan 'Nak' padaku.

"Ibu ... Ibu pernah dipoligami?"

"Tidak."

"Kalo pernah aku ingin minta wejangan dan kiata agar bertahan dipoligami, tips agar kuat menghadapi orang orang yang pilih kasih," jawabku.

"Eh, kamu, kok kamu jadi kurang ajar sih, Laila?" Nada bicaranya sedikit ketus dan sinis.

"Ibu ingin aku akur, sementara ibu tahu sendiri jika suami beristri lagi sakitnya luar biasa."

"Jangan terlalu didramatisir," sambungnya.

"Ibupun jangan main drama, aku kan tidak bertengkar dengannya, wanita itu saja yang cengeng dan suka cari muka," jawabku.

"Tapi ... Ibu melihat dia menangis," jawab ibu.

"Apa ibu hanya menimbang air mata dia saja? Bagaimana dengan air mataku ketika hari pernikahan Mad Haris."

Kini ia hanya mendelik sedikit lalu menjauhiku dan pergi entah kemana. Seusai masak aku segera mengatur piring di meja dan menghidangkannya.

Tak lupa kutulis sebuah pesan di kertas karton besar bahwa itu adalah 'Masakan Laila' dan kuletakkan di tengah meja, aku muak ada orang yang mengakui hasil masakanku sebagai masakannya.

"Kenapa harus ditulis begitu?" tanya Bapak mertua ketika ia melewati ruang makan.

"Hanya ingin tulis saja, jadi orang tahu kalo ini masakanku, Ayah," jawabku.

"Memangnya selama ini ada yang lain masak di sini?"

"Ada ibu, aku, dan Adelia, kami semua bertugas di dapur," jawabku sambil menjauhi meja, terlihat dari pantulan kaca lemari ayah mertua menggaruk kepalanya tanda tak habis pikir.

**

Ketika jam makan malam, aku masih sakit hati pada mereka semua sehingga ketika ibu mertua menyuruhku untuk memanggil semua oabg aku cemberut saja dan memanggil mereka.

Ketika mulai makan dan un akuntisak bergabung, aku memilih duduk di dapur bersama kedua anakku.

"Kamu gak makan sama kami?"

"Ga usah, nanti ada yang alergi," jawabku ketus.

"Tapi gak biasanya begini," jawabnya agak ragu

"Kalo begitu biasakan begini! Biar terbiasa, di meja makan sana ada pemandangan indah istri Sholehah, ngapain di dapur sini dengan gembel busuk sepertiku," ujarku sarkas.

"Tapi aku tak menganggapmu begitu," jawabnya pelan.

"Masa bodoh! Menjauhlah, aku sedang makan dan tidak mau diganggu siapapun!"

Dengan meneguk saliva dan menggeleng pelan, Mas Haris menjauhiku. Ia kembali ke kursinya dan melanjutkan makan.

Mereka yang makan di meja makan terdengar hening dan itu aneh karena biasanya meja makan selalu ramai, penuh dengan canda dan cerita.

"Seusai makan aku langsung ke kamar belakang, kamar yang telah disulap yang sebelumnya adalah gudang. Biasanya aku akan menunggu mereka selesai makan, baru akan membereskan meja lalu mencuci piring kemudian beristirahat. Namun, kali ini, aku hanya meninggalnya begitu saja.

Aku ingin tahu apa istri Mas Haris peka dengan tugas rumah atau tidak. Aku tahu ketika aku melenggang ke kamar mereka semua melihat dan membicarakanku, hatiku memang terluka tapi aku menelan saja pahit getir semua takdir ini.

Tok ... Tok ...

Pintu diketuk ketika aku hampir saja memejamkan mata. Mas Haris muncul dari balik pintu dan duduk di sisi pembaringanku.

"Laila ... Maafkan aku ya," ujarnya pelan sambil menyentuh punggung tanganku.

"Untuk apa kamu minta maaf, apa kamu merasa setelah minta maaf semua akan baik-baik saja?"

"Tidak." Ia menunduk pelan.

"Pergilah aku mau istirahat, kebetulan juga anak anak sudah tidur," jawabku.

"Laila ... Aku ingin kau kembali seperti semula, menjadi istri yang baik dan perhatian" ujarnya pelan.

