"Ooo ... jadi kau ingin pamer kemampuan di hadapanku? Baiklah, kali ini aku tidak akan segan untuk membunuhmu."Aura merah tiba-tiba muncul di tangan Srinoto yang jari-jarinya sudah membentuk seperti cakar."Jurus Cakar Macan."Srinoto bergerak dengan cepat dan gesit selayaknya seekor Macan. Dalam sepersekian detik dia sudah berada di depan Lindu Aji, dan beberapa kali memberikan serangan yang mengarah ke titik vital.Melihat kecepatan lawannya semakin bertambah, Lindu Aju pun mengalirkan tenaga dalam ke kakinya untuk menambah kecepatannya. Dia tidak ingin bertarung dan melukai pria paruh baya yang menyerangnya saat ini, sebab dia tahu pria tersebut hanya menjadi korban kebohongan anaknya.Lindu Aji hanya terus menghindar dan sesekali menangkis serangan Ki Srinoto tanpa sekalipun melakukan serangan balik, meskipun dia melihat banyak sekali celah terbuka yang bisa dimanfaatkannya jika dia ingin menyerang.Penonton hanya berdecak k
Setelah kejadian tersebut, semua berjalan normal kembali. Namun bagi Tetua Poncokusumo kejadian tadi adalah pelajaran berharga baginya. Dia mengambil hikmah bahwa umur bukanlah suatu ukuran yang bisa dijadikan patokan kemampuan seseorang.Lindu Aji berjalan seorang diri untuk melihat sekeliling perguruan Rajawali Putih. Dia melihat begitu banyak pendekar muda yang sibuk berlatih untuk menaikkan kemampuan menjelang turnamen dibuka. Sesekali dia berhenti sekedar untuk mengamati gerakan para pendekar muda yang sedang berlatih."Lindu ...!"Terdengar suara seorang gadis sedang memanggil dirinya dari jauh. Dia pun segera menoleh untuk memastikan siapa yang memanggilnya.Pandangan matanya lantas tertuju pada seorang gadis berbaju ungu yang sedang melambaikan tangan sambil tersenyum kepadanya. Perlahan dia pun mendekati gadis tersebut yang ternyata Andini."Ternyata kau di sini juga. Kenapa kemarin tidak bilang?" Andini memasang senyum semanis m
"Kenapa tidak bisa kurasakan ada tenaga dalam di setiap pukulannya?" Tetua Gondosuli tidak bisa berhenti membatin.Lindu Aji memang hanya menggunakan tenaga dalamnya untuk menambah kecepatan saja, dan tidak menggunakannya untuk menambah kekuatan pukulannya. Dia berpikiran mungkin dengan pukulan biasa saja tidak akan membuat lawannya sakit dalam.Tetua Gondosuli semakin terdesak karena durasi kecepatan serangan Lindu Aji terus bertambah, sehingga yang terlihat hanya bayangan berkelebat kesana kemari terus menyerangnya tanpa henti.Senopati Wage dan beberapa tetua menahan nafas dibuat kagum dengan kecepatan yang ditunjukkan Lindu Aji. Mereka tidak mengira pemuda yang baru berumur 17 tahun bisa mempunyai kecepatan seperti itu.Lindu Aji pun akhirnya melompat kebelakang dan berhenti menyerang karena beberapa pukulannya berhasil mendarat di tubuh Tetua Gondosuli."Mohon maaf, Tetua." Lindu Aji sedikit membungkukkan tubuhnya kepada Tetua Gondos
Melihat perubahan mimik wajah para ketua perguruan di ruangan tersebut, Lindu Aji lalu bertanya, "Ada apa, apakah ada yang salah denganku?"."Tidak, Lindu, kamu tidak salah."Tetua Arisutha mencoba mengendalikan suasana. "Kamu dan Pangeran silahkan istirahat dahulu. Kamar sudah kami siapkan untuk kalian."Ketua perguruan Rajawali Putih itu lantas mengarahkan pandangannya kepada seorang anggotanya. "Antarkan pangeran Indragiri dan nakmas Lindu ke kamarnya," perintahnya."Baik, Guru," jawab murid tersebut.Setelah Pangeran Indragiri dan Lindu Aji pergi, rapat membahas tentang turnamen dan Lindu Aji pun dimulai."Mohon maaf, Tuan Senopati, bagaimana pendapat Tuan tentang Lindu?" tanya tetua Bagaskara."Maaf apakah bisa diperjelas lagi pertanyaannya?""Begini, Tuan Senopati, saya benar benar mengakui tentang kekuatan yang dimiliki Lindu Aji. Di antara seluruh peserta, jelas Lindu lebih unggul. Di antara para tetua p
"Paman Wage, Kenapa Eyang tidak ikut kesini?" tanya Lindu Aji setelah berada di atas kapal yang akan menyeberangkan mereka ke Pulau Santong."Tetua Damarjati ada kepentingan lain yang tidak bisa ditinggal. Apa beliau tidak bilang kepadamu?" jawab Senopati Wage sekaligus bertanya balik.Lindu Aji menggeleng pelan. "Eyang tidak bilang apapun, Paman." jawabnya sebelum menyandarkan punggungnya di sebuah peti kayu milik penumpang lain.Tidak terasa kapal sudah penuh dengan penumpang dan akan segera berangkat menuju pulau Santong.Di atas kapal terlihat ada beberapa peserta turnamen dari beberapa perguruan kecil dan menengah. Itu terlihat dari simbol yang terdapat di masing masing seragam mereka.Juga terlihat beberapa orang wanita yang kesemuanya berbaju ungu. Mereka adalah rombongan dari perguruan Teratai Ungu.Di kapal satunya, terlihat Satriaji dan rombongan dari perguruan macan putih berada di sudut kapal.Lindu Aji dan P
Jeritan kesakitan terdengar dari mulut Satriaji setelah tubuhnya menghantam dinding dalam ruangan tersebut. Tubuhnya terasa remuk redam terkena pukulan dan tendangan lawan yang kualitasnya berada jauh di atasnya. Dia pun jatuh lunglai tidak berdaya."Kali ini aku membiarkanmu hidup. Tapi jika aku melihatmu kembali melakukan kejahatan, aku tidak akan segan untuk membunuhmu," ucap Lindu Aji seraya menatap tajam kepada Satriaji yang meringkuk di lantai.Satriaji hanya bisa diam menahan marah. Dia berencana melaporkan hal ini kepada ayahnya yang sekarang berada di Perguruan Rajawali Putih untuk membuat perhitungan kembali.Lindu Aji kemudian menghampiri gadis cantik yang sudah menutupi aset berharganya dengan sobekan pakaiannya."Pakailah bajuku. Setelah ini kembalilah ke rombonganmu."Lindu Aji memberikan baju yang diambil dari bungkusan kain yang tergantung di bahunya, lalu memalingkan mukanya agar gadis tersebut leluasa berganti pakaian.