Dalam bus yang sudah berhenti di halte tujuan, Prameswari menguatkan hatinya yang semakin tercabik-cabik, remuk. Bagaimanapun, ini pilihan dan keputusannya, jadi dia melarang diri sendiri untuk terlihat rapuh dan cengeng. Terlebih ketika tiba-tiba bayangan Meyka datang menyelinap ke dalam benaknya. Bayangan sahabat baiknya di facebook itu mengatakan, "Ri, jangan nangis. Ini di depan umum, lho. Bahaya banget, lho. Ingat, banyak orang jahat di sekitarmu! Kamu kan, nggak lagi di pondok pesantren abahmu?"
Prameswari mengerjap-ngerjapkan matanya yang mulai tergenang air hangat, mati-matian menahan, supaya nggak setetes pun terjatuh. Kini, ketakutan mulai merambati hatinya. Hati yang sebenarnya diguncang oleh keragu-raguan yang begitu besar, bahkan sejak pertama kali melangkahkan kakinya keluar dari rumah. Mengapa dia sampai nekat seperti itu? Karena baginya, menikah dengan Ustadz Rayyan adalah aib. Mau dikemanakan mukanya nanti, jika itu benar-benar terjadi? Teman-temannya pasti akan menghujaninya dengan olok-olokan, setiap hari. Walaupun, mungkin akan jarang-jarang bertemu Karena kegiatan sehari-hari yang tak lagi sama. Semua akan menjadi berbeda, bukan? Tapi tetap saja, Ustadz Rayyan akan menjadi sesuatu yang sangat memalukan dalam hidupnya. Beban yang sangat berat.
"Mbak, turun di mana, Mbak?" tanya seseorang, mengejutkan sekaligus menapakkannya pada kenyataan, "Ini sudah di halte Condong Catur, Mbak." Terang seseorang yang ternyata kondektur bus, sambil menunjuk ke luar.
Terkesiap, Prameswari merapikan kerudungnya yang acak-acakan. Mencangklong tas ransel di pundak sebelah kiri dan dengan canggung, beringsut turun. Gontai, dia berjalan menuruni undak-undakan bus. Tubuhnya benar-benar ringan sekarang, melayang-layang. Dia berpikir, mungkin seperti inilah rasanya ketika terdampar di luar angkasa.
Jlep, plaaasss!
Dia baru menyadari sesuatu sekarang, setelah bus berjalan jauh meninggalkannya. Dia merasa sudah salah mengambil keputusan. Salah besar. Terlebih ketika melihat halte yang sepi, hanya ada seorang petugas di loket pembelian tiket. Satu lagi, petugas keamanan. Apa yang bisa diharapkannya sekarang? Dimanakah Meyka, sahabat baiknya di facebook itu berada? Batin Prameswari semakin meradang.
"Meyka di mana, ya?" bisiknya bingung dan pedih pada diri sendiri, "Katanya dia sudah nungguin aku di sini, tadi?" Prameswari semakin bingung dan takut.
Sementara itu, kelelahan sekaligus kelaparan membuatnya semakin lemas dan gemetar. Pusing, matanya berkunang-kunang. Maklum, selama di perjalanan dari Tangerang ke Yogyakarta, matanya nggak terpejam sama sekali. Itu semua juga karena pesan dari Meyka, "Awas Ri, jangan sampai kamu ketiduran di bus. Tahu kan, maksudku? Kamu bisa diculik dan dibawa lari, terus kita nggak jadi ketemu, and dong? Kamu mau? Mumpung di tempat kerjaanku lagi butuh banyak karyawan baru, nih!"
Otomatis, Prameswari menuruti nasehat Meyka. Menurutnya, Meyka lebih banyak pengalaman tentang dunia luar dibandingkan dirinya yang dua puluh empat jam full hanya tinggal di rumah. Eh, kalau sekolah? Nah, iya, hanya kalau sekolah saja dia bisa ke luar rumah. Selain itu, jangan tanya! Pintu pagar pesantren nggak akan sejari pun terbuka untuknya.
