Di tangannya, Srigati membawa ubi rebus yang masih mengepulkan asap. Dia kemudian menaruh ubi rebus itu di antara mereka bertiga, "Silakan dinikmati."
"Suro, ada perihal apa hingga kau kembali lagi? Bukankah baru dua hari yang lalu kau dari sini?""Maaf, Eyang, bukannya aku mau merepotkan kalian, tapi ada hal yang mau kulaporkan," ucap Suroseto lirih."Katakan saja, jangan berbelit-belit," sahut Tetua Walondo"Pemuda itu sudah kembali, Eyang.""Pemuda siapa yang kamu maksud?" Tetua Walondo menebalkan dahinya yang sudah dipenuhi keriput."Pemuda yang berhasil menahan Pukulan Matahari di pulau Santong," balas Suroseto.Tetua Walondo mengambil napas panjang lalu terdiam beberapa saat."Aku sudah menduganya ... Pemuda itu pasti bukan manusia biasa," ucapnya.Srigati yang mendengar berita dari Suroseto seketika emosinya langsung memuncak. "Aku akan mencari dan membunuhnya!""Kau jangan bodoh SrigatiLindu Aji mengetuk perlahan beberapa kali pintu kamar Putri Liani."Putri, ini aku, Lindu.""Masuklah, pintu tidak dikunci!" jawab Putri Liani dari dalam.Pemuda tampan itu membuka pintu kamar dan melihat calon istrinya itu sedang duduk di atas ranjang.Putri Liani tersenyum manis melihat kedatangan calon suami yang baru saja bertunangan dengannya. Kebahagiaan jelas tak bisa dia sembunyikan setelah dia dan Lindu Aji secara sah terikat pertunangan."Putri, ada yang mau aku bicarakan," kata Lindu Aji setelah duduk di pinggir ranjang tidur yang empuk."Kenapa kau masih memanggilku putri, bukankah aku adalah calon istrimu? Jadi kau bisa memanggilku dengan nama saja," balas Putri Liani.Lindu Aji tersenyum dengan sedikit anggukan kepala."Memangnya kau mau ngomong apa?""Mmm ... Aku ada tugas yang mengharuskanku bepergian jauh," ujar Lindu Aji."Jangan per ...""Liani, apa kau masih ingat apa yang ki
Di tangannya, Srigati membawa ubi rebus yang masih mengepulkan asap. Dia kemudian menaruh ubi rebus itu di antara mereka bertiga, "Silakan dinikmati.""Suro, ada perihal apa hingga kau kembali lagi? Bukankah baru dua hari yang lalu kau dari sini?""Maaf, Eyang, bukannya aku mau merepotkan kalian, tapi ada hal yang mau kulaporkan," ucap Suroseto lirih."Katakan saja, jangan berbelit-belit," sahut Tetua Walondo"Pemuda itu sudah kembali, Eyang.""Pemuda siapa yang kamu maksud?" Tetua Walondo menebalkan dahinya yang sudah dipenuhi keriput."Pemuda yang berhasil menahan Pukulan Matahari di pulau Santong," balas Suroseto.Tetua Walondo mengambil napas panjang lalu terdiam beberapa saat."Aku sudah menduganya ... Pemuda itu pasti bukan manusia biasa," ucapnya.Srigati yang mendengar berita dari Suroseto seketika emosinya langsung memuncak. "Aku akan mencari dan membunuhnya!""Kau jangan bodoh Srigati
Lindu Aji sedikit bingung dengan pertanyaan yang diajukan Putri Liani. Dia tidak pernah menyangka kalau akan terjebak dalam sebuah permainan perasaan. Kalau dia menolak, bisa dipastikan Putri Liani akan langsung jatuh sakit. Tapi kalau menerima, masih ada dua orang gadis yang setia menunggunya, Andini dan Anggun.Lama dia berpikir hingga suara Putri Liani mengejutkannya."Lindu, kok malah melamun?""Eh, iya.""Iya apa?"Aku mencintaimu."Putri Liani tersenyum bahagia mendengar jawaban dari pemuda idamannya tersebut."Aku juga mencintaimu, Lindu.""Liani, bisakah kau melepaskan pelukanmu? Aku sulit bernafas."Putri Liani langsung melepaskan pelukannya dan menatap wajah Lindu Aji dengan tatapan tajam."Aku akan mengatakannya pada ayahku secepatnya." Seusai berucap, Putri Liani lalu berlari keluar dari kamarnya.Lindu Aji hanya bisa menepuk jidatnya. Dia tidak menyangka keputusan yang dia
