Share

2. syok

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2024-03-14 08:36:32

Aku masih tercengang memperhatikan suamiku yang juga terbelalak dari balik kemudi, dia nampak ketakutan dan gugup bertemu denganku dengan cara seperti ini. Aku sendiri bingung kenapa seorang wanita duduk di sisinya dan lebih terkejut lagi saat wanita itu berteriak dan memanggilnya dengan ucapan, sayang.

Aku tidak mengerti, apakah aku salah dengar atau tidak, pun anak kami, dia seakan tercekat untuk menyebut nama ayahnya sendiri.

"Bukankah itu ayah? siapa wanita itu, Bunda?"

"Iya, itu ayahmu, dengar, tapi tolong diam dulu Nak, kita lihat apa yang terjadi," bisikku.

Selagi aku dan anakku mencoba untuk bangkit dari posisi kami yang terjatuh, mencoba untuk merangkum ke kurma yang tumpah dari kotaknya, tiba tiba wanita itu turun dari mobil Mas Hisyam.

"Maafkan kami!"

Dengan panik dan gemetar wanita itu mendekatiku, ia membantu putriku untuk bangkit, dan membersihkan pakaian Elina, juga mengulurkan tangannya padaku agar aku bisa berdiri dengan cepat. Aku tidak menyambut uluran tangannya, aku berdiri sambil terus menatapnya dengan lekat.

"Maafkan saya, saya dan suami saya tengan berdebat saat dia tak sengaja melajukan mobilnya dengan cepat," ujarnya dengan nafas terengah.

Mungkin nyawaku hampir terlepas dari badan saat dia mengatakan satu kata yang membuat tungkaiku langsung lemas, suamiku! Telingaku berdengung begitu ia mengaku kalau dia adalah istri dari suamiku, aku terbelalak, tapi aku tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun karena sensasi terkejut dan syok itu benar-benar memukul mentalku.

"A-apa?"

"Maafkan saya Mbak, sungguh." Wanita itu meraih lenganku dan menangis dia terlihat ketakutan dan cemas, sedang suaminya terus duduk di balik kemudi dia dan masih dengan ekspresi yang sama.

"Jadi, dia suamimu?"

"Hmm, aku telah mengalihkan fokusnya sehingga ia tak sengaja melakukan itu, maafkan dia Mbak, tolong jangan tuntut kami," ujarnya dengan nafas terengah.

Melihatnya yang sedang hamil besar aku tak mampu membendung air mata, sementara dia yang melihat air mataku semakin cemas saja dan semakin berat tarikan nafasnya, aku pahambahwa kehamilan di trisemester ketiga akan membuat seseorang mudah lelah dan terengah-engah, aku tidak tahu harus bagaimana, akankah aku mengatakan bahwa orang yang hampir ditabrak suaminya, adalah istrinya sendiri ataukah aku diam saja.

"Mbak, Mbak baik-baik saja kan?" Melihat komunitaskan air mata dia pun juga ikut menangis, Mungkin dia takut karena sekarang keramaian dan orang-orang mengerubungi kami.

"Sungguh, maafkan kami, Mbak. Astaghfirullah, aku benar-benar tidak menduga ini ...."dia mengelus dadanya sendiri dan memberi isyarat agar mas Hisyam keluar dari mobilnya.

"Sayang, sini dong."

Kuperhatikan sekali lagi, wanita itu cukup cantik, wajahnya khas wanita timur tengah yang eksotis, riasannya menyempurnakan kecantikannya, rambutnya sedikit ikal, tapi panjang dan mempesona, ia mengenakan dress berwarna hitam yang membuatnya benar-benar terlihat sempurna.

"Sayang, Bantu Mbak ini," pintanya sekali lagi.

Dengan langkah ragu-ragu mas Hisyam mendekati kami, merasa bahwa gerakan suaminya cukup lambat wanita itu meraih tangan suaminya dengan cepat dan mengarahkannya ke hadapan kami.

"Ayo minta maaf Sayang, lihatlah, kita menumpahkan kurma mereka dan membuat mereka ketakutan," ujar wanita itu dengan cemas.

