Anggun kini mengikuti permainan Reno. Ia tetap diam dan seolah tidak mengetahui semua kebohongan Reno. Anggun ingin menyelidiki semuanya. Semua kebohongan Reno yang belum diketahuinya.
"Kita lihat saja, siapa yang akan jadi pemenangnya," gumam Anggun.
Pagi itu, seperti biasanya, Anggun menyiapkan sarapan untuk suaminya sebelum Reno berangkat kerja. Ia menyusun dengan rapih secangkir teh manis dan nasi goreng seafood kesukaan Reno. Di meja makan juga tersedia roti dengan beberapa jenis selai pilihan.
"Mas, Mas, sarapan dulu, yuk. Nanti kamu telat loh ke kantor," panggil Anggun.
"Iya, Sayang. Sebentar ya," teriak Reno.
Anggun pun menyambut kedatangan Reno dengan senyuman. Senyuman yang hangat. Seperti biasanya, walau sesungguhnya di dalam hati Anggun, telah timbul benih-benih kebencian, amarah dan rasa muak.
"Kamu mau sarapan apa, Mas?" tanya Anggun.
"Pagi ini aku mau roti. Tetapi, nanti kamu bawain nasi gorengnya ya. Biar nanti aku bisa makan di kantor sehabis meeting," ucap Reno. Anggun pun mengikuti keinginan Reno.
Setelah memberikan roti dengan selai coklat pada Reno, Anggun pun menyiapkan bekal nasi goreng di kotak Tupperware kesayangannya. Warna hijau.
"Loh, Mas, kok buru-buru sih?" tanya Anggun saat Reno bergegas pergi dan terburu mengambil kotak bekalnya setelah menerima sebuah telepon.
"Iya, Sayang, meeting-nya diubah jam 9 pagi. Aku takut telat. Kamu hati-hati ya. Take care. Miss you," pamit Reno setelah mencium pipi Anggun seperti biasa.
Anggun yang mulai kehilangan kepercayaannya pun tidak percaya jika Reno benar-benar harus meeting pagi. Bisa saja ia janji bertemu wanita selingkuhannya sebelum ke kantor.
"Ya Allah, apa yang harus kulakukan?" gumam Anggun.
Saat hendak mengikuti Reno, Cynthia datang ke rumahnya. Ia datang dalam keadaan wajah memar dan menangis tersedu-sedu hingga Anggun terpaksa membatalkan rencananya.
"Cyn, kamu kenapa sih? Ya udah, masuk yuk," ajak Anggun. Anggun pun memapah sahabatnya sejak kecil itu masuk ke dalam rumah.
Cynthia pun mulai menceritakan semuanya. Ia mendapatkan KDRT dari Romi, suami yang sudah menikahinya 3 tahun lalu. Bahkan menurut wanita berambut panjang sebahu itu, ia bahkan dipaksa melayani para pria yang sudah membayar pada Romi.
"Apa, kamu dijual?" pekik Anggun. Cynthia hanya mengangguk dalam tangisnya.
"Dasar suami nggak tahu diri! Udah nggak nafkahi istri, selingkuh eh sekarang malah KDRT dan mau ngejual kamu? Kita lapor polisi aja, Yuk!" pinta Anggun yang kesal pada Romi karena cerita Cynthia.
"Nggak, Anggun. Gimana kalau dia di penjara? Gimanapun, dia Ayah Amanda. Dia masih kecil," bujuk Cynthia.
Amanda, gadis cilik berusia 2 tahun itu terpaksa harus merasakan pedihnya menjadi anak yang mempunyai keluarga yang tidak utuh. Cynthia hendak menggugat cerai Romi.
"Ya udah, sementara ini kamu tinggal di sini aja ya. Di atas ada kamar kosong. Please, jangan tolak! Aku justru nggak tenang kalau kamu dan Amanda ke mana-mana. Di sini, kalian aman," ujar Anggun yang tidak ingin sahabat kecilnya itu dalam bahaya.
"Reno gimana?" tanya Cynthia.
"Udah, kamu tenang aja ya. Soal Mas Reno, biar aku yang urus. Lagian nggak mungkinlah dia melarang aku ngajak kamu di sini. Apalagi ada Amanda," sahut Anggun tersenyum.
