Share

P07. Tujuan

Suara dan orang lalu lalang tampak jelas terlihat diarea kantor markas besar polisi. Media masa, elektronik juga ramai, tak lupa infotaiment bersama para lambe-lambe hadir.


Laurent berdiri didekat mobil polisi yang terparkir. Ia sedang bersama Janeta, teman yang selama ini membantunya dalam mencari keberadaan Laura, kembarannya.


Janeta memberi tahu kalau Laura tidak ada di tanah air. Laurent harus lebih sabar lagi untuk mencari tau dimana saudaranya itu.


"Tapi gue nggak bisa hopeless kan net?"


"Ya jangan lah. Tetep optimis untuk hasil terbaik. Gue bakal cari tau terus rent. Gue mau tanya ke elo,"


Laurent mengangkat kaca matanya keatas kepalanya. Ia mengangguk.


"Lo udah nggak jadi cewek BO lagi kan?"

Wanita bersurai coklat itu hanya mencebik.


"Tergantung siapa yang booking gue,"


Jawabnya santai.


"Berenti rent. Gue nggak mau kali ini gue yang harus turun tangan. Kalau tujuan lo begini karena mau cari Laura, lo serhain ke gue dan intel-intel gue, ayolah rent, just stop it,"


"Gue harus tau kabar Laura secepatnya Net, harus. Perasaan gue nggak enak beberapa waktu belakangan. Hampir dua belas tahun gue nggak ketemu kembaran gue."


Janeta paham betul. Ia akan membantu temannya semasa di yayasan Bunda Kasih itu sampai bisa menemukan kembarannya.


"Kita lima tahun bareng-baren rent, gue nggak mau lo berkecimpung di dunia kaya gini lagi cuma untuk cari info Laura. Percaya ke gue, Laura bukan wanita pelacur atau dijual jadi pelacur. Lo gimana kondisi, aman?"


Laurent terkekeh.


"Aman damai sentosa,"


Kekeh Laurent. Janeta hanya menggelengkan kepala. Ia pamit karena harus kembali bekerja, karena ia berprofesi sebagai polisi wanita. Laurent berjalan santai menuju kearah jalan utama. Jadwalnya setelah bertemu Janeta, ia harus mengecek stand bazzar yang ia ikuti di salah satu Mall. Dua pegawainya sudah disana terlebih dahulu.


Didalam taksi, ia membuka tasnya dan mengeluarkan kotak berisi beberapa obat dan membuka tutup botol air mineral. Dengan cepat ia meminumnya, kemudian kembali memasukan kotak bening itu kedalam tasnya lagi. Wajahnya termenung menatap ke arah jalanan yang tak tersendat.


Ia rindu Laura, ia ingin mengetahui keadaan kembarannya itu. Harapannya tinggi untuk menemukan Laura dalam keadaan baik dan sehat.


***


Langkah kaki tegap dengan pakaian rapih tampak dari sosok Pras yang sedang berada di Mall yang sama dengan tujuan Laurent. Mereka tak janjian untuk bertemu, dan sudah dua hari mereka putus komunikasi.


Banyak mata wanita menatap Pras yang lelaki itu anggap angin lalu. Tak tertarik bahkan walau hanya sekedar untuk tersenyum.


Galang berjalan menghampirinya. Seharusnya pria itu cuti, tetapi karena ada pekerjaan yang mendadak harus ditangani, mau tak mau Galang berangkat bekerja.


"Kak,"


Sapa Galang yang dijawab anggukan Pras.


"Gue nggak bisa lama-lama, selesai lo tanda tangan gue langsung cabut. Lagian resek banget klien nya minta ketemuan di sini, Aira kasian di rumah sakit sendirian,"


"Tenang. Gue juga besok harus balik ke Hongkong dulu. Keadaan disana butuh gue yang turun tangan langsung,"


Mereka berdua masuk kedalam Restaurant asia yang ada diMall tersebut.


Galang dan Pras sibuk berbicara disaat Kliennya hanya manggut-manggut. Dari arah pintu tampak Laurent berjalan dengan cantiknya masuk kedalam Restaurant. Kedua mata Pras melirik. Netra mereka berdua bertemu tetapi Laurent dengan cepat membuang pandangan. Ia duduk di sudut ruangan.


Pras tak melepas lirikan matanya hingga Galang menepuk bahu Pras dan menyodorkan map hitam berisi kertas perjanjian sementara yang harus ia bubuhi tanda tangan.


Galang berdiri dan berjabat tangan dengan kliennya tersebut. Begitupun Pras. Setelah klien itu pergi, Galang pun pergi. Ia malah tak tahu ada Laurent di lokasi yang sama. Pras beranjak. Ia menghampiri Laurent yang sedang menatap keluar jendela yang menyuguhkan pemandangan pusat kota jakarta.


"May i,"


Tanya Pras. Laurent diam. Ia hanya melirik dan kembali melamun. Pras duduk setelah menyeret kursi dihadapan wanita itu.