Mas Hisyam menatap diriku, menatap netra dan air mataku, menatap putri kami yang terlihat kebingungan dengan situasi ini, untungnya Elina sedikit pengertian dan segera memahami maksudku sehingga anakku hanya diam menatap ayahnya digandeng oleh wanita baru.

"A-aku...."

Dia hendak mengulurkan tangannya dan menyebut namaku tapi aku segera memberi isyarat agar dia menghentikan niatnya itu, aku menggelengkan kepalaku dan dia langsung membungkam.

"Mas, Ayo katakan sesuatu Mas," desak istri barunya yang sedang hamil itu.

"Ma-ma-maafkan kami. Kami tidak sengaja."

Teriring dengan ucapan yang terlontar dari bibirnya, putriku langsung menangis dan merangkul pinggangku, dia menangis dengan pilu membuat hatiku semakin merasa tertusuk dan kesedihanku semakin menjadi-jadi. Tentu saja, ia sudah cukup besar untuk memahami apa yang terjadi, cukup dengan mendengar bahwa wanita itu memanggil ayahnya dengan ucapan sayang, maka anakku sudah tahu kalau ayahnya sudah poligami.

"Bunda ya Allah...." Apalagi yang lebih menyakitkan saat kita menyaksikan anak sendiri menangis kekecewaannya pada Cinta pertamanya. Sungguh, aku tak tahu aku harus bagaimana.

"Kalian seharusnya melihat jalan kalian!" ujarku kesal.

"Suamiku panik karena tiba tiba aku mengeluh sakit perut. Kami meluncur ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungan, tapi kami malah nyaris mencelakakan kalian, maafkan kami ya, Mbak."

Wanita itu menangis gemetar dan ketakutan sambil menggenggam tanganku, karena aku tidak memberikan respon apapun sejak tadi, dia jadi gelisah dan merasa terancam.

"Iya, lain kali katakan pada suamimu untuk berhati-hati! Dia bisa saja membuat kami meninggal dunia sore ini."

"Iya, mbak, jika Mbak terluka, ayo sekalian bersama kami ke rumah sakit."

"Bukan tentang itu! tapi ini tentang kehati-hatian!"

Langsung melepaskan tangannya yang masih melekat di tanganku dengan kasar, kurayu anakku laluku gandeng ia untuk pergi dari tempat itu.

"Saya akan mengganti kurma yang jatuh Mbak." Dia berusaha mengejarku sementara mas hisyam masih berdiri dan dimarahi oleh banyak orang, karena seharusnya dia berhati-hati.

"Tidak usah aku bisa membeli kurma sendiri," balasku.

Jelas wanita itu tidak mengenalku mungkin mas. hisyam tidak pernah memberitahunya tentang kami, kecanggungan dan betapa sakitnya situasi yang terjadi sekarang, membuatku pusing dan tak tahu harus berkata apa.

Entah kenapa, ini seolah badai api mengejutkan yang membuat wajahku terbakar, hatiku dan perasaanku, semuanya terbakar!

"Mbak... Kalau mbak pergi begitu saja saya akan cemas, istilahnya biarkan saya mengganti kurma itu atau merawat lukamu."

"Tidak, cukup, jangan kejar saya lagi, saya tidak mau banyak bicara dan sampai hilang amal puasaku! Cukup lupakan saja!" Aku marah padanya sambil meraih motorku.

"Tapi...."

"Jangan bicara apapun lagi, pergilah ke rumah sakit dan periksakan kandunganmu aku berdoa semoga bayi itu baik-baik saja," jawabku dengan suara gemetar di mana aku sudah tak sanggup lagi membendung air mata.