"Makasih ya, Anggun. Kamu emang sahabat terbaik aku," ujar Cynthia. Kedua sahabat itu akhirnya berpelukan.
.................
Mobil yang dikendarai Reno akhirnya berhenti di sebuah komplek perumahan. Di sebuah rumah beraksen American style berwarna hijau-pink. Reno pun turun dari mobil BMW warna hitam kesayangannya itu.
"Sayang, kamu di mana?" panggil Reno saat memasuki rumah yang tak terkunci itu.
"Hei, kamu udah datang, Mas?" sapa Nindya.
Gadis berusia 21 tahun itu kini tengah mengandung. Menginjak 4 bulan. Perutnya pun mulai membuncit. Anak hasil perselingkuhannya dengan Reno di belakang Anggun.
"Kamu udah siap? Kita berangkat ke rumah sakit sekarang ya. Aku mau lihat, gimana perkembangan anak kita," ujar Reno sambil mencium perut Nindya yang mulai besar itu.
"Udah."
Reno pun menggandeng mesra Nindya masuk ke dalam mobilnya. Ia memang tidak ingin terjadi sesuatu pada calon bayinya. Sudah lama ia menginginkan seorang anak. Tetapi, hampir 6 tahun menikah dengan Anggun, ia belum juga kunjung hamil.
Reno pun langsung meluncur menuju sebuah rumah sakit yang tidak jauh dari komplek perumahan Nindya tinggal. Reno tidak ingin jejak pengkhianatan itu diketahui oleh Anggun. Anggun bisa saja melakukan apapun, bahkan membunuhnya dan juga Nindya.
Tidak butuh lama, mobil yang dikendarai Reno akhirnya sampai di pelataran parkiran rumah sakit. Saat hendak turun dari mobilnya, Nindya pun mencegah Reno.
"Mas, mau sampai kapan kita begini? Aku tuh istri kamu. Tetapi, kayak simpanan kamu aja. Ingat loh, Mas, aku ini sedang mengandung darah daging kamu. Harusnya kamu itu lebih mengutamakan aku daripada si Anggun, perempuan mandul itu!" pekik. Nindya.
Reno langsung menoleh ke arah Nindya. Wajahnya terlihat penuh amarah pada istri sirinya itu. Ia tidak suka saat Anggun dicap sebagai wanita mandul. Bagaimanapun, Anggun istrinya yang sah.
"Eh, dengar ya! Jangan sekali lagi kamu bilang dia wanita mandul!" bentak Reno.
Nindya pun kaget. Ia tidak menyangka jika akan membuat Reno semarah itu. Nindya pun menunduk. Ia berusaha menahan tangisnya.
"Udah. Kita ke sini buat cek kehamilan kamu. Nggak usah drama. Ayo, kita masuk. Aku juga harus cepat ke kantor. Banyak kerjaan," pekik Reno yang langsung turun dari mobilnya. Nindya pun menyusul.
"Ibu Nindya," panggil seorang perawat yang mempersilakan Nindya masuk.
"Aku tunggu di sini aja."
Reno yang masih kesal akhirnya membiarkan begitu saja Nindya masuk seorang diri. Namun, setelah emosinya mereda, Reno pun memutuskan masuk ke dalam ruangan dokter. Terlihat, Nindya sedang diperiksa.
"Gimana keadaan istri dan anak saya, Dok?" tanya Reno.
"Alhamdulillah, baik. Cuma saya sarankan, sebaiknya Ibu jangan terlalu capek dan stres ya. Takut menganggu perkembangan janinnya," ucap dokter.
"Baik, Dok."
Setelah mendapat resep, Nindya dan Reno akhirnya keluar ruangan. Nindya yang sepertinya masih marah langsung pergi begitu saja. Reno pun memutuskan menebus obatnya ke apotik lebih dulu.
20 menit kemudian
Setelah mengambil obat, Reno pun bergegas kembali ke mobil. Dari kejauhan, ia melihat Nindya sedang berbicara dengan seorang pria dengan setelan jas rapih. Entah siapa pria itu. Reno pun bergegas menghampiri Nindya.
