Share

3. hati terluka

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2024-03-14 08:36:54

TOLONG DUKUNG CERITA INI YA BUNDA.

Menjelang adzan maghrib berkumandang aku dan putriku tiba di rumah, rangkaian peristiwa yang terjadi di depan toko kurma membuat segalanya tiba-tiba berubah. Duniaku terbalik, seakan kiamat, pun tentang perasaan cinta dan kepercayaanku kepada Mas Hisyam seolah menguap begitu saja. Hatiku hancur berkeping keping, perasaanku terbakar menjadi abu tanpa sisa.

Dari jauh suara tarhim yang mendayu dari masjid membuat perasaan remuk redam di hatiku semakin menjadi. Kuperhatikan betapa aku telah merapikan rumah dan menyiapkan makanan di atas meja untuk dirinya. Aku tak mampu menahan lelehan bening yang jatuh dari mataku saat mengingat betapa aku tulus padanya. Aku tak kuasa lagi menahan tangis, aku berlari menuju ke kamar, menutup pintunya lalu menangis sepuas puasnya. Kutumpahkan segala kekecewaan dan betapa aku tak menyangka bahwa dalam beberapa detik saja, sebuah fakta terungkap lalu keluarga kami terancam hancur begitu saja.

Ya, sebuah rahasia besar yang tersimpan entah berapa purnama. Begitu hebatnya Mas Hisyam menyembunyikan rahasia dan bersikap bahwa semuanya seolah baik-baik saja.

Aku tak mengerti sekarang, ribuan pertanyaan berputar-putar di kepalaku dan menghimpit perasaan ini. Apakah dia benar-benar mencintaiku atau dia pura-pura melakukan itu. Meski yakin dia tidak pernah mencintaiku tapi, sikap dan gelagatnya benar-benar sempurna.

Beberapa saat yang lalu aku masih berpikir bahwa akulah ratu di hatinya, ratu yang menguasai segala perasaan dan hidupnya, tapi sekarang, semua anggapan itu terbanting jadi kekecewaan dan mendadak segalanya jadi bias.

"Aku apa untuknya, apakah aku berharga, ataukah aku hanya opsi terakhir untuk status dan tempat pulang saja?"

Aku yang masih menangis sambil membekap mulutku terpaksa harus menghentikan dan menghapus air mataku saat pintu kamarku diketuk oleh Elina.

"Bunda, bunda nangis ya?"

"Enggak kok sayang._"

"Ayo keluar, bunda, sudah mau buka puasa."

"Duluanlah, Nak."

Meski ingin berdiri, aku tidak berdaya untuk bangkit dari posisiku, bahkan saat adzan maghrib berkumandang dan rasa haus semakin seperti duri yang menancap di tenggorokan, aku tidak mampu bergerak sedikitpun untuk mengambil segelas air dan meminumnya.

Rasanya, rasa lapar dan haus itu menghilang begitu saja digantikan oleh kesengsaraan di dalam hatiku karena suamiku telah menikah lagi, dia sudah bahagia dengan istri barunya, lalu kini mereka akan menyambut bayi yang akan lahir. Sungguh, kehidupan Mas Hisyam sangat sempurna.

Aku mencoba mengalihkan pikiranku, aku ingin berhenti menangis tapi hatiku sangat menderita, aku terluka dan pisau pengkhianatan itu seperti menancap di dada. Aku terluka batin dengan keadaan yang cukup parah.

"Tuhan, apa ini adalah ujian untuk menguatkan perasaanku ataukah ini adalah jalan untuk mengakhiri pernikahan kami?" Aku tercekat membayangkan aku dan dia duduk di persidangan lalu hakim mengetuk palu untuk memisahkan kami.

Aku tak bisa membayangkan betapa mas Hisyam akan mengambil koper lalu menyeretnya pergi meninggalkanku dan putriku serta rumah kesayangan kami ini.

