Mereka berdua melangkahkan kaki kedalam Lobby rumah sakit dengan kedua wajah saling merengut.
Ciuman singkat di bibir yang diberikan Pras ke Laurent membuat ia dihadiahi tamparan di wajahnya. Laurent pun membayar sendiri hadiah untuk bayi kembar adik ipar Pras.
"Rent,"
Panggil Pras pelan. Laurent tak mengindahkan. Ia menatap angka yang tertera di dinding lift hingga berhenti dan pintu terbuka.
Laurent keluar terlebih dahulu. Lalu menghentikan langkah kakinya karena ia tak tahu dimana letak kamarnya. Ia membiarkan Pras berjalan mendahului tanpa berbicara.
Kamar disudut lorong terlihat terbuka pintunya. Seorang perawat baru saja keluar dari sana.
"Permisi, apa didalam banyak orang? Dan apa bayi kembar mereka sudah didalam?"
Tanya Pras kepada perawat.
"Sudah pak. Hanya ada pak Galang dan buk Aira."
"Terima kasih suster,"
Jawab Pras. Ia lalu membuka pintu. Tampak Galang sedang mengusap kepala Aira yang masih berbaring di tempat tidur dengan posisi datar.
"Hai .... "
Sapa Pras. Aira menoleh bersama dengan Galang. Tatapan mereka berdua justru fokus ke wanita yang diajak Pras.
Galang melirik Aira yang memberi kode supaya Galang jangan banyak bertanya.
"Selamat Aira sayang,"
Pras mengusap kepala Aira lembut.
"Makasih kak,"
Aira masih sedikit di bawah pengaruh obat bius. Ia hanya tersenyum menjawab Pras.
Pras melirik ke dua box bayi. Bayi laki-laki dan perempuan. Ia lalu tersenyum menatap dua keponakan barunya.
"Ehem .... "
Laurent berdehem. Pras lupa. Kalau ia mengajak Laurent. Ia berbalik badan dan tersenyum.
"Lang, ra, kenalkan, ini- Laurent,"
Laurent dan Galang berjabat tangan lalu ia berjalan mendekat ke Aira. Menggenggam jemari tangan Aira dan berbisik,
"Selamat ya, semoga cepat pulih,"
Ucap Laurent pelan. Aira mengangguk dan tersenyum. Membalas sentuhan tangan Laurent. Keduanya saling melempar senyum.
Pras menatap Laurent. Lalu berganti ke Galang yang bersedekap menatap dirinya penuh tanya.
"Ini hadiah dari ku untuk si kembar,"
Ucap Laurent seraya meletakan kantung putih di atas meja.
"Terima kasih, jadi merepotkan,"
Galang terkekeh.
"Apa kakakku merepotkan? Dari raut wajah mu, pria tua ini berulah."
Galang memang sudah mulai berani dan tak kaku jika ingin meledek Pras. Pria itu berdecih dan berjalan menghampiri Galang lalu menyikut perutnya.
"Mulut,"
Protes Pras.
"Kakakmu baik, sangat baik sampai terlalu percaya diri untuk cium bibir ku tanpa persetujuanku dan di depan orang lain."
Sewot Laurent. Galang dan Aira terkejut bersamaan. Sungguh Laurent bisa dengan cuek berbicara. Pras sampai diam saking terkejutnya dan tak habis pikir.
"Karena kamu bawel."
Sanggah Pras. Laurent mencebik.
"Karena kamu yang mulai Pras. Nggak semua peremp-"
Mulut Laurent di bekap Pras. Ia melotot menatap Laurent yang juga membalas dengan melotot juga.
Galang dan Aira terkekeh. Lalu terdengar suara bayi menangis. Galang menghampiri box bayi dan membuka tirainya. Menggendong bayi perempuan yang bernama Ruka.
Aira tersenyum melihat suaminya yang tampak bahagia. Tatapannya berpindah ke Pras dan Laurent yang menatap dengan arti lain.
"Lang,"
Panggil Aira. Galang menoleh.
"Kasih Ruka ke Daddynya juga dong, Ryu kamu gendong, kasian kalo Ryu nggak di gendong,"
Galang mengerti. Ia lalu meminta Pras menggendong Ruka. Pras tampak terkejut. Ia tak tahu cara menggendong bayi baru lahir. Ia takut.
"Ini bayi manusia Pras, bukan bayi buaya. Nggak perlu tegang,"
Laurent menatap Galang, meminta izin menggendong Ruka. Galang memberikan ke Laurent.