Tiba-tiba, dalam kondisi yang semakin tak berdaya, Prameswari terpikir untuk mencari Masjid. Iya, dia belum shalat Dhuhur. Eh, nggak shalat Dhuha juga sih, sebenarnya. Hal yang mustahil terjadi jika dia berada di rumah. Jadi, dengan sisa-sisa tenaga yang ada, Prameswari mengambil ponselnya dari dalam tas ransel blue donker yang masih tergantung di pundaknya. Niat hati mau mencari Masjid melalui aplikasi Google Map tapi apalah daya? Matanya sudah terlanjur panas dan pedih oleh kenyataan yang ada.
'Apa? Meyka memblokir whatsapp-ku? Ya Allah, Astaghfirullahaladhim?' batinnya kembali bergemuruh, seolah-olah ada badai yang masuk dan memporak porandakan seluruh harapannya, 'Nggak, nggak mungkin. Ini pasti salah, pasti ada yang salah!'
Gemetar, karena jantungnya nyaris terlepas dari tempatnya, Prameswari mencari akun Meyka di facebook. Meykaputri Funky Girl, tapi nggak ada. Benar-benar nggak ada, menciptakan sebentuk nyeri yang begitu kuat di hati terdalam Prameswari. Nyut, nyut, nyut! Terlebih ketika dia melihat chat mereka di messenger, You can't send messages for Meykaputri Funky Girl.
Nyut, nyut, nyut!
Dalam keadaan yang separah itu, Prameswari mengedarkan pandangan ke sekeliling, mencari Meyka. Sisi lain hatinya berkata, 'Siapa tahu di benar-benar sudah ada di sini tapi aku nggak tahu? Ah, coba mana, aku lihat lagi Fotonya?'
Terbayang kembali dalam benaknya, bagaimana selama ini mereka bersahabat baik di facebook. Bertukar foto, curhat-curhatan, bercanda tertawa … Siapa sangka, Meyka tega memblokirnya? Bukannya tadi, beberapa menit yang lalu masih bisa komunikasi dengan baik?
'Apa ponselnya hilang ya, diambil orang?' batinnya bertanya sambil terus mencari foto Meyka di Gallery, 'Terus orang yang ngambil ponselnya itu yang blokir whatsapp sama facebookku?'
Sekarang Prameswari terduduk lemas di bangku kayu samping halte. Perasaannya sudah seperti sekaleng wafer yang terjatuh dari balkon. Meskipun begitu, senyum tipis kembali melengkung di bibir manisnya, senyum penuh harapan.
"Alhamdulillah, akhirnya ketemu juga foto Meyka!" gumamnya sambil berdiri dari bangku kayu. Dalam hatinya muncul sebuah ide cemerlang untuk bertanya pada petugas keamanan yang sedari tadi memperhatikannya.
'Meyka kan, sudah ke sini tadi?' bisik hatinya, 'Pasti petugas itu tahu!'
***
Ramah dan hangat, Mbak Honey mengajak Prameswari masuk ke dalam rumah kontrakannya yang cukup besar dan mewah. Senyum manis penuh sayang terus mengembang di wajahnya yang cantik kebule-bulean. Mbak Honey-lah yang tadi menolong Prameswari sewaktu nyaris pingsan di halte bus. Kebetulan dia sedang melintas di sana, sepulang kerja dan melihat orang-orang berkerumun. Ternyata mereka sedang menolong Prameswari yang terjatuh karena lemas.
"Duduk Ri, anggak aja rumah sendiri!" kata Mbak Honey setelah mereka sampai di ruang tamu, tak sedikit pun berkurang kehangatan dan keramahanya, "Mandi dulu apa makan dulu, Ri? Kalau mau mandi dulu, aku siapin handuk sama bath jasnya dulu, ya?"
Takut-takut, Prameswari menjawab, "Mandi dulu aja, Mbak. Wari belum shalat seharian ini."
Setelah memastikan Mbak Honey nggak marah atau semacamnya mendengar jawabannya, Prameswari melanjutkan, "Sebelumnya, Wari makasih banyak ya, Mbak? Nggak bisa membayangkan, gimana jadinya kalau nggak ada Mbak tadi?"