"Mengapa keluargaku yang sudah bahagia tanpa cela tiba-tiba hancur begitu saja ya, Tuhan? Kenapa Engkau tega sekali kepadaku?!"

Aku ingin sekali marah dan memprotes tuhan tapi itu sama sekali tidak masuk akal. Tidak ada yang bisa kulakukan selain pasrah dan mencoba berpikir dengan jernih kira-kira Apa yang harus kulakukan selanjutnya.

Entah berapa lama aku meringkuk dan memeluk diriku sendiri, entah sudah berapa banyak air mata yang menetes hingga membuat mataku menjadi bengkak dan perih.

Sekonyong-konyong pintu kamar terbuka dan siluet suamiku berdiri di sana, aku tidak mengerti apa itu halusinasi karena aku kelaparan ataukah dia memang sudah pulang, aku hanya menatapnya dengan tatapan kosong tanpa ekspresi. Ingin berteriak marah dan mencabiknya, tapi aku tidak berdaya, aku lemas, tak mampu lagi berucap seakan-akan tenggorokanku gersang dan lidah ini menjadi kelu.

"Hei."

Perlahan lelaki itu masuk, dia tahu dia bersalah, jadi ekspresi wajahnya nampak sangat murung. Dia datang ke pinggir tempat tidur di mana aku sedang meringkuk di lantainya.

"Apa kau sudah buka puasa?"

Aku hanya mendongak sekilas menatapnya, tatapan kami bertemu, dia dengan wajahnya yang penuh dengan rasa bersalah begitu memuakkan di mataku, air mataku tumpah begitu saja. Aku ingin berteriak, bertanya sejak kapan dia berselingkuh dan menikahi wanita lain tanpa sepengetahuanku, tapi seluruh anggota tubuhku lemah seakan aku baru saja menjadi korban pengeroyokan.

"Akan kuambilkan air dan kurma."

Dia segera menuju ke dapur, di ambang pintu dia berjumpa dengan ferlina putri kami.

"Ayah sudah pulang?"

"Iya, Nak."

"Wanita tadi istrimu ayah?"

Elina terlihat begitu penasaran dan ingin tahu apa yang terjadi.

"Kita bicarakan semuanya nanti ya...."Mas Hisyam hendak membelai kepala anaknya Tapi putriku mengelak dan langsung meninggalkannya begitu saja.

Tak lama kemudian Mas Hisyam kembali dengan segelas air dingin dan sepiring kecil kurma. Dia meletakkan benda itu di hadapanku dan memintaku untuk segera berbuka puasa.

"Ayo minum dulu." Dia berjongkok di hadapanku dan mengangsurkan nampan berisi benda itu.

"Kau masih berharap aku bisa makan dan minum?"

Dia hanya menelan ludah dengan ekspresi cemas, mau bagaimanapun dia tetap saja telah melakukan sebuah kesahalan besar.

"Apa yang kau harapkan setelah ini?" ucapku parau.

"Aku minta maaf, seharusnya aku menjelaskannya padamu sejak lama," jawab lelaki itu sambil menggigit bibirnya.

"Jika menurutmu kau harus menyembunyikan maka tidak mengapa, aku tidak berhak untuk marah. Aku hanya melihat satu solusi sekarang."

Dia mendongak ke arahku seakan ia menunggu aku melanjutkan kata-kataku.

"Uruslah perceraian di antara kita berdua, agar istrimu tidak marah. Kupikir dia lebih membutuhkanmu karena sebentar lagi dia akan melahirkan. wanita hamil tidak boleh terluka dan tertekan, jadi, kembalilah padanya dan tinggalkanlah kami."

