/ Romansa / PRAS, and his destiny / P08. Ikut Campur

공유

P08. Ikut Campur

작가: Rianievy
last update 최신 업데이트: 2021-04-13 00:22:52

Passpor warna hijau dan berlambang burung garuda sudah dipegang Laurent. Ia duduk di kursi besi dengan satu kaki menyilang dikaki satunya lagi. Menunggu Pras yang masih belum datang juga. Sedangkan terakhir saat mereka berpisah di Mall, Pras bilang kalau jam lima pagi sudah stand by di terminal internasional.


Laurent mencepol rambut nya menyisakan helai-helai anak rambut ditengkuknya. Baju lengan panjang oversize warna coklat tua berpadu dengan celana jeans hitam dan sepatu wedges hitam membuatnya tampak santai namun tetap feminim.


"Maaf lama,"


Ucap Pras dengan suara deep voicenya. Ia berjalan bersama Andreas yang membawakan koper besar milik Pras.


"Kita cuma empat hari kan. Bawaan kamu kenapa kaya orang mau pindahan,"


Laurent beranjak dan menyapa Andreas dengan anggukan kepala seraya tersenyum tipis. Pras tak menjawab. Ia berjalan meninggalkan Laurent ke counter check in dan pemeriksaan lainnya.


"Pak Pras emang gitu, ini isinya baju, jas, sepatu, koper yang ukuran sedang ini baju santai nya pak Pras,"


Laurent mendelik tanpa mau berkomentar. Andreas ikut ke Hongkong, Pras selalu membutuhkan pria tegap itu berada di sisinya.


Didalam Pesawat,


Pras dan Laurent duduk bersebelahan di kelas bisnis, Andreas pun sama. Laurent diam menatap landasan pacu yang sebentar lagi tak lagi tampak karena mereka sudah diatas udara. Laurent terkejut dan memundurkan wajahnya karena saat menoleh ke kiri, wajah Pras begitu dekat dengannya.


Ia mencebik. Lalu mendorong wajah Pras dengan telunjuk jari tangan kirinya.


"Mundur,"


Ucap Laurent. Sudut bibir Pras tertarik sebelum kembali duduk santai dan menyandarkan kepalanya.


Cahaya pagi tampak terang diatas udara. Laurent mengenakan kaca mata hitamnya sambil menyamankan posisi duduknya. Pras melirik sebelum menolehkan kepala dan memiringkan tubuhnya supaya bisa menatap Laurent lama.


Andreas yang menyadari tersenyum cekikikan sendiri. Ia mulai menyadari jika Pras bersikap beda sejak malam itu dan bertemu Laurent.


Apa Pras jatuh cinta lagi? Atau sekedar menganggap Laurent wanita bookingan pada umumnya.


"Boleh tanya sesuatu sama kamu rent?"


Pras membuka suara. Laurent mengangguk.


"Dari kapan kamu mulai jadi perempuan- bookingan,"


Bisik Pras. Laurent melirik.


"Umur dua lima."


"Alasannya?"


"Adalah,"


"Ck,"


"Kenapa? Kenapa kamu tanya itu? mau dapet service full dari aku,"


Laurent bersedekap dengan sombongnya sambil memiringkan tubuh menatap pria matang yang dari wajahnya masih seperti berusia di awal empat puluhan.


"Nggak. Saya kan bilang kamu-"


"Nggak menarik?"


Laurent terkekeh sinis.


"Ya. Nggak menarik. Saking nggak menariknya kamu cium aku nikmat banget,"


Laurent membuka lembar buku yang sedang ia baca. Suara Pras terkekeh terdengar.


"Kan itu terpaksa rent, harus total bermain peran di depan mereka,"


Laurent hanya ber O ria tanpa menoleh. Pras melirik Laurent diam-diam. Ia melihat wanita itu begitu anggun sebenarnya. Misterius dan rapuh sekaligus.


"Lihatin aja terus. Awas jatuh cinta sama seorang Laurent yang nggak menarik,"


Sahut Laurent dengan masih membaca buku. Pras membuang pandangan dan memejamkan mata. Laurent melirik. Ide iseng muncul dikepalanya. Ia mendekatkan diri ke wajah Pras. Hanya tersisa beberapa sentimeter saja.


"Pras,"


Bisiknya menggoda. Kedua mata Pras terbuka dan ia menoleh. Mereka berhadapan.


"Yakin nggak tergoda sama, aku, nggak mau, coba,"


Goda Laurent sambil memainkan jarinya di tangan Pras. Membelai lembut dengan senyuman tampak di wajahnya.