Kukendarai motorku dengan hati remuk redam sementara di belakangku putriku masih sok dan murung, aku tahu setelah ini akan terjadi semua pertengkaran besar di rumah kami.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Armi Malingi
cerita mengada2...jauh dari realita..kok bs pd saat itu si istri tdk mebgatakan at marah pdhl tau suami brengsek nya pny istri lg..malah bersikap sprt pengecut
goodnovel comment avatar
Agus Roma
Lebih pada anak yang disampingnya akan bagaimana nanti sudah pasti trauma ayah yang selama ini jadi imam keluarga harus ada dihadapan dengan wanita mengandung apalagi berkata itu suaminya
goodnovel comment avatar
Suhari Ajay
seharusnya suami itu menjaga,isteri nya dan anak nya bukan berarti"berfindah kehati wanita lain sabar ajah
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • PETAKA SEKOTAK KURMA    71

    "kasihan juga ya Mas," bisikku."Ya, juga. Tapi itu adalah jalan hidup yang harus mereka lewati. Kita hanya bisa mendoakan," balas suamiku. "Aku nggak nyangka juga Mas, mereka hidup di hunian mewah dan bergelimangan harta tidak kurang satu apapun, tapi tiba-tiba mereka terpisahkan dan kini istrinya harus jadi sales perumahan. Dari anak panti asuhan kembali menjadi gelandangan."Hidupnya tidak seburuk itu Bun, tapi tetap saja, keadaan telah menjungkirbalikkan wanita itu," balas suamiku sambil mengesap kopinya."Benarkah menurutmu mereka akan berpisah?""Orang yang sudah terbiasa hidup enak tiba-tiba jatuh miskin dan kehilangan segalanya akan sulit menerima kenyataan Bunda. Baik jika wanita itu bisa berdamai dengan suaminya kemudian berjuang lagi dari nol, tapi, Jika dia tidak mau maka besar kemungkinan perceraian akan terjadi.""Bukan maksud untuk meresahkan diri... Jika itu benar-benar terjadi lalu mas hisyam dengan siapa?" "Entahlah, kurasa, Dia terpaksa harus tinggal dengan ibuny

  • PETAKA SEKOTAK KURMA    70

    "kasihan juga ya Mas," bisikku."Ya, juga. Tapi itu adalah jalan hidup yang harus mereka lewati. Kita hanya bisa mendoakan," balas suamiku. "Aku nggak nyangka juga Mas, mereka hidup di hunian mewah dan bergelimangan harta tidak kurang satu apapun, tapi tiba-tiba mereka terpisahkan dan kini istrinya harus jadi sales perumahan. Dari anak panti asuhan kembali menjadi gelandangan."Hidupnya tidak seburuk itu Bun, tapi tetap saja, keadaan telah menjungkirbalikkan wanita itu," balas suamiku sambil mengesap kopinya."Benarkah menurutmu mereka akan berpisah?""Orang yang sudah terbiasa hidup enak tiba-tiba jatuh miskin dan kehilangan segalanya akan sulit menerima kenyataan Bunda. Baik jika wanita itu bisa berdamai dengan suaminya kemudian berjuang lagi dari nol, tapi, Jika dia tidak mau maka besar kemungkinan perceraian akan terjadi.""Bukan maksud untuk meresahkan diri... Jika itu benar-benar terjadi lalu mas hisyam dengan siapa?" "Entahlah, kurasa, Dia terpaksa harus tinggal dengan ibuny

  • PETAKA SEKOTAK KURMA    69

    Apa artinya kini Hisyam sudah menyerah? Kurasa ya!Dirampok hingga jatuh miskin, kehilangan harta dan rumah yang harus dijual untuk perawatannya. Ditambah kehilangan pekerjaan karena harus cuti panjang, istri yang terus mengeluh karena harus mengurus bayi sekaligus bekerja, kupikir semua itu adalah paket combo yang membuat Mas Hisyam sudah tidak punya waktu untuk mengganggu kami lagi. Dia harus fokus menata kehidupannya, dia harus menyembuhkan dirinya sendiri, dan mulai berkeliling untuk mencari pekerjaan yang layak, dulu pekerjaannya sebagai orang proyek membuat lelaki itu mudah sekali mendapatkan uang dan menghamburkannya, namun sekarang, sungguh jauh kenyataan dari harapan, segala sesuatu pupus begitu saja dalam genggaman.*Hari bergulir, berjalan dengan normal seperti kehidupan orang pada umumnya, rumah tangga kami berlangsung dengan harmonis meski kami belum kunjung mendapatkan garis dua. Prioritas untuk mendapatkan anak itu tidak terlalu ada di urutan pertama mengingat aku dan