"Kalo begitu, kembalikan keadaan kondusif seperti dulu, jangan bawa istri baru!"

"Maafkan aku ...."

Aku hanya menghela napas sambik membalikan badan.

"Aku tahu kau terluka ...."

"Lantas ... Apa yang bisa kamu lakukan untuk menyembuhkan luka? Kalo kamu sekeluarga terus merasik dan membuatku tidak nyaman, maaf aku minta cerai saja!"

"Memangnya setelah cerai semuanya akan baik baik saja?"

"Kau pikir bumi Allah itu sempit, kamu pikir aku tidak bisa hidup tanpa kamu?!"

Ingin rasanya aku berkata kasar dan mengumpatnya.

Ia tak menjawab, seperti ibunya ia hanya pergi dan kembali menutup pintu kamar lagi.

Next.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Lusi A-Nang
ya nikmati saja apa yang kau tanam Haris, jangan susah ny saja sm istri tua
goodnovel comment avatar
Tth Im
Haris ni goblog,trus saja sama istri muda tak memperhatikan anak sama istri tua
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • PETAKA MADU BARU   35

    Sudah sebulan berlalu sejak kejadian Adelia tercebur ke dalam drainase. Aku lega karena tak seorang anggota keluarganya datang mencariku untuk melakukan kekacauan di sini, aku lega sekali. Praktis, hidupku berjaan normal sesudah itu.Suatu pagi di bulan Agustus, ketika aku tengah sibuk menyusun barang dan menyambut pembeli, aku disentak oleh suara lembut seorang wanita di belakangku."Laila ...."Kubalikkan badan dan Ibu medtua berdiri di sana sambil tersenyum padaku, entah apa makna senyumnya itu, yang pasti aku mulai punya prasangka tak baik padanya."Kenapa hanya menatapku, apakah kau tak akan menawarkan keramaha untuk mampir di lapakmu?""Oh, maaf, silakan, Nyonya," jawabk canggung.Aku enggan menyebutnya Ibu, karena dia memang bukan ibuku!"Kenapa kau kaku sekali sekarang Laila?" Dia tersenyum dan duduk di bangku yang berada di dekat tumpukan sabun cuci."Tidak apa-apa, aku hanya menjaga sikap Nyonya, bagaimana kabar Nyonya?," balasku canggung."Alhamdulillah, baik, Haris juga ba

  • PETAKA MADU BARU   34

    Setelah sidang perceraian kujalani hidup seperti biasa, menjalani bisnis dan membuka lapak sembako di pasar. Anak Nyai yang pernah membantuku di pasar kini memberikan suntikkan modal untuk menyewa lapak.Tak kupikirkan lagi tentang mantan suamiku, seperti apa dan bagaimana keadaannya, aku sudah masa bodoh dengan itu, yang penting bagiku adalah aku dan kedua anakku sehat dan kenyang, tak kurang satu apapun.Hari ini, selagi sibuk melayani pembeli yang cukup ramai, tiba tiba seorang pembeli tak diundang datang, ia berdiri dengan tatapan sinis, melipat kedua tangannya dan tidak memilih apa apa. Aku tahu ia hanya ingin bicara."Astaga tahan sejali Adelia berdiri di sana," gumamku sambil mendengkus kesal,. padahal tepat di depan lapakkku ada jejeran lapak penjual ikan dengan sejuta warna, suara dan aroma.Sebelah kanan lagi ada saluran pembuangan yang cukup besar, dari got itu, aroma tak sedap selalu menguar tajam."Apa yang kamu inginkan datang kemari?" tanya aku ketika pelanggan mulai s

  • PETAKA MADU BARU   33

    Hal yang paling membuatku malas dalam hidup adalah apa yang akan kulakukan hari ini, menyusuri jalan aspal yang tak begitu besar dengan taman bunga di samping kanan kiri, menuju bangunan berteras luas dengan jajaran pilar besar sebagai penyangga pelataran dan tulisan yang terpampang di sana, pengadilan agama.Mau apa? Bercerailah!Semalam tadi kudapatkan panggilan cerai dari pengadilan, ayah memberi tahu bahwa mulai besok aku harus menghadiri sidang perceraian setelah proses mediasi yang sengaja dilewatkan karena tahu hasilnya akan nihil, alias zonk, kami tak akan mungkin rujuk. Lagipula selesaikan saja episode pahit ini dan tutup, tamatkan cerita rumit ini sampai di sini.Kumasuki ruang sidang dan Mas Haris eusah di sana, masih dengan wajah diperban bekas pukulan batu, ia menatapku tanpa ekspresi apapun sedang Adelia dia sampingnya, seperti biasa selalu bergelayut manja, kepalanya ia topangkan di bahu Mas Haris, oh mesranya pelakor satu itu.Kuambil tempat duduk agak jauh karena mual

