Share

PEWARIS DALAM BAYANGAN
PEWARIS DALAM BAYANGAN
Author: Tias Yuliana

PROLOG

Author: Tias Yuliana
last update Huling Na-update: 2021-02-07 23:06:43

Kraak!

Sepasang pintu ganda lemari kayu setinggi dua meter dibuka dengan penuh tekanan. Dia singkap deretan baju dan gaun yang tergantung di sana hingga menampakkan pintu lain yang tersembunyi di balik lemari. Kedua telapaknya meraba-raba sambungan panel penutupnya hingga menemukan satu titik yang terasa berbeda, menekannya, lalu, “Klik!”

Panel di dinding itu terbuka secara otomatis. Lampu berpendar dengan cahaya putih yang menerangi ruangan berukuran dua kali dua meter tersebut. Dia melintasi deretan gaun yang tersingkap dan masuk ke balik panel dinding yang terbuka. Deretan senjata api dari berbagai merek dan seri tertata rapi pada rak khusus di dinding lengkap dengan peralatan penunjangnya.

Perempuan itu menarik sebuah tas ransel hitam dan mulai mengisinya dengan DVL-10M3. Senapan penembak runduk terbaru buatan Rusia itu segera membuatnya jatuh cinta. Bobotnya ringan dengan jarak tembak sampai satu kilometer. Dia menimang-nimang amunisi dan bergegas menyelipkannya ke dalam tas. Tangannya kembali terangkat, bergerak statis mengikuti deretan peralatan optik, komunikasi, dan navigasi. Tangkas dia meraih bipod, peredam, teropong, dan radio untuk digunakan dalam kondisi darurat.

Kini, dia berjongkok di lantai, berusaha membongkar komponen senapan itu dan memasukkannya ke dalam ransel hitam bersama perlengkapan lainnya. Perempuan itu bangkit kembali untuk meraih dua buah MAG4, memeriksa amunisinya, dan memasukkan pistol itu ke dua kantung khusus di belakang korset.

Layar monitor di dekat tempat tidurnya menampakkan gambar elang Jawa dengan nada bip keras. Dia tekan tombol enter, gambar mulai buram dan berganti sesosok wajah yang tersamar gambar mozaik.

“Kekacauan apa yang baru saja kau timbulkan?” suara robot itu serak dan nyaring, disusul denging dari pengeras yang menggema.

Refleks perempuan itu mengernyit dan menutupkan kedua tangan ke telinga. Sial.

“Kau mengumpat padaku?” pekik sosok di monitor dengan nada tajam.

“Ya?” Perempuan itu berpura-pura tak mendengar.

Sosok di monitor berbicara cepat. “Bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi? Itu tidak ada dalam rencana kita!”

“Yah, aku tahu. Mereka mengetahui identitasku. Jadi aku harus melakukan improvisasi,” desahnya.

“Improvisasi?” pekik sosok dalam monitor. “Kecelakaan itu memakan empat nyawa!”

Perempuan itu membeku. Dia mendengar suara derap langkah kaki di depan rumahnya. “Bisa kita langsung saja? Aku sedikit sibuk di sini.”

Sosok dalam monitor mendesah. “Kau harus membereskan kekacauan yang kau timbulkan!“

Tatapan perempuan itu mengeras. Dia kokang MAG4-nya, mematikan komputer, dan mulai menyalakan tombol merah yang terpasang di bawah meja. Timer mulai menghitung mundur. Dia kenakan jaket kulit dan menyandang tas ransel berisi sejumlah senjata yang sudah dia siapkan.

Seseorang, tidak, sejumlah orang berusaha menerobos dan mendobrak pintu rumahnya tanpa banyak bersuara.

Perempuan itu mengenakan kacamata gelap dan mulai memacu motornya menjauh. Dia berhitung dalam hati, lima ... empat ... tiga ... Duaarr!!!

Ledakan terdengar dari rumah yang baru saja dia tinggalkan. Asap hitam dan bola api terlihat membubung dari kejauhan.

“Aku tidak suka berhitung sampai satu,” bisiknya sambil menarik tuas gas motornya semakin kuat.

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • PEWARIS DALAM BAYANGAN    22. Remember Me

    “Siapa kau?” desis Baviaan sambil menguatkan todongan pistolnya ke arah kepala Kae yang duduk gemetar di sofa ruang tengah. Gadis muda itu membeliak ketakutan. Punggungnya tegak dan keringat dingin mulai membulir di keningnya. Dia berusaha mundur, tapi terhalang oleh sofa yang didudukinya. Embusan napas segar menguar dari samping kepala Kae. Bahunya dicengkeram lembut tapi mengancam oleh seseorang dari belakang. Gadis itu melirik sekilas siapa yang ada di belakangnya. Entah bagaimana Jun tiba-tiba berada di belakang sofa dan membungkuk hingga kepalanya berada di atas bahu Kae. Pria itu berbisik dengan penekanan suara yang menggoda. “Perhatikan pistol itu, Nona Muda. Pelurunya bisa menembus kepalamu dan memecahkan tengkorakmu. Tak!” Jun membentuk jempol dan telunjuk kanannya menyerupai pistol dan menekannya ke samping kepala Kae.