  • PETAKA SEKOTAK KURMA    68

    Sejak kepergian wanita pengusik ketenangan kami itu, suamiku terus gelisah, bahkan setelah mengantarkan Fira dan Ali kembali ke rumah neneknya pria itu tidak bisa memejamkan matanya, hanya terus bolak-balik, bangun tidur dan gelisah di kamar kami."Kenapa Mas," ujarku sambil menyentuh bahu dan mendekatinya,"ini sudah malam, kenapa belum tidur, besok harus mengajar di kampus dan sekolah.""Aku tahu, tapi aku benar-benar gelisah.""sebab apa?""Aku ingin melindungi keluargaku Ida. Aku ingin kalian selalu hidup dalam ketentraman dan bahagia, aku tidak mau ada seorangpun yang mengganggu kalian.""Aku paham itu, Mas, aku tahu, dan kau sudah lakukan yang terbaik.""Tapi kenapa keluarga mantanmu seolah mengincar kehidupan kita dan bertekad untuk membuat kita tidak tenang! Ya Allah, Ida, aku harus bagaimana?" keluh lelaki itu dengan sedih. Aku tidak punya jawaban untuk pertanyaan itu sebab aku sendiri tidak mengerti kenapa keluarga mas Hisyam masih terus mengincar kami. "Wanita itu mengha

  • PETAKA SEKOTAK KURMA    67

    "Kau harus lebih tenang Mas. Tersulutnya emosimu saat mas Hisyam menyindirmu membuat dia memenangkan dan mempermainkan emosimu. Kau langsung marah dan mengusir mereka, belum memberi mereka alasan untuk terus mengolokmu, kau harus lebih sabar." Aku menyentuh pundaknya, sambil membelainya perlahan. "Apa boleh buat ucapan mereka sangat menyakitkan hatiku!""Mereka hanya mempermainkanmu. Sebagai istrimu aku lebih mempercayai dan yakin pada akhlakmu yang baik.""Kau pun sudah 14 tahun bersama dengan keluarga itu, Ida. Apa kau sama sekali tidak terganggu dengan sifat mereka.""Tadinya mereka semua baik Mas. Tapi perceraian mengubah keadaan dan pernikahanku denganmu semakin membuat mereka kesal.""Manusia yang punya hasad dan dengki di hatinya sangat berbahaya, Ida. Aku dan kamu harus berhati-hati, karena jika tidak mereka bisa saja memfitnah dan merusak keluarga kita.""Semoga itu tidak terjadi.""Membayangkan saja membuatku takut," ucap Mas Jaka sambil menghela napas perlahan.**Seminggu

  • PETAKA SEKOTAK KURMA    66

    Dua bulan kemudian, Pada ujian kenaikan kelas putri kami berhasil mendapatkan nilai yang sempurna, demi mengapresiasi usaha dan prestasi belajarnya maka Mas Jaka berniat untuk membelikan dia sebuah hadiah dengan sedikit uang yang telah ditabungnya selama berbulan-bulan. "Aku berniat menghadiahkan Elina barang yang akan membantunya kemana-mana.""Tidak usah Mas, tidak usah repot-repot.""Dengar, Aku adalah Ayah sambungnya jadi aku harus bertanggung jawab membahagiakan dan memastikan bahwa hidupnya baik-baik saja.""Dia baik-baik saja kok.""Sejak ayahnya tidak bekerja, mereka tak lagi mengirimkan uang. Aku bisa melihat perubahan Putri kita yang hanya bisa menahan perasaannya ketika menginginkan sesuatu.""Oh ya, apa begitu, Mas?" Aku mulai menyadari bahwa sejak mas Hisyam tidak mengirimkan nafkah, anakku tak lagi merengek saat hendak minta sesuatu atau kebutuhan sekolahnya, dia lebih banyak diam dan menjalani apa adanya. "Aku sering memperhatikannya dan menanyai apa sebenarnya yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status