  • PETAKA MADU BARU   32

    Mertua menelpon pikir dia akan murka terhadap apa yang sudah aku lakukan kepada anaknya, ternyata tidak demikian, dia menelpon bicara baik-baik padaku. "Laila, ayah tahu kamu kecewa dan peristiwa ini amat mengejutkan.Tapi tolong pertimbangkan tentang Nayla dan Naina, mereka akan malu jika sampai orang-orang tahu dan mencibir mereka," bujuk ayah melalui telepon. "Aku tahu, maaf ayah, aku harus bagaimana, andai tak membela diri dia akan membunuhku." "Aku akan menjamin Haris, tapi aku akan memberi tahumu sebelumnya, kuharap kau mau ikhlas atas keputusan ayah." "Lalu bagaimana denganku, ini tidak adil." "Aku akan memberimu kompensasi Laila, aku juga akan mengurus perceraian kalian dan memastikan semuanya tuntas tanpa halangan apapun," jawabnya. "Jadi ayah merestui aku bercerai dengan anak ayah?" "Mau bagaimana lagi, jika itu membuat kalian lega." "Ya, benar, kami memang harus berpisah agar semuanya lega dan tuntas." "Baik, aku akan mengurusnya, aku juga akan membebaskan Haris," ja

  • PETAKA MADU BARU   31

    Kutinggalkan kantor polisi sambil tertawa puas. Aku gembira sekali membuat pucat pasi dan ketakutan.Kembali ke rumah mengendarai motor nmax pemberian ayah mertua yang cicilannya tinggal tiga kali lagi lagi. Tak mengapa, aku bisa melunasinya, dan menjauh pergi, asal perasaan ini tenang.*Kicau burung menyemarakkan suasana pagi yang sudah ku tetapkan sebagai awal dari semangat baru untuk memulai kehidupanku."Jadi bagaimana keputusanmu setelah apa yang terjadi ini," tanya ibu mertua setelah pagi-pagi ini menelponku"Aku tidak berhak mengambil keputusan ibulah yang selama ini selalu mengambil keputusan untuk kami, jadi tentukan saja apa yang ingin Ibu katakan," jawabku."Aku dengar kau dan Harris bertengkar dan saling memukul, tidak bisakah kau mengeluarkan suamimu dari kantor polisi dan mengakhiri semua ini.""Andai saja orang tidak melalui kami tentu aku sudah mati dibunuh suami sendiri.""Kau telah memancing kemarahan suamimu, kau tahu sendiri kan sifat haris sangat keras kenapa kau

  • PETAKA MADU BARU   30

    Selagi aku sedang memberi keterangan tiba tiba adik ipar dan madu jahatku merangsek ke ruang pemeriksaan dan menyela keterangan dan kuberikan."Apa katanya? tidak benar jika dia mengatakan bahwa Mas Haris yang jahat, selama ini hanya dia yang melawan dan bersikap semaunya." "Alhamdulillah, kebetulan sekali, inilah orang-orang yang suka sekali mengintimidasi saya di sana mereka menyuruh saya tanpa mengenal waktu dan keadaan, mereka memperlakukan saya dengan sangat tidak manusiawi," barat ku yang tak ingin kehilangan kesempatan untuk mempermalukan mereka."Wanita ini hanya playing victim, Pak. Dialah wanita yang paling kembang isi dalam keluarga kami dan dia adalah orang yang paling melawan terhadap ibu mertua," sela adelia."Dan wanita ini adalah sumber kemarahan ibu mertua saya dia selalu mengadu dan menjelek-jelekkan sehingga membuat ibu mertua murka dan bersikap kasar kepada saya," jawabku tak mau kalah."Keterlaluan!" Adelia berteriak."Lihat sikat mereka lihat jika mereka bahkan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status