"Nggak. Makasih,"


Jawab Pras ketus. Laurent menelan ludah susah payah. Ia gagal. Tak apa.


"Ok. Bagus. Pria yang berprinsip,"


Ucap Laurent lagi.


***


Mereka kini sudah berada di apartemen mewah yang ternyata milik Pras. Pria itu begitu kaya raya. Bukan penthouse, tapi ada tiga kamar dan dua kamar mandi. Laurent menempati kamar yang ada disudut. Sedangkan kamar Pras di tengah dan Andreas di dekat pantry.

Sebelumnya apartemen itu sudah di bersihkan dengan suruhan Pras.


"Rent. Siapin baju saya untuk meeting siang ini. Saya mau pakai baju yang warna gelap,"


Pras berjalan menuju kamar mandi. Ia ingin menyiram tubuhnya dengan air supaya segar. Kedua mata Laurent menatap bingung ke Andreas.


"Tunggu Pras. Maksud kamu, maksud kamu ajak saya kesini untuk melayani kamu seperti--"


"Pembantu. Betul. Mau tau Laura dimana kan? Andreas, sudah sejauh mana pencariannya?"


Pras kembali berjalan ke arah kamar mandi. Laurent mencibir kesal. Namun segera ia tepis dan berjalan kedalam kamar Pras yang besar dan mewah. Andreas mengikuti Laurent.


"Laurent, hasil sementara masih nihil. Secepatnya tim kami akan cari dimana Laura,"


"Ya, nggak pa-pa, aku tau itu pasti susah. Terima kasih Andreas,"


Andreas mengangguk. Ia lalu berjalan keluar kamar dan menyiapkan berkas-berkas pekerjaan yang akan di bawa dan dipelajari Pras.


Laurent merapihkan jas, kemeja, celana, sepatu, kaus kaki, hingga ke celana dalam Pras tampa risih sekalipun.


"Udah siap?"


Suara Pras terdengar. Laurent membalik badan dan tampak roti sobek Pras yang terpampang nyata dengan handuk yang melilit di pinggang kebawah. Rambut Pras yang cepak tampak berkilau setelah terkena air.


"Hm. Ada lagi? apa perlu aku pakein juga bajunya ke kamu?"


Laurent berdiri dengan santai. Pras terkekeh.


"Bikinin saya teh aja, gulanya dua sendok teh. Saya nggak bisa minum terlalu manis,"


"Iya iya paham. Udah tua. Takut kena diabet 'kan"


Laurent ngeloyor lalu menutup pintu kamar Pras yang hanya terkekeh. Wanita itu menuju dapur dan membuka kitchen set sudah penuh bahan makanan instan. Di kulkas sudah ada sayuran, ayam, daging dan aneka seafood.


Ia mulai menyeduh teh tiga cangkir untuk mereka bertiga. Andreas juga sudah rapih dengan berganti baju warna senada dengan Pras dan menuju ke pantry.


"Wow.. terima kasih Laurent,"


Andreas menyesap teh manis itu.


"Boss mu kasian. Sudah tua nggak ada yang urusin. Sayang sekali kalau berakhir di panti jompo,"


Ucap Laurent pelan. Andreas terkikik.


"Kamu aja yang dampingin pak Pras rent. Cocok kok,"


Andreas mencomot biskuit dari dalam toples yang baru Laurent masukan kedalamnya.


Ia bergidik.


"Nggak. Makasih."


Ia berbalik badan dan membuang sampah kemasan biskuit.


Pras berjalan keluar dari kamarnya sudah dalam keadaan rapih. Laurent sempat terhipnotis sejenak. Lalu ia mengalihkan tatapan. Menyesap teh manis sambil berdiri si balik meja Pantry.


"Pak Pras,"


"Hm,"


Jawab Pras seraya melirik ke Andreas.


"Saya mohon izin, malam ini harus ke basecamp, karena tim butuh saya disana untuk membantu melacak keberadaan Laura kalau masih di sekitar Hongkong,"


Laurent memicingkan mata. Itu hanya akal-akalan Andreas.


"Ok. Kita berangkat sekarang,"


Pras beranjak. Andreas juga.


"Masak untuk makan malam. Saya pulang sekitar-"


Pras menatap ke jam tangan mahal miliknya.


"Empat sore. Aku makan apa aja, nggak pemilih,"


Ia mengedipkan sebelah matanya menggoda Laurent. Wanita itu tertawa sambil menatap judes, lalu,


TING!