Aku mengatakan itu dengan segala air mata yang terus menetas di pipiku, hatiku hancur, aku ingin murka dan menghujatnya tapi itu sudah tidak ada artinya sekarang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Agus Roma
akan lebih baik dengan keputusan pisah untuk lebih baik jemput tantangan selanjutnya
goodnovel comment avatar
Tari Emawan
bagus. cerai aja
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • PETAKA SEKOTAK KURMA    71

    "kasihan juga ya Mas," bisikku."Ya, juga. Tapi itu adalah jalan hidup yang harus mereka lewati. Kita hanya bisa mendoakan," balas suamiku. "Aku nggak nyangka juga Mas, mereka hidup di hunian mewah dan bergelimangan harta tidak kurang satu apapun, tapi tiba-tiba mereka terpisahkan dan kini istrinya harus jadi sales perumahan. Dari anak panti asuhan kembali menjadi gelandangan."Hidupnya tidak seburuk itu Bun, tapi tetap saja, keadaan telah menjungkirbalikkan wanita itu," balas suamiku sambil mengesap kopinya."Benarkah menurutmu mereka akan berpisah?""Orang yang sudah terbiasa hidup enak tiba-tiba jatuh miskin dan kehilangan segalanya akan sulit menerima kenyataan Bunda. Baik jika wanita itu bisa berdamai dengan suaminya kemudian berjuang lagi dari nol, tapi, Jika dia tidak mau maka besar kemungkinan perceraian akan terjadi.""Bukan maksud untuk meresahkan diri... Jika itu benar-benar terjadi lalu mas hisyam dengan siapa?" "Entahlah, kurasa, Dia terpaksa harus tinggal dengan ibuny

  • PETAKA SEKOTAK KURMA    70

    "kasihan juga ya Mas," bisikku."Ya, juga. Tapi itu adalah jalan hidup yang harus mereka lewati. Kita hanya bisa mendoakan," balas suamiku. "Aku nggak nyangka juga Mas, mereka hidup di hunian mewah dan bergelimangan harta tidak kurang satu apapun, tapi tiba-tiba mereka terpisahkan dan kini istrinya harus jadi sales perumahan. Dari anak panti asuhan kembali menjadi gelandangan."Hidupnya tidak seburuk itu Bun, tapi tetap saja, keadaan telah menjungkirbalikkan wanita itu," balas suamiku sambil mengesap kopinya."Benarkah menurutmu mereka akan berpisah?""Orang yang sudah terbiasa hidup enak tiba-tiba jatuh miskin dan kehilangan segalanya akan sulit menerima kenyataan Bunda. Baik jika wanita itu bisa berdamai dengan suaminya kemudian berjuang lagi dari nol, tapi, Jika dia tidak mau maka besar kemungkinan perceraian akan terjadi.""Bukan maksud untuk meresahkan diri... Jika itu benar-benar terjadi lalu mas hisyam dengan siapa?" "Entahlah, kurasa, Dia terpaksa harus tinggal dengan ibuny

  • PETAKA SEKOTAK KURMA    69

    Apa artinya kini Hisyam sudah menyerah? Kurasa ya!Dirampok hingga jatuh miskin, kehilangan harta dan rumah yang harus dijual untuk perawatannya. Ditambah kehilangan pekerjaan karena harus cuti panjang, istri yang terus mengeluh karena harus mengurus bayi sekaligus bekerja, kupikir semua itu adalah paket combo yang membuat Mas Hisyam sudah tidak punya waktu untuk mengganggu kami lagi. Dia harus fokus menata kehidupannya, dia harus menyembuhkan dirinya sendiri, dan mulai berkeliling untuk mencari pekerjaan yang layak, dulu pekerjaannya sebagai orang proyek membuat lelaki itu mudah sekali mendapatkan uang dan menghamburkannya, namun sekarang, sungguh jauh kenyataan dari harapan, segala sesuatu pupus begitu saja dalam genggaman.*Hari bergulir, berjalan dengan normal seperti kehidupan orang pada umumnya, rumah tangga kami berlangsung dengan harmonis meski kami belum kunjung mendapatkan garis dua. Prioritas untuk mendapatkan anak itu tidak terlalu ada di urutan pertama mengingat aku dan