"Kamu sendirian,"


Pras mencoba membuka pembicaraan namun tak ada jawaban.

"Rent,"


Sapa Pras lembut.


"Kenapa. Ada apa. Mau apa,"


Jawab ketus Laurent. Pesanan makanannya datang. Dihadapannya sudah ada dimsum dan es teh leci. Pras menatapnya, Laurent tak berbasa basi menawarkan makan. Ia melahapnya sendiri seakan tak menganggap Pras ada dihadapannya.


Pria itu terkekeh sinis. Ia kembali menatap lekat Laurent. Dari sorot matanya ia tau Laurent sedang terbeban memikirkan sesuatu yang berat.


"Kamu bisa bahasa china nggak?"


Tanya Pras sambil duduk bersedekap. Memberlihatkan otot-otot lengannya yang membuat Laurent mau tau mau melirik. Siapa yang tak tergiur melihat pria sexy bertotot kencang dihadapannya.


Rangkulable banget plus senderable banget.

Laurent mengunyah dimsumnya sambil menggelengkan kepala menjawab pertangaan Pras.


"Oh. Kirain bisa. Mau saya ajak kamu ke Hongkong besok."


"Ngapain."


Laurent terpancing. Pras terkikik dalam hati.


"Ada urusan kerjaan. Tapi saya nggak bisa bahasa china hongkong. Katanya ada bedanya,"


Pras merendah. Padahal, jelas ia bisa. Ia ingin memancing Laurent sebenarnya.


"Bawa aja translater. Ribet amat."


"Kalau saya maunya bawa kamu gimana. Saya males juga kalau sendiri."


"Buat apa?"


Laurent mencondongkan tubuhnya ke arah Pras.


"Buat nemenin kamu dikamar hotel? Buat layanin kamu, gitu,"


Goda Laurent sambil berbisik lalu diakhiri dengan tatapan sinis.


"Enggak. Nggak tertarik saya sama kamu. Mana menariknya."


Remeh Pras. Laurent terkekeh sinis. Ia tak menggubrisnya lagi. Namun pikirannya muncul ide.


"Kamu bisa cari orang yang udah lama hilang?"


Laurent melirik ke Pras. Pras mengangguk.


"Sepele. You need me, huh?"


Ledek Pras dengan mengangkat dagunya. Laurent diam. Ia berfikir sejenak. Demi Laura, ia tak masalah jika harus tidur dengan lelaki lain lagi. Jejak Laura juga terakhir ada di Hongkong.


"Aku boleh kasih penawaran ke kamu Pras?"


"Apa?"


Pras bertopang dagu menatap Laurent lekat.


"Aku butuh bantuan kamu cari dan temukan satu orang penting buat aku,"


Laurent menatap Pras.


"Easy. Siapa emangnya,"


Laurent diam sejenak. Ia menelisik kedalam sorot mata Pras. Apakah ada kebohongan didalamnya.


"Keluarga ku satu-satunya. Kembaran ku, Laura,"


Pras menegakan duduknya.


"Kembar?"


Pras tertegun. Laurent mengangguk. Ia lalu mengeluarkan ponsel dan menunjukan foto ia dan Laura saat berpisah dulu.


Sungguh mirip, kembar identik. Pras diam sejenak.


"Ok. Siapin koper kamu. Kita berangkat besok, dan empat hari tiga malam disana. Berapa yang harus saya bayar ke kamu,"


Pras mengeluarkan ponselnya. Ia menekan aplikas m-banking. Laurent terkekeh sambil membuang pandangan.


"Nggak usah. Its free. Aku akan siapin semuanya. Gratis karena kamu udah mau tolongin aku cari Laura, Pras, terima kasih,"


Pras mengangguk. Laurent lalu tersenyum. Senyum tulus dan manis. Pras diam menatapnya. Ia senang menatap Laurent lama-lama. Entah kenapa ia tak merasa bosan.


"Ceritain semua tentang kamu rent," Pras memajukan kursi dan menjadi lebih dekat ke Laurent.


"Nanti. Nggak sekarang Pras. Aku nggak siap. Lagian, aku minta tolong cariin Laura. Kenapa malah mau tau cerita aku,"


Laurent menatap Pras lekat. Mereka saling menatap tanpa bicara. Lama tetap berada di posisi itu.


"Karena kamu menarik,"


Ucap Pras. Laurent diam. Ia lalu mengambil dimsum dan memotongnya dengan garpu.


"Enak nih Pras, cobain deh,"


Laurent tersenyum sambil menyuapi Pras. Lelaki itu menurut dengan membuka mulutnya dan mengunyah dimsum suapan Laurent.


"Jangan bilang aku menarik Pras. Kamu akan menyesal,"


Lalu Pras dan Laurent saling terdiam. Mereka saling bertanya kepada diri sendiri karena ragu atau takut.

To be continue,

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status