Mbak Honey menatap dalam-dalam mata Prameswari, "Iya Ri, sama-sama. Kamu nggak usah mikirin apa-apa dulu ya, Ri? Istirahat saja dulu, malam ini. Besok kita pikirkan lagi, pekerjaan apa yang pas buat kamu. Oh ya, masalah temanmu yang di facebook itu, jangan sampai membebani pikiranmu, Ri. Seorang penipu seperti itu, nggak pantas untuk kamu pikirkan. Percaya deh, sama aku!"
Dengan berat hati, Prameswari mengangguk. Tak terasa, air matanya menetes hangat, panas. Sementara pikirannya melayang-layang ke pertemuan pertamanya dengan Meyka di facebook, tiga tahun yang lalu. Waktu itu, dia baru pertama kali memiliki akun facebook. Itu pun setelah mencuri-curi kesempatan dari pengawasan Ummi. Meykaputri Funky Girl lah, yang pertama kali menjadi temannya, sampai hari ini. Eh, tadi, beberapa jam yang lau.
Siapa sangka, pertemanan mereka akan kandas di kedalaman lautan kebohongan seperti ini? Nggak, tentu, Prameswari nggak menyangkanya sama sekali. Terlebih, selama ini Meyka begitu baik terhadapnya. Selalu ada dalam suka dan dukanya.
From Meykaputri Funky Girl: [Hai, aku Meyka. Kamu siapa?]
_
From Prameswari Saidi Putri: [Hai, Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh! Aku Wari!]
Dari sanalah persahabatan mereka tersemai indah dan membahagiakan satu dengan yang lainnya. Meyka yang tumbuh dan besar di sebuah panti asuhan, merasa sangat beruntung bertemu dengan Prameswari yang seorang puteri kyai. Begitu juga sebaliknya, Prameswari merasa sangat beryukur mendapatkan sahabat sebaik dan sekuat Meyka. Sebenarnya, selain kebohongan tentang jati diri Meyka yang sebenarnya, mereka sahabat yang layak untuk mendapatkan standing applause dalam hal ketulusan dan kesetiaan.
"Meyka," Prameswari berbisik memanggil, "Kenapa tega membohongi aku? Apa salahku, Meyka?"
"Neng Wari, sekarang kamu sudah sah menjadi istri Ustadz Rayyan." Abah memegangi kedua pundak Prameswari. "Abah bermaksiat kepadamu, jadilah istri yang shalihah ya, Neng Wari? Taatilah suamimu, jangan kecewakan hatinya. Semoga Allah menjadikan kalian keluarga yang sakinah, mawaddah, warrahmah dan barakah."Tak urung jua, air mata Abah merembes hangat. Menetes-netes deras, selayaknya gerimis sehingga Prameswari tersentuh keharuan yang begitu mendalam. Tak terasa, tangisnya pun merebak. Membuncah tumpah ruah dalam pelukan kasih sayang Abah."Neng Wari, sudah Neng." ucap Abah lirih, sembari melepaskan pelukannya, "Abah yakin, ini yang terbaik dari Allah untuk kamu. Insya Allah Ustadz Rayyan hamba yang shalih dan amanah, Neng. Kamu tak perlu khawatir. Ada Allah yang akan selalu menjaga dan melindungi kamu. Ingat ya Neng, kalau kamu
"Wa Wari!" Audry memanggil dengan suara parau, "Tunggu, Wari?"Prameswari menghentikan langkah, memutar setengah badan menghadap Audry. "Ya, Audry?"Prameswari berusaha menggambar senyum untuk sahabat baik sekaligus Ummi barunya itu, menghalau rasa sesak yang memaksa masuk ke dalam rongga dada. Ini bukan kesalahan Audry, bukan. Siapa yang punya kuasa untuk mengusik kehendak Allah? Berat seperti apa pun, Prameswari mengharuskan diri untuk bisa menerima Audry sebagai umminya. Toh, selama ini mereka sudah bersahabat baik, bukan? Tak ada hal yang perlu disangsikan lagi. Satu lagi, Ummi sudah tenang dan bahagia di alam sana. Tak ada kaitan apa-apa lagi dengan kehidupan dunia."Wa Wari sudah makan?" tanya Audry penuh perhatian, "Maaf ya, tadi aku eh Ummi diajak Abah ke