  • PETAKA SEKOTAK KURMA    68

    Sejak kepergian wanita pengusik ketenangan kami itu, suamiku terus gelisah, bahkan setelah mengantarkan Fira dan Ali kembali ke rumah neneknya pria itu tidak bisa memejamkan matanya, hanya terus bolak-balik, bangun tidur dan gelisah di kamar kami."Kenapa Mas," ujarku sambil menyentuh bahu dan mendekatinya,"ini sudah malam, kenapa belum tidur, besok harus mengajar di kampus dan sekolah.""Aku tahu, tapi aku benar-benar gelisah.""sebab apa?""Aku ingin melindungi keluargaku Ida. Aku ingin kalian selalu hidup dalam ketentraman dan bahagia, aku tidak mau ada seorangpun yang mengganggu kalian.""Aku paham itu, Mas, aku tahu, dan kau sudah lakukan yang terbaik.""Tapi kenapa keluarga mantanmu seolah mengincar kehidupan kita dan bertekad untuk membuat kita tidak tenang! Ya Allah, Ida, aku harus bagaimana?" keluh lelaki itu dengan sedih. Aku tidak punya jawaban untuk pertanyaan itu sebab aku sendiri tidak mengerti kenapa keluarga mas Hisyam masih terus mengincar kami. "Wanita itu mengha

  • PETAKA SEKOTAK KURMA    67

    "Kau harus lebih tenang Mas. Tersulutnya emosimu saat mas Hisyam menyindirmu membuat dia memenangkan dan mempermainkan emosimu. Kau langsung marah dan mengusir mereka, belum memberi mereka alasan untuk terus mengolokmu, kau harus lebih sabar." Aku menyentuh pundaknya, sambil membelainya perlahan. "Apa boleh buat ucapan mereka sangat menyakitkan hatiku!""Mereka hanya mempermainkanmu. Sebagai istrimu aku lebih mempercayai dan yakin pada akhlakmu yang baik.""Kau pun sudah 14 tahun bersama dengan keluarga itu, Ida. Apa kau sama sekali tidak terganggu dengan sifat mereka.""Tadinya mereka semua baik Mas. Tapi perceraian mengubah keadaan dan pernikahanku denganmu semakin membuat mereka kesal.""Manusia yang punya hasad dan dengki di hatinya sangat berbahaya, Ida. Aku dan kamu harus berhati-hati, karena jika tidak mereka bisa saja memfitnah dan merusak keluarga kita.""Semoga itu tidak terjadi.""Membayangkan saja membuatku takut," ucap Mas Jaka sambil menghela napas perlahan.**Seminggu

  • PETAKA SEKOTAK KURMA    66

    Dua bulan kemudian, Pada ujian kenaikan kelas putri kami berhasil mendapatkan nilai yang sempurna, demi mengapresiasi usaha dan prestasi belajarnya maka Mas Jaka berniat untuk membelikan dia sebuah hadiah dengan sedikit uang yang telah ditabungnya selama berbulan-bulan. "Aku berniat menghadiahkan Elina barang yang akan membantunya kemana-mana.""Tidak usah Mas, tidak usah repot-repot.""Dengar, Aku adalah Ayah sambungnya jadi aku harus bertanggung jawab membahagiakan dan memastikan bahwa hidupnya baik-baik saja.""Dia baik-baik saja kok.""Sejak ayahnya tidak bekerja, mereka tak lagi mengirimkan uang. Aku bisa melihat perubahan Putri kita yang hanya bisa menahan perasaannya ketika menginginkan sesuatu.""Oh ya, apa begitu, Mas?" Aku mulai menyadari bahwa sejak mas Hisyam tidak mengirimkan nafkah, anakku tak lagi merengek saat hendak minta sesuatu atau kebutuhan sekolahnya, dia lebih banyak diam dan menjalani apa adanya. "Aku sering memperhatikannya dan menanyai apa sebenarnya yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status