Wajah Laurent sangat senang. Ia tersenyum cantik. Galang lalu berjalan ke box lainnya untuk menggendong Ryu.
Laurent duduk di sofa sambil menggendong Ruka. Pras sendu. Ia menatap Laurent yang terlihat berbeda dan ke ibuan. Ia menghela nafas. Lalu menatap ke Galang.
Interaksi Laurent dan baby Ruka tampak natural, Aira dan Galang hanya bisa saling melempar kode. Brankar yang ditiduri Aira diposisikan sedikit tegak, suster memberi tahu kalau Aira bisa memberika Asi untuk bayi kembarnya. Baby Ryu yang pertama, sedangkan Ruka, bayi perempuannya anteng di dalam gendongan Laurent.
Pras tak melepas tatapan kearah Laurent, wanita itu meminta Pras duduk lebih relax, ia lalu memindahkan Baby Ruka dari gendongannya ke dada bidang Pras.
"Eh.. eh.. apaan nih,"
Panik. Itu reaksi Pras.
"Kata adik kamu, daddy nya harus bisa gendong juga 'kan, ya, kalo nggak bisa gendong, masa dipeluk gini aja nggak sanggup,"
Laurent mengarahkan tangan kanan Pras ke bokong mungil baby Ruka dan tangan kirinya menahan leher serta kepalanya. Pras melirik ke wajah bayi yang sudah nemplok didadanya. Kedua matanya masih terpejam, mulut mungil berwarna pink itu tampak menggemaskan.
Senyum Pras mengembang. Ia membelai lembut wajah bayi baru lahir itu. Laurent beranjak.
"Saya pamit ya, mau ada keperluan lain, sekali lagi selamat untuk kalian berdua, sehat selalu ya,"
Laurent menggenggam jemari Aira dan berjabat tangan dengan Galang. Pras hanya diam. Karena Laurent tak pamit dengannya, sekedar menoleh pun tidak.
Ajaib. Itu yang Pras simpulkan. Pintu kamar tertutup kembali. Andreas yang berjaga diluar kemudian masuk karena Pras memanggilnya.
"Pesankan makan malam untuk Galang dan saya setelah itu kamu boleh pulang,"
Pras berbicara tanpa menatap Andreas. Kedua matanya menatap Ruka yang anteng berada di pelukannya.
"Lho, Pak Pras nggak pulang?"
Andreas menatap bingung.
"No. Ada urusan lain,"
Jawabnya santai. Sudut bibirnya kembali tertarik sedikit.
"Pak Pras mau kencan sama Laurent lagi?"
Pertanyaan Andreas sontak membuat Pras melotot kearah ajudannya itu. Galang terkikik geli.
"Udah sana, sebelum surat pemecatan lo sebentar lagi dateng,"
Ledek Galang. Andreas cengar cengir lalu menanyakan Galang ingin dibelikan makanan apa.
Setelah Andreas pergi, Galang duduk di dekat Pras,
"Itu Laurent yang-"
"Iya. Cewek BO yang semalem,"
Jawab Pras santai. Aira terkejut.
"Kak Pras, serius?"
Kini Aira ikut terkejut dan tak suka. Ia tak ingin Pras hanya di manfaatkan. Ia tak ingin Pras tak bisa merasakan cinta lagi. Ia takut jika seumur hidup Pras akan sendirian.
"Tapi Laurent bukan pelacur pada umumnya, dia berkelas dan, ada alasan lain kenapa lakuin itu. Semalam itu untuk pertama kalinya lagi dia mau di BO setelah berhenti setahun lebih, yang gue tau, karena salah satu temennya rekomendasiin dia, lewat Andreas. Dan benar, Laurent sangat berkelas,"
"Terus? Kak Pras mau deketin?"
Aira tampak khawatir.
"Nggak. Ngapain. Rugi. Menarik juga nggak. Biasa aja."
Galang mengambil alih Ruka dari gendongan Pras dan berjalan ke arah Aira. Gantian Ruka yang diberi Asi, karena Ryu sudah tertidur pulas.
"Really Bro? Kenapa gue ragu ya,"
Galang mengusap dagunya. Pras terkekeh sinis.
"Gue udah bilang kan, no women again. No fallin in love or crazy in love,"
"Yeahhhh, kita lihat."
Jawab Galang menahan tawa. Aira menatap khawatir. Galang lalu mendekat dan berbisik,
"Aku tahu dia bohong, tenang aja sayang, aku juga nanti cari tau tentang Laurent,"
Aira tersenyum. Lalu mengecup pipi Galang. Pras yang menatap hanya bisa bersabar dalam hati dan ikut merasa bahagia atas apa yang Galang serta Aira rasakan.
