Share

4. jangan. bicara

"Jangan bicara begitu, Zubaidah." Hanya kata sesingkat itu yang bisa ia katakan saat aku telah mengambil keputusan agar dia kembali pada istrinya yang tengah hamil itu.

"Aku mungkin bisa bertahan dengan anakku, tapi wanita itu pasti akan mati syok mengetahui bahwa suaminya punya istri lain. Apa kau mau dia mengalami tekanan darah tinggi dan celaka?"

"Tidak."

"Menurutmu aku akan diam saja kalau kau tidak mengambil solusi?"

Sangat perlahan perkataanku padanya, sangat lirih dengan nada rendah namun lelaki itu sontak merasa khawatir dan cemas. Ekspresi tatapan matanya membulat tapi ia segera menurunkan pandangannya lagi.

"Menurutmu aku akan duduk manis di rumah dan tidak melakukan apapun?!"

"Aku mohon...."

"Lakukan sesuatu sebelum aku menemui mereka mengatakan yang sebenarnya."

"Tolong jangan dulu, aku belum siap..."

"Lalu kenapa kau menikah jika kau belum sanggup mengkondisikan antara aku dan dirinya!"

Satu bentakan saja membuatnya gugup, andai tidak kasihan pada anak mungkin gelas tebal berisi air dingin itu akan melayang ke wajahnya.

"Sejak kapan kau menikah? Kapan kau mengenal dan mulai menyukainya?"

Lelaki itu hampir saja buka mulut untuk menjawabku tapi aku harus segera memberi isyarat agar dia tidak melanjutkannya.

"Aku mengenalnya di...."

"Tidak perlu! Jangan katakan apapun sebab jawaban itu seperti tombak yang akan menusuk hatiku. Terserah kau saja, aku tak mau tahu Mas."

"Aku minta maaf, Zu."

"Kau menusukku dari belakang Mas, kau membunuhku dengan cara yang kejam, mengambil kepercayaan lalu merusaknya dan membuat hatiku sengsara." Aku kembali menangis saat mengatakan itu semua, tapi tangisannya sudah tanpa suara.

Sakit yang kurasa sekarang ini lebih pedih daripada pukulan atau siksaan cambuk sekalipun.

Ternyata ini alasan mengapa wanita yang diselingkuhi suami mereka bertindak di luar nalar dan tak bisa berpikir jernih. Itu semua disebabkan oleh sensasi syok, tidak menyangka dan perasaan ditipu oleh orang yang mereka cintai. Perasaan semacam ini sangat buruk, sulit dilupakan dan merusak mental.

"Aku sangat malu padamu aku tidak bisa mengatakan apapun selain perkataan maaf."

"Mungkin kau punya ide lain untuk menenangkan hatiku, itupun jika kau masih berminat bersamaku."

"Aku akan melakukan apapun asal kau tenang."

"Maukah kau meninggalkannya dan kembali bersamaku lalu kita pindah dari kota ini dan pergi mencari penghidupan yang lebih baik. Maukah kau melupakan segalanya?"

"Zu...." Raut wajah Mas Hisyam terlihat bingung dan galau.

"Tentu kau tidak mau kan' karena istrimu sedang hamil. Aku yakin, kau memberinya janji tidak akan meninggalkannya, seperti yang kau janjikan padaku, wanita itu pasti percaya padamu."

"Yang kuinginkan adalah, semuanya baik-baik saja, Zubaidah. Anggap tidak ada yang terjadi," bisiknya sambil menyentuh bahuku.

"Kau ingin aku membohongi diriku? Kau ingin aku tetap bersikap baik-baik saja dan menganggap bahwa suamiku hanya milikku sendiri padahal kau mencintai orang lain?"

"Sebagaimana aku mencintaimu, aku juga mencintainya, jadi aku mohon, aku tidak ingin dipisahkan dari salah satu istriku."

"Klise!" ujarku tertawa kecut. "Ungkapan demikian sudah sering diucapkan oleh banyak laki-laki."

"Aku mungkin bisa berbeda, Zu."

"Ya, tentu, kau berhasil menipuku, kau berhasil membuat keadaan seakan kau tidak pernah menikah lagi. Kau selalu ada untukku dan memberikanku kasih sayang yang sempurna, sehingga aku sempat tidak percaya bahwa kau benar-benar menikahinya. Aku sempat merasa bahwa ini semuanya halusinasi, sampai aku benar-benar tersadar bahwa wanita tadi menyebutmu sebagai suaminya."

"Dia adalah asisten manager kantorku, dia anak yatim yang tumbuh di panti asuhan dan berusaha hidup mandiri seorang diri, dia baik, taat agama dan aku mulai menyukainya."

"Kau tidak perlu menceritakan prosesmu padaku, sebab aku tidak ingin mendengarnya!"

Aku langsung marah padanya, diceritakan tentang wanita itu saja benar-benar membuatku muak dan sakit hati. Kenapa dia harus mengatakan padaku kalau dia menyukai wanita itu dengan cara sedemikian rupa, apakah aku sungguh memiliki banyak kekurangan, sehingga dia melihat kesempurnaan dalam diri istri barunya?

"Aku hanya ingin kau tahu latar belakangnya."

"Aku tidak sepenasaran itu untuk mengetahuinya? Aku tidak mau tahu dan tidak ingin mendengarnya!"

"Dia tidak punya siapapun di dunia ini selain aku suaminya, Zu, aku mohon maafkan kami."

"Tidak! Sebelum mengenalmu, apa dia hampir mati? bukankah kau yang bilang kalau dia berhasil menata kehidupannya dengan mandiri, lalu kenapa datang dan menjelma menjadi donatur tetap yang memberinya uang dan cinta?!"

"Ini sudah takdir."

Aku terbelalak, kaget dan hanya bisa tertawa kecut tapi air mataku mengalir lagi. Mengalir karena sakit hati mendengar alasan yang sama sekali tidak masuk akal.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Tari Emawan
hempaskan zu, suami tak bergunamu. buang ke jurang terdalam
goodnovel comment avatar
for you
buang lah sampah pada tempatnya zu,biar laki mu melihara yatim piatu itu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status