"Syukurlah, suhu tubuh kamu sudah mulai normal, Yuka!" Prameswari memberi tahu sahabat dekatnya itu sembari menggambar senyum simpul gembira, "Kami khawatir banget tahu, semalam?" sebagai pemanis rasa syukur, Prameswari mencubit kecil pinggang Yuka. Gadis berdarah Jepang - Indonesia itu pun meringis kesakitan, namun tawa lirihnya terdengar melegakan."Duh, makasih ya Wari?" ungkap Yuka dengan mata berkaca-kaca merah, "Audry juga. Eh ke mana dia, Wari? Oooh, ehem ehem baru siap-siap ya? Nanti malam kan, ada yang mau datang. Hihihi … Wari, kita harus cepet-cepet nyari kado spesial nih, buat si Calon Pengantin?"Audry pura-pura marah dan menjerit menja dari balik gorden pembatas kamar, "Iiihhh, Yuka!"Bukan Yuka namanya kalau tidak malah tertawa cekikik
"Ning Wari?" tak ada lagi keberanian yang tersisa dalam diri Evan, meskipun hanya untuk sekadar mengangkat wajah. Hanya bisa menunduk malu oleh karena perbuatan jahatnya pada Prameswari dulu.Sebenarnya Prameswari sempat ragu untuk menyapa Evan, tetapi akhirnya terucap juga dari mulutnya yang kering dan pahit. "Evan!"Resmilah sudah, itu adalah sapaan pertama Prameswari untuk Meyka palsu setelah pertemuan singkat mereka di Al-Hidayah beberapa bulan yang lalu. Pertemuan singkat yang mampu mengungkap segala tindak kejahatan Evan. Lebih tepatnya setelah Abang menjebloskannya ke dalam penjara."Apa kabar kamu, Evan?" Prameswari bertanya sambil menarik pandangan turun ke lantai ruang pengunjung nara pidana. Tercekat lagi kerongkongannya sehingga hanya itu yang m
Dari tempatnya berdiri, tak jauh dari rak buku di belakang Prameswari, Ustadz Rayyan menatap malu-malu. Dia hanya mengambil hak pandangan pertamanya, lalu menunduk lagi setelah itu. Membaca baris-baris kalimat yang tertulis dengan apik dan rapi di buku motivasi yang ingin dibelinya nanti.Tak pernah menyangka sebelumnya, kalau di sore yang gerimis ini, akan bertemu dengan Prameswari, sungguh. Jangankan berharap, sedangkan untuk sedikit memikirkan pun Ustadz Rayyan tak memiliki cukup keberanian. Sampai detik ini, semenjak tragedi perjodohan yang ditawarkan Abah dulu, sebisa mungkin dia melupakannya.Pasrah. Menyerahkan urusan itu pada Allah. Terlebih setelah menyadari kalau Prameswari mengalami sesuatu yang bernama amnesia atau hilang ingatan. Dia selalu berjuang untuk mengutuhkan tawakal dalam dada. Percaya sepenuhnya, kalaulah
"Wari!" Yuka memanggil dari balik gorden yang membatasi kamar mereka, "Kamu sudah tidur belum, Wari?"Sebenarnya Wari sudah mengantuk tapi karena Yuka memanggil, dia kembali duduk di tepi tempat tidur. Memandang ke arah tempat tidur Yuka sambil memeluk selimut yang masih terlihat rapi."Ada apa, Yuka?" Prameswari bertanya dengan memelankan suara, takut mengganggu Audry. Di antara mereka bertiga, Audry-lah yang memiliki jam tidur paling awal."Aku boleh ke kamarmu, sebentar?" Yuka balik bertanya membuat Prameswari tersenyum geli."Boleh," sahut Prameswari dengan dahi berkerut. Selama mereka menuntut ilmu di AISYAH baru kali ini Yuka seperti ini. Biasanya, menunggu pagi dulu baru menemui Prameswari. Kecual