"Nindya!" teriak Reno membuat Nindya dan pria itu langsung menoleh. Kali ini, justru mata Reno yang terbelalak saat melihat sosok pria yang diduganya sebagai selingkuhan Nindya.
"Pras?"
"Reno?"
"Mas, Mas kenal sama Mas Pras?" tanya Nindya.
"Ya kenallah. Dia ini kan sahabat aku sejak SMP. Eh, tunggu deh. Kalian, sudah kenal?" tanya Pras.
"Dia suami aku, Mas," sahut Nindya membuat Pras langsung meradang.
"Lu mengkhianati Anggun?" pekik Pras menarik krah baju Reno.
Reno diam rak berkutik
Siapakah Pras? Akankah Anggun mengetahui kedok Reno?
bersambung ....
Beberapa tahun kemudianReno dan Pras kini telah sukses dengan kariernya masing-masing. Hidupnya tidak lagi dijalanan. Tidak lagi kelaparan apalagi kedinginan saat hujan, kepanasan saat terik matahari menyala.Dalam sebuah acara para pengusaha, Reno akhirnya bertemu dengan Anggun. Anggun tidak mengenali Reno, yang pernah dianggapnya sebagai kakak dan lama hidup bersama. Sedangkan Reno, langsung mengenalinya saat pertama kali berkenalan."Anggun? Dia anak om Panca?" batin Reno.Reno pun mengambil langkah, tanpa ingin membuang waktu ia langsung menjalin kedekatan di acara itu. Hingga komunikasi mereka pun terus berlanjut dan semakin dekat. Hingga beberapa tahun kemudian, Anggun dan Reno sepakat bertunangan."Hah, tunangan? Kamu serius, Anggun?" Para sahabat baik Anggun kaget. Ini di luar logika mereka. Anggun yang dikenal sangat hati-hati dan tidak mudah percaya kenapa begitu mudah mengambil keputusan besar di hidupnya, sebuah pernikahan. Dan lebih membuat sahabat Anggun itu tak perca
Tidak ada hal yang paling menyakitkan saat mendapatkan kabar duka itu. Sendirian ia mendatangi rumah sakit di daerah puncak itu. Tidak ada satupun keluarga yang mendampinginya. Tidak ada satupun anggota keluarganya yang tersisa Sesampainya di rumah sakit, Anggun langsung diantar menuju kamar jenazah. Di sana ia membuka kain penutup berwarna putih itu. Kedua orangtuanya, juga kedua saudaranya.Anggun histeris. Hatinya hancur. Dunia seakan runtuh. Tapi kenyataan ini harus ia hadapi sendirian. Tanpa sanak keluarga. Anggun yang belum genap 20 tahun itu harus merasakan semuanya, mana kala rencananya melanjutkan studi ke Amerika harus ia kubur dalam."Kenapa kalian meninggalkan aku sendiri? Kenapa nggak ajak aku juga, Pa, Ma? Mas, kenapa harus aku sendiri yang hidup?" Rintihan itu memilukan. Para polisi itu pun mencoba menenangkan Anggun. Namun, lagi-lagi mereka gagal. Anggun tetap histeris. Tidak tahu, apakah ia sanggup menjalani hidup ke depannya sendiri. Tanpa siapapun.Tidak lama da
POV NISSASebulan sudah gadis berusia 15 tahun itu mengalami koma panjang. Hingga akhirnya, kini tubuh itu mulai bergerak, menandakan sebuah kemajuan.Perlahan gadis itu mulai membuka matanya. Ia melihat sekeliling, kepalanya yang masih pusing. Pandangannya pun masih belum jelas. Ia mencoba melihat orang di sekitarnya yang selama ini setia menunggu kesembuhannya.Matanya kini mulai jelas melihat. Ia mencoba mengingat kembali apa yang terjadi padanya. Namun, tidak ada hal yang membuatnya ingat mengapa kini ia berada di ranjang rumah sakit kamar VVIP."Kalian siapa?" tanya Nissa pada sepasang suami istri itu. Arjuna dan Balqis saling pandang. Ada kebahagiaan terpancar di wajah Balqis. Akhirnya, orang yang ditabrak suaminya itu tanpa sengaja kini akhirnya tersadar."Alhamdulillah. Akhirnya dia sadar, Mas. Nak, nama kamu siapa? Kami senang, akhirnya kamu sudah sadar. Keluarga kamu pasti susah mencari keberadaan kamu," ujar Balqis."Namaku?"Nissa mulai berpikir, mencoba mengingat siapa
