Share

P07. Tujuan

Penulis: Rianievy
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-13 00:21:28

Suara dan orang lalu lalang tampak jelas terlihat diarea kantor markas besar polisi. Media masa, elektronik juga ramai, tak lupa infotaiment bersama para lambe-lambe hadir.


Laurent berdiri didekat mobil polisi yang terparkir. Ia sedang bersama Janeta, teman yang selama ini membantunya dalam mencari keberadaan Laura, kembarannya.


Janeta memberi tahu kalau Laura tidak ada di tanah air. Laurent harus lebih sabar lagi untuk mencari tau dimana saudaranya itu.


"Tapi gue nggak bisa hopeless kan net?"


"Ya jangan lah. Tetep optimis untuk hasil terbaik. Gue bakal cari tau terus rent. Gue mau tanya ke elo,"


Laurent mengangkat kaca matanya keatas kepalanya. Ia mengangguk.


"Lo udah nggak jadi cewek BO lagi kan?"

Wanita bersurai coklat itu hanya mencebik.


"Tergantung siapa yang booking gue,"


Jawabnya santai.


"Berenti rent. Gue nggak mau kali ini gue yang harus turun tangan. Kalau tujuan lo begini karena mau cari Laura, lo serhain ke gue dan intel-intel gue, ayolah rent, just stop it,"


"Gue harus tau kabar Laura secepatnya Net, harus. Perasaan gue nggak enak beberapa waktu belakangan. Hampir dua belas tahun gue nggak ketemu kembaran gue."


Janeta paham betul. Ia akan membantu temannya semasa di yayasan Bunda Kasih itu sampai bisa menemukan kembarannya.


"Kita lima tahun bareng-baren rent, gue nggak mau lo berkecimpung di dunia kaya gini lagi cuma untuk cari info Laura. Percaya ke gue, Laura bukan wanita pelacur atau dijual jadi pelacur. Lo gimana kondisi, aman?"


Laurent terkekeh.


"Aman damai sentosa,"


Kekeh Laurent. Janeta hanya menggelengkan kepala. Ia pamit karena harus kembali bekerja, karena ia berprofesi sebagai polisi wanita. Laurent berjalan santai menuju kearah jalan utama. Jadwalnya setelah bertemu Janeta, ia harus mengecek stand bazzar yang ia ikuti di salah satu Mall. Dua pegawainya sudah disana terlebih dahulu.


Didalam taksi, ia membuka tasnya dan mengeluarkan kotak berisi beberapa obat dan membuka tutup botol air mineral. Dengan cepat ia meminumnya, kemudian kembali memasukan kotak bening itu kedalam tasnya lagi. Wajahnya termenung menatap ke arah jalanan yang tak tersendat.


Ia rindu Laura, ia ingin mengetahui keadaan kembarannya itu. Harapannya tinggi untuk menemukan Laura dalam keadaan baik dan sehat.


***


Langkah kaki tegap dengan pakaian rapih tampak dari sosok Pras yang sedang berada di Mall yang sama dengan tujuan Laurent. Mereka tak janjian untuk bertemu, dan sudah dua hari mereka putus komunikasi.


Banyak mata wanita menatap Pras yang lelaki itu anggap angin lalu. Tak tertarik bahkan walau hanya sekedar untuk tersenyum.


Galang berjalan menghampirinya. Seharusnya pria itu cuti, tetapi karena ada pekerjaan yang mendadak harus ditangani, mau tak mau Galang berangkat bekerja.


"Kak,"


Sapa Galang yang dijawab anggukan Pras.


"Gue nggak bisa lama-lama, selesai lo tanda tangan gue langsung cabut. Lagian resek banget klien nya minta ketemuan di sini, Aira kasian di rumah sakit sendirian,"


"Tenang. Gue juga besok harus balik ke Hongkong dulu. Keadaan disana butuh gue yang turun tangan langsung,"


Mereka berdua masuk kedalam Restaurant asia yang ada diMall tersebut.


Galang dan Pras sibuk berbicara disaat Kliennya hanya manggut-manggut. Dari arah pintu tampak Laurent berjalan dengan cantiknya masuk kedalam Restaurant. Kedua mata Pras melirik. Netra mereka berdua bertemu tetapi Laurent dengan cepat membuang pandangan. Ia duduk di sudut ruangan.


