Share

Bab 2

Author: Hakayi
last update Last Updated: 2023-06-16 11:35:23

Pengemudi mobil sport itu turun dari mobilnya lalu berjalan mendekati Kaisar dengan tatapan kebenciannya. Dia adalah Bastian keponakan Abraham, anak dari adik pertama Abraham bernama Lionel.

“Kamu pasti kesini karena tau ada pembacaan surat wasiat, kan? Kamu nggak akan dapat sepeserpun, jangan mimpi. Kamu hanya anak pungut dan sudah dibuang oleh pamanku.”

Kaisar hanya diam dan tidak membalas penghinaan itu. Dia tidak ingin mencari keributan disaat suasana duka seperti itu.

“Aku sarankan kau pergi dari sini! Dan jangan pernah kembali lagi! Paman sudah mati dan tidak ada lagi yang bisa menerima kehadiranmu di sini sebelum kau diusir paksa oleh ayahku, paman dan bibiku yang lainnya.”

Bastian lalu meninggalkan Kaisar yang masih tidak membalas satupun perkataannya. Lelaki yang seumuran dengannya itu kembali menaiki mobil sportnya lalu melajukannya dengan kencang memasuki gerbang utama kediaman mendiang sang paman.

Kaisar hanya menatap dingin kepergian Bastian.

Tak lama, sebuah mobil mewah lain berhenti di samping Kaisar. Seorang pria paruh baya turun dari mobil, dan membungkuk dengan hormat kepadanya. Pria yang dikenali Kaisar sebagai pengacara ayah angkatnya. 

“Tuan muda…” ujarnya dengan nada rendah penuh penghormatan. 

Kaisar mengangguk sekilas, dan memberikan isyarat padanya untuk masuk terlebih dahulu. 

Di dalam rumah mewah yang bak istana itu sudah berkumpul semua anggota keluarga Abraham. Tiga adik Abraham, beserta seluruh keponakannya termasuk Bastian juga sudah berada di sana. Elena yang berada di sana sejak tadi diam saja. Dia masih berduka atas kematian ayahnya. Mereka semua tengah menunggu kedatangan Pengacara untuk mengumumkan surat wasiat dari Abraham dengan wajah tegang dan gelisah.

Lionel–adik pertama Abraham, menatap kedua adiknya yang lain, lalu bicara pada mereka. “Elena tidak pantas menjadi pewaris. Meskipun, dia anak Kak Abraham satu-satunya. Tapi dia seorang perempuan.” Dia melanjutkan lagi dengan senyumannya yang licik. “Jika Kak Abraham memintaku untuk mengurus semua harta peninggalannya dan menjadi wali Elena, kalian berdua harus menerimanya. Karena bagaimanapun akulah pengganti Abraham yang paling dituakan sekarang. Dan akulah yang pantas untuk mengurus semua peningalannya dan menjadi wali Elena.”

Mason–adik kedua Abraham panas mendengarnya. “Kakak jangan terlalu percaya diri dulu,” protes Mason. “Yang paling cerdas dan pintar diantara kita bertiga adalah aku. Setiap ada masalah di perusahaan, Kak Abraham sering bertanya padaku dan akulah yang sering memberinya solusi. Jadi sudah pasti aku yang akan ditunjuk untuk menjadi Wali Elena.”

Lili–adik bungsu Abraham, tertawa. “Kak Abraham tidak akan mungkin menunjuk kalian berdua! Aku perempuan dan aku yang pantas menjadi wali Elena. Bukankah selama ini Elena yang paling dekat denganku? Dan aku sudah menjadi pengganti ibunya?”

Elena yang sedari tadi hanya diam dan tidak menanggapi perdebatan mereka sama sekali akhirnya berdiri karena kesal melihat tingkah lalu paman dan bibinya. 

“Mau kemana kamu?” tanya Lionel pada Elena. “Kembali duduk. Sebentar lagi pengacara datang untuk mengumumkan surat wasiatnya dan kamu harus mendengarnya.”

Elena akhirnya terpaksa duduk lagi dengan menahan rasa kesalnya.

Tak lama kemudian, seorang pria paruh baya yang diketahui sebagai pengacara dari Abraham masuk. Ia disambut dengan sambutan hangat yang penuh kepura-puraan. Dia melihat ke semua orang yang hadir, kemudian bertanya, “Ada yang belum hadir, ya?”

Semua orang saling menoleh, dan terlihat bingung, karena semua keluarga Abraham sudah ada di ruangan. Namun pengacara Abraham kembali berkata, “Saya akan membacakan surat wasiatnya jika semuanya sudah hadir.”

Lionel menatap pengacara itu lalu bicara padanya. “Seluruh anggota keluarga mendiang kakak saya sudah berada di sini, tidak ada lagi yang perlu ditunggu.” 

Belum sempat pengacara Abraham menjawab pertanyaan Lionel, sesosok pria dengan pakaian kasualnya datang, membuat semua orang yang hadir terperangah. 