Sore itu tiba-tiba Pras dan Nissa diusir dari rumah papinya. Kedua anak remaja itu hanya bisa pasrah. Mereka pun memutuskan pergi meninggalkan rumah yang banyak meninggalkan kenangan indah itu. Baru beberapa langkah, tiba-tiba hujan deras.turun. Pras pun langsung mengajak adiknya ke sebuah gubuk kecil berlantai kayu.'Mas, kita mau ke mana? Mereka kok jahat banget ya?" ucap Nissa terisak."Kamu sabar dulu ya dek.'Malam itu terpaksa keduanya bermalam di gubuk reot itu. Tidak ada pilihan lain kecuali menetap. Di luar hujan masih sangat deras. Pras dan Nissa akhirnya memutuskan tidur sejenak, karena sudah sangat kelelahan. Meraka sudah sangat kelelahan berjalan. Pras akhirnya terbangun. Ia melirik ke arah adiknya yang masih terlelap. Saat melihatnya menggigil, Pras pun langsung mengeceknya dan benar saja jika adiknya itu demam tinggi.'Astaghfirullah! Nissa, kamu demam tinggi. Ya Allah, apa yang harus hamba lakukan?" gumam Pras. Airmatanya pun menetes. Tidak tahu, apa yang harus dil
Sintia mulai keras menolak kehadiran keluarga Acha di rumahnya. Dia tidak ingin terjadi hal buruk pada ketiga anaknya hanya demi menyelamatkan anak si pembunuh."Aku udah capek ya, Mas, berdebat terus. Sekarang gini aja deh, kamu silakan pilih. Aku dan anak-anak atau mereka???" ucap Sintia lantang."Sin, jangan seperti ini. Aku tidak mungkin memilih. Aku ya pasti memilih kalian. Tapi, pikirkan Reno. Dia masih kecil untuk hidup di luar," tutur Panca."Kamu tahu sendiri kan, sejak kasus ini ke publish kedua adik Acha itu kena PHK dan sampai detik ini, tidak ada satupun perusahaan yang mau menerima mereka.""Di mana hati nurani kamu? Kamu pernah kan, diposisi seperti mereka? Dan di saat itu hanya Himawan yang mau membantu! Kamu tidak ada empati sedikitpun sama anak yang sudah pernah menolong kamu???" pekik Panca.Panca mulai hilang kesabaran. Dia tidak tahu lagi bagaimana caranya membujuk istrinya itu agar tetap membiarkan Reno dan keluarga Acha itu bertahan di rumahnya."Sekarang kamu p
Sejak hari itu keluarga Acha tinggal dikediaman Panca dan Sintia. Sintia awalnya menolak, tapi akhirnya ia hanya pasrah dengan keputusan suaminya. Sintia hanya meminta penjagaan lebih ketat di rumah maupun saat anak-anaknya ataupun anak Acha dan Himawan bersekolah. Panca pun akhirnya menyetujui syarat yang diajukan istrinya itu.Tidak seperti hari-hari biasanya, Sintia merasakan perasaan tidak enak. Ia pun memutuskan.menemani anak-anak ke sekolah.Di tengah perjalanan ponselnya kembali berdering. Sebuah nama memanggil. Benar saja dugaan Sintia. Kali ini ancaman Harris tidaklah main-main."Halo, cantik. Gimana kabarmu? Kamu sepertinya tidak mengindahkan ancamanku ya? Kamu pikir, aku main-main??" Harris terlihat tenang, tapi pikirannya cuma satu. Menghancurkan siapapun yang menghalanginya melenyapkan nyawa keluarga Acha yang tersisa."Atau kamu butuh bukti??""Tunggu! Apa yang mau kamu lakukan? Tolong, jangan sakiti anak-anak!""Jangan atur aku!!!"Harris tidak main-main. Di tengah pe