Pras tak melepas lirikan matanya hingga Galang menepuk bahu Pras dan menyodorkan map hitam berisi kertas perjanjian sementara yang harus ia bubuhi tanda tangan.


Galang berdiri dan berjabat tangan dengan kliennya tersebut. Begitupun Pras. Setelah klien itu pergi, Galang pun pergi. Ia malah tak tahu ada Laurent di lokasi yang sama. Pras beranjak. Ia menghampiri Laurent yang sedang menatap keluar jendela yang menyuguhkan pemandangan pusat kota jakarta.


"May i,"


Tanya Pras. Laurent diam. Ia hanya melirik dan kembali melamun. Pras duduk setelah menyeret kursi dihadapan wanita itu.


"Kamu sendirian,"


Pras mencoba membuka pembicaraan namun tak ada jawaban.

"Rent,"


Sapa Pras lembut.


"Kenapa. Ada apa. Mau apa,"


Jawab ketus Laurent. Pesanan makanannya datang. Dihadapannya sudah ada dimsum dan es teh leci. Pras menatapnya, Laurent tak berbasa basi menawarkan makan. Ia melahapnya sendiri seakan tak menganggap Pras ada dihadapannya.


Pria itu terkekeh sinis. Ia kembali menatap lekat Laurent. Dari sorot matanya ia tau Laurent sedang terbeban memikirkan sesuatu yang berat.


"Kamu bisa bahasa china nggak?"


Tanya Pras sambil duduk bersedekap. Memberlihatkan otot-otot lengannya yang membuat Laurent mau tau mau melirik. Siapa yang tak tergiur melihat pria sexy bertotot kencang dihadapannya.


Rangkulable banget plus senderable banget.

Laurent mengunyah dimsumnya sambil menggelengkan kepala menjawab pertangaan Pras.


"Oh. Kirain bisa. Mau saya ajak kamu ke Hongkong besok."


"Ngapain."


Laurent terpancing. Pras terkikik dalam hati.


"Ada urusan kerjaan. Tapi saya nggak bisa bahasa china hongkong. Katanya ada bedanya,"


Pras merendah. Padahal, jelas ia bisa. Ia ingin memancing Laurent sebenarnya.


"Bawa aja translater. Ribet amat."


"Kalau saya maunya bawa kamu gimana. Saya males juga kalau sendiri."


"Buat apa?"


Laurent mencondongkan tubuhnya ke arah Pras.


"Buat nemenin kamu dikamar hotel? Buat layanin kamu, gitu,"


Goda Laurent sambil berbisik lalu diakhiri dengan tatapan sinis.


"Enggak. Nggak tertarik saya sama kamu. Mana menariknya."


Remeh Pras. Laurent terkekeh sinis. Ia tak menggubrisnya lagi. Namun pikirannya muncul ide.


"Kamu bisa cari orang yang udah lama hilang?"


Laurent melirik ke Pras. Pras mengangguk.


"Sepele. You need me, huh?"


Ledek Pras dengan mengangkat dagunya. Laurent diam. Ia berfikir sejenak. Demi Laura, ia tak masalah jika harus tidur dengan lelaki lain lagi. Jejak Laura juga terakhir ada di Hongkong.


"Aku boleh kasih penawaran ke kamu Pras?"


"Apa?"


Pras bertopang dagu menatap Laurent lekat.


"Aku butuh bantuan kamu cari dan temukan satu orang penting buat aku,"


Laurent menatap Pras.


"Easy. Siapa emangnya,"


Laurent diam sejenak. Ia menelisik kedalam sorot mata Pras. Apakah ada kebohongan didalamnya.


"Keluarga ku satu-satunya. Kembaran ku, Laura,"


Pras menegakan duduknya.


"Kembar?"


Pras tertegun. Laurent mengangguk. Ia lalu mengeluarkan ponsel dan menunjukan foto ia dan Laura saat berpisah dulu.


Sungguh mirip, kembar identik. Pras diam sejenak.


"Ok. Siapin koper kamu. Kita berangkat besok, dan empat hari tiga malam disana. Berapa yang harus saya bayar ke kamu,"


Pras mengeluarkan ponselnya. Ia menekan aplikas m-banking. Laurent terkekeh sambil membuang pandangan.