“Anak pungut! Apa yang kau lakukan di sini!” seru Bastian. 

Kaisar terdiam lalu menatap pengacara mendiang ayah angkatnya.

“Kalau ingin melayat, jangan ke sini,” tambah Mason. “Pergilah ke makam kakakku!”

“Apa kau mengira kau akan mendapatkan bagian dari warisan Kak Abraham? Jangan berharap. Kau hanya anak pungut di keluarga ini!” tambah Lili.

Kaisar masih tidak mengatakan apapun. 

“Dia tercatat menjadi bagian dari keluarga ini,” sergah pengacara Abraham hingga membuat semuanya terdiam.

“Kau jangan mengada-ada!” protes Lionel.

“Biarkan sajalah dia di sini,” ujar Lili sambil mengibaskan tangannya. Supaya pengacara itu segera membacakan surat wasiatnya. “Lagipula, dia tak akan mendapatkan apapun dari Kak Abraham. Sekarang mari kita dengarkan surat wasiatnya.” Lili menoleh pada pengacara itu kemudian bicara padanya. “Silakan, Pak.”

Pengacara Abraham berdehem, lalu berujar, “Baiklah.” Dia mulai membacakan semua isi yang ada dalam surat wasiat Abraham. Termasuk detail rinci mengenai seluruh kekayaan Abraham. 

Dan semua orang terperangah ketika pengacara Abraham membacakan bagian kalimat, “Saya, dengan ini mewariskan seluruh harta kekayaan saya, kepada satu-satunya putra kandung saya. Kaisar Putra Abraham.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Paulina Nurhadiati Petrus
nah loh yg dapat warisan malah kaisar ini ......
goodnovel comment avatar
Hanny Abbarlah
kok putra kandung di surat wasiat?
goodnovel comment avatar
Ar_key
sabar Kaisar sabar ya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • PEWARIS HEBAT NOMOR 1   Bab 147

    Indah duduk dengan tenang, matanya mengikuti setiap geKaisarn Kaisar yang sedang memeriksa buku rekeningnya. Buku itu berisi catatan uang yang telah ia kumpulkan selama ini, uang yang ia tabung dengan penuh harapan untuk membahagiakan mendiang ayahnya. Kini, uang itu akan digunakan untuk modal membuka pabrik kerupuk singkong yang telah lama menjadi impian Kaisar.Tak lama kemudian, Kaisar mengeluarkan sebuah botol kecil dari tasnya. Botol itu berisi gulungan kertas yang tampak tua, kemudian meletakkannya di atas meja makan. Indah menatap botol itu dengan rasa penasaran yang mendalam."Apa itu, ayah?" tanya Indah, suaranya lembut, namun penuh keingintahuan."Resep rahasia membuat kerupuk singkong," jawab Kaisar, dengan nada yang sedikit datar namun penuh makna.Indah mengernyit, tampak tak mengerti. "Resep rahasia?"Kaisar mengangguk, kemudian membuka penutup botol itu dengan hati-hati, seakan botol itu sangat berharga. Ia mengeluarkan gulungan kertas dari dalam botol dan membacanya ke

  • PEWARIS HEBAT NOMOR 1   Bab 146

    Pagi sekali, Muas, Sarok, Balwi, dan Tiwi berdiri di depan sebuah bangunan yang tampak lebih mirip gudang tua. Puluhan mantan preman jalanan tengah membersihkan area tersebut. Keempatnya menatap bangunan itu dengan tatapan tak percaya."Abang yakin, Abang Besar akan membangun pabrik kerupuk singkong di sini buat kita?" tanya Sarok, masih tidak yakin."Kau dengar sendiri, dia ngomong serius soal ini. Sepertinya Abang Besar nggak main-main," jawab Muas, menenangkan.Bawi mendesah, "Aku kira kita bakal dijadiin pasukan pembunuh bayaran sama dia, taunya..."Tiwi menoleh ke Balwi, "Harusnya kita bersyukur, orang terkuat di Jayakarta udah ngasih kita kesempatan. Dikasih pekerjaan yang benar, meski harus ninggalin pekerjaan yang selama ini bikin kita merasa di atas angin."Sarok menatap Muas, "Lalu gimana dengan Bos Besar kita, Bang?"Muas terlihat bingung, raut wajahnya penuh keraguan. "Saya sendiri masih bingung. Lama-lama Bos Besar pasti curiga. Aliran dana dari Jayakarta ke mereka akan b

