Share

Bab 2

Pengemudi mobil sport itu turun dari mobilnya lalu berjalan mendekati Kaisar dengan tatapan kebenciannya. Dia adalah Bastian keponakan Abraham, anak dari adik pertama Abraham bernama Lionel.

“Kamu pasti kesini karena tau ada pembacaan surat wasiat, kan? Kamu nggak akan dapat sepeserpun, jangan mimpi. Kamu hanya anak pungut dan sudah dibuang oleh pamanku.”

Kaisar hanya diam dan tidak membalas penghinaan itu. Dia tidak ingin mencari keributan disaat suasana duka seperti itu.

“Aku sarankan kau pergi dari sini! Dan jangan pernah kembali lagi! Paman sudah mati dan tidak ada lagi yang bisa menerima kehadiranmu di sini sebelum kau diusir paksa oleh ayahku, paman dan bibiku yang lainnya.”

Bastian lalu meninggalkan Kaisar yang masih tidak membalas satupun perkataannya. Lelaki yang seumuran dengannya itu kembali menaiki mobil sportnya lalu melajukannya dengan kencang memasuki gerbang utama kediaman mendiang sang paman.

Kaisar hanya menatap dingin kepergian Bastian.

Tak lama, sebuah mobil mewah lain berhenti di samping Kaisar. Seorang pria paruh baya turun dari mobil, dan membungkuk dengan hormat kepadanya. Pria yang dikenali Kaisar sebagai pengacara ayah angkatnya. 

“Tuan muda…” ujarnya dengan nada rendah penuh penghormatan. 

Kaisar mengangguk sekilas, dan memberikan isyarat padanya untuk masuk terlebih dahulu. 

Di dalam rumah mewah yang bak istana itu sudah berkumpul semua anggota keluarga Abraham. Tiga adik Abraham, beserta seluruh keponakannya termasuk Bastian juga sudah berada di sana. Elena yang berada di sana sejak tadi diam saja. Dia masih berduka atas kematian ayahnya. Mereka semua tengah menunggu kedatangan Pengacara untuk mengumumkan surat wasiat dari Abraham dengan wajah tegang dan gelisah.

Lionel–adik pertama Abraham, menatap kedua adiknya yang lain, lalu bicara pada mereka. “Elena tidak pantas menjadi pewaris. Meskipun, dia anak Kak Abraham satu-satunya. Tapi dia seorang perempuan.” Dia melanjutkan lagi dengan senyumannya yang licik. “Jika Kak Abraham memintaku untuk mengurus semua harta peninggalannya dan menjadi wali Elena, kalian berdua harus menerimanya. Karena bagaimanapun akulah pengganti Abraham yang paling dituakan sekarang. Dan akulah yang pantas untuk mengurus semua peningalannya dan menjadi wali Elena.”

Mason–adik kedua Abraham panas mendengarnya. “Kakak jangan terlalu percaya diri dulu,” protes Mason. “Yang paling cerdas dan pintar diantara kita bertiga adalah aku. Setiap ada masalah di perusahaan, Kak Abraham sering bertanya padaku dan akulah yang sering memberinya solusi. Jadi sudah pasti aku yang akan ditunjuk untuk menjadi Wali Elena.”

Lili–adik bungsu Abraham, tertawa. “Kak Abraham tidak akan mungkin menunjuk kalian berdua! Aku perempuan dan aku yang pantas menjadi wali Elena. Bukankah selama ini Elena yang paling dekat denganku? Dan aku sudah menjadi pengganti ibunya?”

Elena yang sedari tadi hanya diam dan tidak menanggapi perdebatan mereka sama sekali akhirnya berdiri karena kesal melihat tingkah lalu paman dan bibinya. 

“Mau kemana kamu?” tanya Lionel pada Elena. “Kembali duduk. Sebentar lagi pengacara datang untuk mengumumkan surat wasiatnya dan kamu harus mendengarnya.”

Elena akhirnya terpaksa duduk lagi dengan menahan rasa kesalnya.

Tak lama kemudian, seorang pria paruh baya yang diketahui sebagai pengacara dari Abraham masuk. Ia disambut dengan sambutan hangat yang penuh kepura-puraan. Dia melihat ke semua orang yang hadir, kemudian bertanya, “Ada yang belum hadir, ya?”

Semua orang saling menoleh, dan terlihat bingung, karena semua keluarga Abraham sudah ada di ruangan. Namun pengacara Abraham kembali berkata, “Saya akan membacakan surat wasiatnya jika semuanya sudah hadir.”

Lionel menatap pengacara itu lalu bicara padanya. “Seluruh anggota keluarga mendiang kakak saya sudah berada di sini, tidak ada lagi yang perlu ditunggu.” 

Belum sempat pengacara Abraham menjawab pertanyaan Lionel, sesosok pria dengan pakaian kasualnya datang, membuat semua orang yang hadir terperangah. 

“Anak pungut! Apa yang kau lakukan di sini!” seru Bastian. 

Kaisar terdiam lalu menatap pengacara mendiang ayah angkatnya.

“Kalau ingin melayat, jangan ke sini,” tambah Mason. “Pergilah ke makam kakakku!”

“Apa kau mengira kau akan mendapatkan bagian dari warisan Kak Abraham? Jangan berharap. Kau hanya anak pungut di keluarga ini!” tambah Lili.

Kaisar masih tidak mengatakan apapun. 

“Dia tercatat menjadi bagian dari keluarga ini,” sergah pengacara Abraham hingga membuat semuanya terdiam.

“Kau jangan mengada-ada!” protes Lionel.

“Biarkan sajalah dia di sini,” ujar Lili sambil mengibaskan tangannya. Supaya pengacara itu segera membacakan surat wasiatnya. “Lagipula, dia tak akan mendapatkan apapun dari Kak Abraham. Sekarang mari kita dengarkan surat wasiatnya.” Lili menoleh pada pengacara itu kemudian bicara padanya. “Silakan, Pak.”

Pengacara Abraham berdehem, lalu berujar, “Baiklah.” Dia mulai membacakan semua isi yang ada dalam surat wasiat Abraham. Termasuk detail rinci mengenai seluruh kekayaan Abraham. 

Dan semua orang terperangah ketika pengacara Abraham membacakan bagian kalimat, “Saya, dengan ini mewariskan seluruh harta kekayaan saya, kepada satu-satunya putra kandung saya. Kaisar Putra Abraham.”

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Paulina Nurhadiati Petrus
nah loh yg dapat warisan malah kaisar ini ......
goodnovel comment avatar
Hanny Abbarlah
kok putra kandung di surat wasiat?
goodnovel comment avatar
Ar_key
sabar Kaisar sabar ya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status