Ide muncul.


"Pras!"


Panggil Laurent sambil berjalan mendekat. Ia berdiri dihadapan Pras sambil menangkup wajah dengan rahang tegas milih Pras.


Ia menarik kepala Pras dan mengecup keningnya.


"Have a nice working baby,"


Setelahnya Laurent berjalan kembali ke Pantry dan membuka kulkas. Tak memperdulikan Pras yang diam menatap Laurent.


Andreas mengulum senyum didepan pintu yang terbuka.


"Mari pak Pras,"


Ucap Andreas. Pras mengangguk dan berjalan meninggalkan unit apartemennya.


Laurent terbahak-bahak sambil mulai mengeluarkan isi kulkas karena ia juga akan memasak untuk makan siang sebelum ia berjalan-jalan sendirian di sekitar apartemen.


***


"Pak Pras, mengenai Laura,"


Gerakan tangan Pras terhenti saat Andreas berbicara dengan tetap berdiri didekat meja kerjanya. Kepala Pras menoleh. Menatap ajudannya lekat.


"Laura,"


Andreas menyerahkan beberapa lembar foto dihadapan Pras. Raut wajah Pras tak menunjukan ekspresi apapun. Lalu Andrean mengambil kembali dan memasukan kedalam amplop coklat dan meletakan di atas meja kerja Pras.


"Rahasiakan dari Laurent."


Pras kembali memeriksa pekerjaannya, hasil rapat dengan beberapa staf nya di cabang Hongkong.


Di apartemen,


Laurent sudah berganti baju mengenakan celana pendek dan kaos berwarna hitam. Ia asik menyiapkan masakan tambahan untuk makan malam Pras.


Ya, Laurent setidaknya benar-benar menjadi 'Maid' karena Pras akan membantunya mencari saudara kembarnya.


Ia menutup panci berisi sup kacang merah dengan daging yang sudah matang sempurna. Masih setengah jam lagi sebelum Pras kembali. Ia bergegas mengambil tas kecilnya dan keluar ke toko kue yang ada di lantai dasar gedung apartemen.


Sebelumnya ia sudah menukarkan uang rupiah ke dollar hongkong dengan meminta pegawainya yang menukarkan sebelum ia berangkat.


Wajah Laurent sumringah saat melihat es krim mangkuk yang menggiurkan dan ia menuju ke toko pastry juga.


Kini ditangannya sudah ada dua kantung belanja. Sesampainya di apartemen Pras. Ia menata roti perancis yang ia beli dengan isi tuna, ayam, cream cheese dan coklat di wadah dan ia letakan di meja ruang tv. Freezer ia isi es krim.


Tujuannya, ia tak mau mati bosan karena Pras pasti sibuk. Anggaplah ia sedang liburan walau berprofesi sebagai 'Maid'.


Suara bel di pintu terdengar. Laurent memukakan pintu lalu kembali berjalan masuk tanpa menyapa.


Pras berjalan melepaskan jas yang ia letakan di atas sofa lalu melepaskan sepatu dan menuju ke dalam kamar. Laurent mendengus. Ia mengambil sepatu Pras dan diletakan di tempatnya.


"Siapakan aku makan rent, aku mandi dulu,"


Pras masuk kedalam kamar mandi.


"Ya tuannnnnnn .... "


Jawab Laurent asal sambil menuju ke pantry.


Pras menahan tawa sambil menutup pintu kamar mandi.


Laurent menyiapkan makan malam yang terlampau sore untuk Pras. Ia tak makan karena sebelumnya sudah makan roti dan es krim.


"Aku mau pergi sebentar. Ok."


Laurent menuju ke kamarnya dan mengambil tas yang ia silangkan di bahunya.


"Kemana,"


Pras mengunyah makanan dengan kedua mata tak lepas menatap Laurent yang menggerai rambutnya.


"Ganti celana mu, pakai jeans panjang atau celana panjang,"


Laurent mengabaikan, Ia fokus mengikat tali sepatu ketsnya.


"Ganti Laurent,"


"No."


Jawab Laurent sambil beranjak.


"Rent."


Suara Pras sudah terdengar semakin berat dan serius. Laurent menoleh. Ia terkekeh.


"Aku bisa jaga diri tuan Pras,"


Ia berjalan menuju pintu. Dengan cepat Pras menahan dengan menarik pergelangan tangannya.


"Ganti. Atau saya ikut,"


Kedua mata Pras menatap tajam.