  • PEWARIS HEBAT NOMOR 1   Bab 145

    Setelah mereka pulang dari jogging, Kaisar terkejut lagi saat melihat Muas, Sarok, Bawi, dan Tiwi bersama puluhan preman lainnya berdiri tegap di depan rumahnya."Lapor, abang besar!" seru Muas dengan penuh semangat. "Rumah sudah dibersihkan, untuk abang besar dan Tuan Puteri sarapan juga sudah disiapkan. Sekarang rumah ini akan dilindungi dua penjaga di depan pintu depan, dua penjaga di depan pintu belakang, serta masing-masing satu orang di bagian kiri dan kanan rumah!"Kaisar mengernyit mendengar laporan itu. "Kalian memang berlebihan, padahal saya cuma bercanda," dengusnya."Dengar itu!" seru Indah, menambahkan sedikit sindiran.Muas hanya manyun mendengar Indah. Kaisar, yang sedikit bingung dengan perubahan mendadak ini, akhirnya masuk ke rumah, diikuti oleh Indah.Begitu masuk, mereka langsung melihat bahwa rumahnya sudah bersih, lebih bersih dari biasanya. Bahkan, ketika Kaisar mengecek meja makan, sarapan sudah tersaji rapi.Muas, Sarok, Bawi, dan Tiwi kemudian masuk mengikuti

  • PEWARIS HEBAT NOMOR 1   Bab 144

    Teriakan pasukannya saat peluru melesat ke dadanya. Kaisar berlari ke samping, menghindari peluru yang datang tepat ke arahnya. Begitu peluru itu mengenai pohon, dia melihat musuh bersembunyi di dalam semak. Tanpa ragu, Kaisar mengeluarkan senjata apinya, menembaki mereka dengan cepat dan tanpa ampun."AAAAAAA!" Teriakan Kaisar menggema di tengah kekacauan, seiring dengan hujan peluru yang dia curahkan pada musuh.Namun, di tengah keganasan pertempuran itu, tiba-tiba sahabat dekatnya jatuh, terkena tembakan di kepala. Tembakan yang begitu cepat dan tepat, yang menumbangkan sahabatnya di hadapannya. Kaisar terpaku, matanya terbelalak. Air mata mengalir begitu saja, tak tertahankan."Ayah! Ayah!"Suara Indah memanggilnya dengan cemas membuyarkan lamunan Kaisar. Tanpa sadar, air mata yang tadi menetes di pipinya kini mengalir lebih deras. Ia cepat-cepat mengusapnya, berusaha menutupi perasaan yang tiba-tiba muncul."Ayah nangis?" tanya Indah dengan heran, melihat Kaisar yang terdiam, mat

  • PEWARIS HEBAT NOMOR 1   Bab 143

    Malam itu, Kaisar terbangun dengan terkejut. Keningnya dipenuhi keringat dingin, napasnya terengah-engah. Begitulah jika Kaisar tertidur, seringkali ia dihantui mimpi buruk tentang masa-masa krisis dalam peperangan.Namun malam itu, seketika Kaisar teringat Indah dan para preman yang mengusik ketenangannya siang tadi. Ia tak tahu bagaimana kabar mereka setelah tertidur di sana. Lalu, tiba-tiba aroma masakan yang lezat menyentuh indra penciumannya.Kaisar buru-buru turun dari ranjang dan keluar kamar. Ruang tamu tampak sepi, tak ada lagi para preman itu. Ia melangkah menuju ruang makan dan terkejut melihat meja makan yang telah tersaji penuh dengan hidangan lezat.Di dekat meja, berdiri Indah yang sudah mandi, mengenakan pakaian yang lebih pantas dan wajahnya yang tampak cemong, bukan karena kotor, melainkan karena dipenuhi bedak putih."Siapa yang masak?" tanya Kaisar heran, masih terkejut dengan pemandangan di depannya."Aku, Ayah. Ayo duduk, tadi aku mau bangunin ayah untuk ajak mak

  • PEWARIS HEBAT NOMOR 1   Bab 142

    "Berhenti!!!" teriak Kaisar pada Sarok, Bawi, dan puluhan preman jalanan yang masih berteriak menyebut-nyebut "abang besar" padanya.Semua terdiam seketika. Teriakan Kaisar memecah suasana riuh, membuat semua orang berhenti dan menatapnya."Aku bukan abang besar kalian!" teriak Kaisar lagi, kali ini lebih keras dan tegas. "Sekarang, silakan kalian pulang dan jalani hidup masing-masing dengan baik."Semua tampak terpaku, bingung dan tidak bergerak sama sekali. Tidak ada satu pun yang berani menjawab atau bergerak. Seolah semua tersihir oleh kata-kata Kaisar, terdiam sejenak dalam kebingungan.Tak lama kemudian, Muas yang sempat terkapar bangkit perlahan. Ia berjalan menuju Kaisar dengan langkah berat, berlutut di depan pemuda itu dengan penuh rasa takut."Mulai sekarang, status abang besar aku serahkan padamu, anak muda," ucap Muas dengan suara gemetar, tubuhnya masih bergetar akibat kuncian Kaisar yang kuat tadi. "Aku akan jadi wakilmu untuk mengatur mereka semua. Tolong terima permin

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status