Cucu angkat Ki Damarjati tersebut langsung melayang tinggi, dan kemudian mendarat di sebuah lapangan yang berada di dalam bangunan seperti benteng tersebut.Kedatangan seseorang yang bisa melayang dan mendarat dengan ringan di markas mereka membuat ratusan penghuni di dalam benteng tersebut terkejut sekaligus terheran heran.Seketika mereka bergerak mengepung pemuda tersebut. Lindu Aji hanya tersenyum sinis melihat ratusan orang yang sedang memandangnya penuh kebencian.Pada dasarnya mereka heran, bagaimana bisa sosok berparas tampan itu memasuki markas mereka dengan begitu mudah, sebab sebelumnya tentu banyak jebakan yang menanti. Apa mungkin berbagai jebakan itu bisa dilewatinya?"Siapa kau dan apa urusanmu datang kesini!? Apa kau tidak tahu jika orang asing yang sudah masuk tempat ini tidak akan bisa keluar lagi?" Sosok berkepala gundul dan memiliki cambang lebat mencoba mengintimidasi Lindu Aji."Apa perlu kujawab pertanyaan tolol sep
"Iya, Tuan Putri, Aku Bejo." Melihat kondisi Putri Liani, Lindu Aji merasa terenyuh dan iba. Dia yang biasanya ceria, saat ini hanya bisa menatap sedih dengan situasi putri Raja Wijaya Kusuma tersebut."Ayah, aku mohon ijinkan Bejo tinggal di sini untuk sementara waktu," pinta Putri LianiRaja Wijaya Kusuma bingung mendengar permintaan anaknya. Dia takut permintaan itu akan membuat Lindu Aji tersinggung. Apalagi dia juga tahu kalau Lindu Aji adalah Cucu Ki Damarjati yang bisa membuat kerajaannya menjadi abu kalau dia berani mengganggu pemuda tersebut."Secara pribadi ayah tidak masalah, Putriku. Tetapi kita tidak boleh memaksa Lindu untuk tinggal di sini. Semuanya tergantung Lindu saja, biar dia yang memutuskan.""Lindu itu siapa, Ayah?"Raja Wijaya Kusuma menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal. "Lindu itu ya Bejo ini, Putriku," jawabnya."Lindu itu nama asliku, Tuan Putri, sedangkan Bejo itu nama samaran saja," sah
Sebuah kewajaran jika Putri Liani meragukan nama BEJO yang disebutkan pendekar muda pahlawannya tersebut. Secara tampang, sangatlah pantas pendekar yang telah menyelamatkannya itu lebih pantas menjadi seorang pangeran. Lindu Aji kemudian mendatangi lelaki tinggi besar yang meminta berguru kepadanya. "Nama Paman siapa?" "Namaku Prapta, Pendekar." "Panggil saja namaku Bejo. Aku risih kalau di panggil pendekar,” kata Lindu Aji. Lelaki bernama Prapta itu mengangguk. Lindu Aji merasa geli juga dipanggil Bejo. Namun demi menutupi jati dirinya, dia pun bersikap biasa saja. "Begini, Paman Prapta, aku sudah meminta kepada mereka untuk menjadikan Paman sebagai prajurit. Aku juga sudah menjamin bahwa Paman tidak akan kembali berbuat jahat. Sekiranya nanti aku mendapat laporan kalau Paman berulah lagi, maka aku akan memastikan daging Paman menjadi makanan Harimau." "Paman berjanji."