"Apa si! Ikut campur aja urusan orang lain!"


Laurent mencoba melepaskan. Namun cengkraman Pras begitu kuat.


"Ok. Kalau gitu saya ikut. Saya ikut campur karena disini saya yang bertanggung jawab atas diri kamu,"


Tatapan Pras mengunci kedua mata Laurent.


"Aku cuma mau jalan-jalan sebentar Pras. Bukan mau kabur,"


"Saya tau. Tapi bahaya kalau kamu sendirian diluar sana!"


"Bahaya apa si! Ini Hongkong. Sama kaya kota lainnya didunia Pras!"


"Beda. Tunggu disini! Saya ikut."


Laurent diam. Pras kembali ke pantry dan meminum air putih sebelum ia berjalan ke rak sepatu dan memakainya.


"Pras! Aku bisa sendiri!"


Laurent masih protes. Pras tak bergeming. Ia meninggalkan makanan yang masih ada diatas piring dan menggenggam jemari Laurent.


"Mau kemana? Saya antar. Mobil ada di basemen,"


"Aku mau jalan kaki. Cuma mau lihat-lihat sekeliling aja Pras, lepas ih!"


Omel Laurent. Pras menatap tajam. Ia lalu menghela nafas.


"Oke kita jalan kaki,"


Ia melepas genggaman jemarinya namun berganti mengecup kening Laurent. Sontak membuat wanita itu terkejut.


"PRAS!"


"Apa. Satu sama 'kan,"


Pras tersenyum dan berjalan lebih dahulu meninggalkan Laurent yang kesal.


To be continue,

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • PRAS, and his destiny   Bab 85. Takdir yang berakhir penuh kebahagian.

    “Bagaimana kondisinya?” tampak Pras dan Alex berbicara dengan tatapan serius. Suami Lily itu mengusap kasar wajahnya, lalu menatap ke satu titik yang sejak awal kedua pria itu berada di sana, menjadi pusat perhatiannya. “Entahlah, Dad, bagaimana menurutmu. Aku harus apa menghadapi ini semua?” Alex justru balik bertanya. Pras terus berpikir keras, hingga pintu itu terbuka, menampakkan Laurent yang menatap penuh rasa bahagia. “KETIGANYA SUDAH LAHIR! Cucu kita sudah lahir, Pras!” teriak Laurent yang menemani Lily menjalani operasi sesar. Alex menunduk, perlahan terdengar isakan tangis penuh rasa haru juga bahagia. Pras memeluk putranya itu. “Aku sudah menjadi Ayah, Dad!” teriak Alex begitu bangga dengan dirinya. Laurent kembali masuk ke dalam ruang operasi. Derap langkah Fausto dan Belinda terdengar. “Sudah lahir?” tanya Belinda sembari menggendong putra keduanya. Alex beranjak. “Ayah! Ibu!” Alex berjalan mendekat, memeluk Fausto erat, berganti k

  • PRAS, and his destiny   84. Dunia baru Pras dan takdirnya

    Satu bulan berlalu. Alex dan Lily sudah tinggal di apartemen yang mereka sewa di tengah kota Roma. Mereka tak henti saling meluapkan rasa cinta dan sayang. Lily tak mau menikmati fasilitas yang ditawarkan Fausto, seperti mencuci pakaian di laundry, makanan selalu dikirim oleh pelayan dari rumah utama Fausto di Roma yang jaraknya tak jauh dari apartemen mereka, juga mobil mewah yang disediakan juga. Keduanya menolak kompak. Tapi, jelas, Fausto tak menuruti begitu saja. Para pengawal terus berjaga walau dengan jarak yang cukup jauh, bagaimana pun, keduanya adalah keluarga Fausto, siapa yang tak tau.Kehamilan Belinda sudah menginjak bulan ke tujuh, jenis kelamin bayi dikandungnya, laki-laki. Alex loncat-loncat saking senangnya akan mendapatkan adik laki-laki. Kado ulang tahun Alexander terbaik dari kedua orang tua kandungnya, sementara Pras dan Laurent, sibuk mengelola perkebunan anggur mereka, Edmon ikut repot karena Pras meminta dibuatkan system keamanan juga mengatur para pe

  • PRAS, and his destiny   Bab 83. A thousand years (21+)