"Nggak usah. Its free. Aku akan siapin semuanya. Gratis karena kamu udah mau tolongin aku cari Laura, Pras, terima kasih,"


Pras mengangguk. Laurent lalu tersenyum. Senyum tulus dan manis. Pras diam menatapnya. Ia senang menatap Laurent lama-lama. Entah kenapa ia tak merasa bosan.


"Ceritain semua tentang kamu rent," Pras memajukan kursi dan menjadi lebih dekat ke Laurent.


"Nanti. Nggak sekarang Pras. Aku nggak siap. Lagian, aku minta tolong cariin Laura. Kenapa malah mau tau cerita aku,"


Laurent menatap Pras lekat. Mereka saling menatap tanpa bicara. Lama tetap berada di posisi itu.


"Karena kamu menarik,"


Ucap Pras. Laurent diam. Ia lalu mengambil dimsum dan memotongnya dengan garpu.


"Enak nih Pras, cobain deh,"


Laurent tersenyum sambil menyuapi Pras. Lelaki itu menurut dengan membuka mulutnya dan mengunyah dimsum suapan Laurent.


"Jangan bilang aku menarik Pras. Kamu akan menyesal,"


Lalu Pras dan Laurent saling terdiam. Mereka saling bertanya kepada diri sendiri karena ragu atau takut.

To be continue,

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • PRAS, and his destiny   Bab 85. Takdir yang berakhir penuh kebahagian.

    “Bagaimana kondisinya?” tampak Pras dan Alex berbicara dengan tatapan serius. Suami Lily itu mengusap kasar wajahnya, lalu menatap ke satu titik yang sejak awal kedua pria itu berada di sana, menjadi pusat perhatiannya. “Entahlah, Dad, bagaimana menurutmu. Aku harus apa menghadapi ini semua?” Alex justru balik bertanya. Pras terus berpikir keras, hingga pintu itu terbuka, menampakkan Laurent yang menatap penuh rasa bahagia. “KETIGANYA SUDAH LAHIR! Cucu kita sudah lahir, Pras!” teriak Laurent yang menemani Lily menjalani operasi sesar. Alex menunduk, perlahan terdengar isakan tangis penuh rasa haru juga bahagia. Pras memeluk putranya itu. “Aku sudah menjadi Ayah, Dad!” teriak Alex begitu bangga dengan dirinya. Laurent kembali masuk ke dalam ruang operasi. Derap langkah Fausto dan Belinda terdengar. “Sudah lahir?” tanya Belinda sembari menggendong putra keduanya. Alex beranjak. “Ayah! Ibu!” Alex berjalan mendekat, memeluk Fausto erat, berganti k

  • PRAS, and his destiny   84. Dunia baru Pras dan takdirnya

    Satu bulan berlalu. Alex dan Lily sudah tinggal di apartemen yang mereka sewa di tengah kota Roma. Mereka tak henti saling meluapkan rasa cinta dan sayang. Lily tak mau menikmati fasilitas yang ditawarkan Fausto, seperti mencuci pakaian di laundry, makanan selalu dikirim oleh pelayan dari rumah utama Fausto di Roma yang jaraknya tak jauh dari apartemen mereka, juga mobil mewah yang disediakan juga. Keduanya menolak kompak. Tapi, jelas, Fausto tak menuruti begitu saja. Para pengawal terus berjaga walau dengan jarak yang cukup jauh, bagaimana pun, keduanya adalah keluarga Fausto, siapa yang tak tau.Kehamilan Belinda sudah menginjak bulan ke tujuh, jenis kelamin bayi dikandungnya, laki-laki. Alex loncat-loncat saking senangnya akan mendapatkan adik laki-laki. Kado ulang tahun Alexander terbaik dari kedua orang tua kandungnya, sementara Pras dan Laurent, sibuk mengelola perkebunan anggur mereka, Edmon ikut repot karena Pras meminta dibuatkan system keamanan juga mengatur para pe

  • PRAS, and his destiny   Bab 83. A thousand years (21+)