  • PEWARIS DALAM BAYANGAN    21. Masuk Perangkap

    Jun yang tersungkur ke lantai sambil melindungai Kae melihat para penembaknya datang dari sebuah mobil van hitam yang berhenti di depan minimarket. Mereka membuka pintu belakang mobil. Dua orang yang wajahnya tertutup topeng hitam mulai menembaki ke arah minimarket. Jun sedikit mendongak. Dia melihat pintu belakang van itu berusaha ditutup. Dia membidikkan tembakan pada salah satu sosok bertopeng hitam di dalam van. Tembakan itu mengenai lengannya sebelum mobil pergi dengan kecepatan penuh. Kaerunisa, gadis yang mengenakan seragam karyawan Kafe Morbeus itu hanya meringkuk gemetar di lantai minimarket. Dia tutupkan kedua tangan ke telinga untuk menghalau kerasnya suara tembakan. Ben yang bersembunyi di dekat pintu toilet, berusaha mendekati gadis itu dan menariknya pergi dari sana. “Hei, lihat aku!” bentak Ben pada Kae yang masih memejamkan mata dengan tubuh gemetar hebat. Gadis itu membuka mata perlahan dan mulai menangis. “Kau ingat aku, kan?

  • PEWARIS DALAM BAYANGAN    20. Pemuda Berjaket Merah

    Seorang pemuda berusia dua puluh tahunan muncul dari salah satu tangga belakang sebuah minimarket yang berdekatan dengan Kafe Morbeus. Pemuda berambut merah itu mengenakan jaket olahraga merah dengan aksen garis putih pada karet lengannya dan kaus oblong putih di dalam jaket. Tangan dengan jemari panjang dan lentiknya menarik tangan Kae yang menggenggam botol kaca tajam. Kae menoleh pada pemuda yang tak dikenalnya itu. Tinggi badan mereka hampir sama. Pemuda itu hanya beberapa senti lebih tinggi dari Kae. Dia merebut botol kaca dari tangan Kae dan berjalan cepat menghampiri si pria berewok yang menendangi seorang perempuan di tengah gang gelap. Prang! Pemuda itu memukulkan botol kaca ke tengkuk leher sang pria berewok hingga sedikit terhuyung. “Brengsek!” umpat si berewok yang berbadan tinggi besar. Matanya melotot dengan pembuluh darah merah. Dia usap tengkuk lehernya yang berdarah. Pemuda berjaket merah itu berusaha mengangkat tubuh si perempuan yan

  • PEWARIS DALAM BAYANGAN    19. Kafe Morbeus

    Gadis itu meletakkan remote tv kembali ke tempatnya dan berujar lirih, “Siapa pun Anda, semoga Anda tenang dan bahagia di luar sana,” lalu, dia keluar dari apartemen tua milik Kunto itu. Di depan lift, dia melihat seorang pria duduk di kursi roda seorang diri. Tangan kiri pria itu menggapai-gapai tombol lift. Gadis itu sudah akan membantu, tapi pria berkacamata gelap itu sepertinya tak memerlukan bantuan. Dengan cekatan, dia meraba tombol dan menekan angka yang menuju lantai dasar. Gadis itu berdiri di sana. Dia melihat pria cacat itu memutar kursi roda dan berjalan mundur untuk memasuki lift saat pintu terbuka. “Kau tak akan masuk?” Suara pria itu Gadis itu gelagapan. “Ah, iya, maaf.” Mereka berada di dalam lift dengan sikap canggung. Gadis itu berdiri di samping kursi roda Baviaan sambil melirik ke arah pangkuan pria itu. “Apa Anda bermain biola?” Baviaan duduk tenang di kursi rodanya dengan wajah menatap lurus ke arah pintu lift yang bercer

  • PEWARIS DALAM BAYANGAN    18

    Berita ledakan di sebuah pulau terpencil itu dengan segera menemukan muaranya. Setiap reporter dan wartawan berlomba-lomba mencari kebenaran akan kabar burung yang tiba-tiba berembus dari sebuah portal berita online yang belum diketahui kevalidan sumbernya. Portal berita itu dengan gamblang menyebutkan bahwa CEO perusahaan pupuk terbesar di negeri ini dikabarkan meninggal dalam peristiwa ledakan di sebuah pulau terpencil tadi malam. Jun tiba di kantornya menggunakan porsche kesayangan. Di lobi kantor sudah berkerumun para wartawan dan repoter yang ingin memastikan kabar tersebut. Sebelum turun dari mobil, Jun menyambar kacamata hitam dan memasang wajah paling sedih yang bisa dia lakukan. Cahaya blitz kamera berulang-ulang menerpa wajah dan tubuhnya dari berbagai arah. Bermoncong-moncong mikrofon disodorkan dan menghalangi pergerakannya. Sejumlah petugas keamanan perusahaan berusaha menghalau kerumunan wartawan itu, tapi mereka terus saja berteriak-teriak mel

  • PEWARIS DALAM BAYANGAN    17

    Mereka bertiga terlantar di pelabuhan kota S. Kerlap-kerlip lampu dari perahu-perahu nelayan di kejauhan menambah muram suasana. Mereka bersembunyi tak jauh dari tempat bongkar muat kapal. Di sana, banyak kayu-kayu palet yang bisa mereka jadikan perlindungan. Baviaan duduk di kursi rodanya sambil merasakan kesiur angin laut yang semakin meremangkan kulit. Kunto terus saja mondar-mandir dan hampir setiap menit mendatangi Baviaan untuk menanyakan, “Apakah kau membutuhkan sesuatu? Apa kau baik-baik saja? Adakah yang terluka?” “Hei, Pak Tua! Tidakkah sikapmu itu terlalu berlebihan? Dia bukan bayi yang harus selalu kau khawatirkan!” pekik Ben yang tengah berbaring telentang di salah satu dek perahu nelayan yang tertambat. Kunto sudah akan melontarkan kemarahan tapi Baviaan memberikan tanda dengan satu lambaian tangan, “Cukup! Kinca benar, aku bukan bayi yang harus selalu kau khawatirkan, Paman.” Kunto menganga dan hampir menumpahkan air mata. “Astaga! Kau

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status