    Gaun panjang berwarna putih tulang, dengan bahan satin berpadu lace yang memberikan efek klasik menyesuaikan lekuk tubuh pemakaianya, tampak indah saat dikenakan Lily yang berdiri di ujung pintu gereja, merangkul lengan sang ayah – Edmon – yang tampak beberapa kali harus mengatur napas juga air mata yang beberapa kali keluar dari sudut matanya. Putri cantiknya tampak berdebar mana kala menunggu pintu itu terbuka dan mereka berdua akan berjalan masuk menuju altar dengan karpet merah yang membentang hingga ke hadapan pendeta.Edmon menatap sekali lagi putrinya yang mendongak membals tatapannya, kerudung panjang berwarna senada menjuntai panjang menutupi kepala hingga seluruh bagian tubuh belakang Lily, hanya menyisakan sebagian rambut cokelat indahnya yang di tata begitu rapi tanpa menghilangkan kesan usianya yang sebentar lagi baru tujuh belas tahun.“Aku sudah cantik, Ayah? Tidak buruk riasannya, bukan?” tanya Lily menatap sang sayah.&ld

  • PRAS, and his destiny   Bab 82.Keluarga bagi Pras

    “Lalu… apa Tuan Pras sungguh rela melepaskan apa yang sudah dikerjakan selama puluhan tahun ini dan memilih untuk berada di sini, di negara baru, juga merintis bisnis barunya?” tanya seorang reporter pria saat Pras diundang ke salah satu acara TV Show tentang bisnis dan karir cemerlang para pengusaha, yang ada di kota Roma, Italia.Pras tersenyum sejenak sebelum menjawab pertanyaan itu, ia mencoba merangkai kalimat sesederhana mungkin supaya akan sampai pesan yang ia maksud. Ia melirik ke istri cantiknya yang duduk di kursi penonton, studio itu besar, dan Pras cukup bangga bisa berada di acara TV dengan rating tinggi itu.“Ya, saya tidak perlu meragukan apa pun lagi untuk melepaskan semua yang saya peroleh di Swiss, sudah cukup untuk kami, saya dan istri saya berkutat dengan bisnis yang sangat menyita waktu. Usia kami tak muda lagi, kami pun sadar, ternyata, terlalu giat mencari uang dan mengumpulkan kekayaan, akan percuma jika waktu bersama ke

  • PRAS, and his destiny   Bab 81. Ladies Day

    “Aku lebih suka gaun yang ini, Ly, kau akan kenakan saat resepsi nanti, bukan?” tunjuk Jessie kepada gaun peseta berwarna champange kepada Lily saat keduanya berada di salah satu butik terkenal di kota Zurich. Laurent sudah menghubungi rekannya, jika calon menantunya sedang mencari gaun untuk pesta resepsi pernikahan.“Apa tidak terlalu terang untuk acara malam hari, Jes?” Lily menatap lekat gaun yang masih berada di manekin.“Tidak, warna ini sedang populer. Alex juga akan terlihat tampan dengan warna jas senada dengan gaun ini, lalu dikombinasi kemeja warna putih. Kalian berdua akan shinning di malam hari, Ly.” Tukas Jessie kemudian. Lily menimbang-nimbang, ia masih mencari warna lain.“Bagaimana dengan warna merah terang?” tanyanya. Jessie menggelengkan kepala.“Kau memang akan menjadi pusat perhatian, tapi… entahlah, mengapa aku merasa warna itu pasaran ya,” kelakar Jess

  • PRAS, and his destiny   Bab 80. Back to school

    Suara teriakan bahagia terdengar di kantin mana kala mereka melihat Lily dan Alexander yang berjalan begitu mesra. Mereka kembali ke sekolah setelah Pras dan Laurent mengurus tentang menghilangnya mereka beberapa bulan belakangan. Keduanya di tuntut mengerjakan tugas sekolah yang menumpuk, juga mempelajari materi sebelum ujian kelulusan.“Aku terkejut saat tau Dre meninggal, Lex? Bagaimana bisa ia kecelakaan motor dan terjatuh, Dre pengendara motor yang hebat, bukan?” tanya Jessie yang kini berubah berdandan natural, duduk di hadapan pasangan itu.“Ya, begitulah, musibah,” jawab Alex santai. Jessie mengangguk. Ia menatap Lily, lalu melirik ke cincin yang Alex berikan untuk Lily.“Mmm… kapan kalian akan meresmikannya? Aku tidak sabar untuk hadir di pemberkatan kalian,” ledek Jessie.“Kau tidak cemburu?” celetuk Alex lalu mendapat cubitan kecil di pinggangnya dari Lily. Jessie tertawa.“Lex

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status