    Gaun panjang berwarna putih tulang, dengan bahan satin berpadu lace yang memberikan efek klasik menyesuaikan lekuk tubuh pemakaianya, tampak indah saat dikenakan Lily yang berdiri di ujung pintu gereja, merangkul lengan sang ayah – Edmon – yang tampak beberapa kali harus mengatur napas juga air mata yang beberapa kali keluar dari sudut matanya. Putri cantiknya tampak berdebar mana kala menunggu pintu itu terbuka dan mereka berdua akan berjalan masuk menuju altar dengan karpet merah yang membentang hingga ke hadapan pendeta.Edmon menatap sekali lagi putrinya yang mendongak membals tatapannya, kerudung panjang berwarna senada menjuntai panjang menutupi kepala hingga seluruh bagian tubuh belakang Lily, hanya menyisakan sebagian rambut cokelat indahnya yang di tata begitu rapi tanpa menghilangkan kesan usianya yang sebentar lagi baru tujuh belas tahun.“Aku sudah cantik, Ayah? Tidak buruk riasannya, bukan?” tanya Lily menatap sang sayah.&ld

  • PRAS, and his destiny   Bab 82.Keluarga bagi Pras

    “Lalu… apa Tuan Pras sungguh rela melepaskan apa yang sudah dikerjakan selama puluhan tahun ini dan memilih untuk berada di sini, di negara baru, juga merintis bisnis barunya?” tanya seorang reporter pria saat Pras diundang ke salah satu acara TV Show tentang bisnis dan karir cemerlang para pengusaha, yang ada di kota Roma, Italia.Pras tersenyum sejenak sebelum menjawab pertanyaan itu, ia mencoba merangkai kalimat sesederhana mungkin supaya akan sampai pesan yang ia maksud. Ia melirik ke istri cantiknya yang duduk di kursi penonton, studio itu besar, dan Pras cukup bangga bisa berada di acara TV dengan rating tinggi itu.“Ya, saya tidak perlu meragukan apa pun lagi untuk melepaskan semua yang saya peroleh di Swiss, sudah cukup untuk kami, saya dan istri saya berkutat dengan bisnis yang sangat menyita waktu. Usia kami tak muda lagi, kami pun sadar, ternyata, terlalu giat mencari uang dan mengumpulkan kekayaan, akan percuma jika waktu bersama ke

  • PRAS, and his destiny   Bab 81. Ladies Day

    “Aku lebih suka gaun yang ini, Ly, kau akan kenakan saat resepsi nanti, bukan?” tunjuk Jessie kepada gaun peseta berwarna champange kepada Lily saat keduanya berada di salah satu butik terkenal di kota Zurich. Laurent sudah menghubungi rekannya, jika calon menantunya sedang mencari gaun untuk pesta resepsi pernikahan.“Apa tidak terlalu terang untuk acara malam hari, Jes?” Lily menatap lekat gaun yang masih berada di manekin.“Tidak, warna ini sedang populer. Alex juga akan terlihat tampan dengan warna jas senada dengan gaun ini, lalu dikombinasi kemeja warna putih. Kalian berdua akan shinning di malam hari, Ly.” Tukas Jessie kemudian. Lily menimbang-nimbang, ia masih mencari warna lain.“Bagaimana dengan warna merah terang?” tanyanya. Jessie menggelengkan kepala.“Kau memang akan menjadi pusat perhatian, tapi… entahlah, mengapa aku merasa warna itu pasaran ya,” kelakar Jess

  • PRAS, and his destiny   Bab 80. Back to school

    Suara teriakan bahagia terdengar di kantin mana kala mereka melihat Lily dan Alexander yang berjalan begitu mesra. Mereka kembali ke sekolah setelah Pras dan Laurent mengurus tentang menghilangnya mereka beberapa bulan belakangan. Keduanya di tuntut mengerjakan tugas sekolah yang menumpuk, juga mempelajari materi sebelum ujian kelulusan.“Aku terkejut saat tau Dre meninggal, Lex? Bagaimana bisa ia kecelakaan motor dan terjatuh, Dre pengendara motor yang hebat, bukan?” tanya Jessie yang kini berubah berdandan natural, duduk di hadapan pasangan itu.“Ya, begitulah, musibah,” jawab Alex santai. Jessie mengangguk. Ia menatap Lily, lalu melirik ke cincin yang Alex berikan untuk Lily.“Mmm… kapan kalian akan meresmikannya? Aku tidak sabar untuk hadir di pemberkatan kalian,” ledek Jessie.“Kau tidak cemburu?” celetuk Alex lalu mendapat cubitan kecil di pinggangnya dari Lily. Jessie tertawa.“Lex

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status