To be continue,
Suara dan orang lalu lalang tampak jelas terlihat diarea kantor markas besar polisi. Media masa, elektronik juga ramai, tak lupa infotaiment bersama para lambe-lambe hadir.Laurent berdiri didekat mobil polisi yang terparkir. Ia sedang bersama Janeta, teman yang selama ini membantunya dalam mencari keberadaan Laura, kembarannya.Janeta memberi tahu kalau Laura tidak ada di tanah air. Laurent harus lebih sabar lagi untuk mencari tau dimana saudaranya itu."Tapi gue nggak bisa hopeless kan net?""Ya jangan lah. Tetep optimis untuk hasil terbaik. Gue bakal cari tau terus rent. Gue mau tanya ke elo,"Laurent mengangkat kaca matanya keatas kepalanya. Ia mengangguk.
Passpor warna hijau dan berlambang burung garuda sudah dipegang Laurent. Ia duduk di kursi besi dengan satu kaki menyilang dikaki satunya lagi. Menunggu Pras yang masih belum datang juga. Sedangkan terakhir saat mereka berpisah di Mall, Pras bilang kalau jam lima pagi sudah stand by di terminal internasional.Laurent mencepol rambut nya menyisakan helai-helai anak rambut ditengkuknya. Baju lengan panjang oversize warna coklat tua berpadu dengan celana jeans hitam dan sepatu wedges hitam membuatnya tampak santai namun tetap feminim."Maaf lama,"Ucap Pras dengan suara deep voicenya. Ia berjalan bersama Andreas yang membawakan koper besar milik Pras."Kita cuma empat hari kan. Bawaan kamu kenapa kaya orang mau pindahan,
Pras berjalan dibelakang Laurent. Membututi wanita itu yang asik melirik ke berbagai toko yang ada di daerah pusat kota. Salah satu tujuan wisatawan juga. Sore sudah semakin menghilang berganti menjadi gelapnya malam. Pras merasa perutnya lapar. Makanan yang tadi ia makan baru ia habiskan setengah."Temani saya makan."Pras menarik pergelangan tangan Laurent dan berjalan masuk ke kedai mie china."Siapa suruh ikutin aku" Dumel Laurent. Ia kesal juga, karena belum puas melihat-lihat."Karena kamu nggak nurut sama saya Rent, jangan pakai celana sependek itu. Bahaya. Ini bukan Jakarta. Dijakarta aja kamu bisa nggak aman. Apalagi di sini,"Pras menuangkan teh hangat dari teko kecil yang mereka pesan.
Laurent nekat. Wanita berperawakan mirip blasteran turkey, phillipine dan manado itu pergi meninggalkan apartemen Pras dengan mengenakan pakaian santai. Ia menyusuri jalanan pusat kota hingga ke pasar yang ramai, dan beberapa rumah sakit. Ia berjalan kaki. Topi hitam yang ia kenakan membuat wajahnya tersamarkan juga.Satu persatu tempat makan pun ia terulusuri. Ia yakin yang kemarin ia lihat adalah Laura. Saudara kembarnya.Hampir tengah hari namun usaha Laura nihil. Ia kini memilih duduk di taman. Diam memikirkan harus mencari Laura dimana lagi. Bulir air mata kembali jatuh. Ia menghapusnya dengan cepat.Sesosok pria menatapnya lekat. Cenderung seram. Laurent beranjak dan pindah masuk ke restaurant cepat saji. Ia takut dengan tatapan pria tadi. Perasaannya menjadi tak karuan. Namun ia bingung dengan perasaan itu.***Pras terkejut saat membuka pintu apartemen tapi tak mendapati Laurent. Ponsel
Apa yang ada dikepala saat kita mendengar kata 'PERPISAHAN', kecewa, sedih atau justru senang. Namun kata terakhir itu yang tak terjadi diantara Pras dan Laurent walau mulut mereka berkata OK."Saya pinjam hp kamu rent?" Telapak tangan Pras sudah berada didepan wajah Laurent.Mereka sedang berada dibandara, waktu boardinh juga sudah tiba dan mereka berjalan menuju ke pesawat."Untuk" Laurent menatap bingung."Sini" Pras menghentikan langkah. Laurent memberikan ponselnya. Tak lama ponsel itu mengarah ke wajah Pras."Nih, takut kamu kangen aku" Pras memberikan ponsel ke tangan Laurent lagi, yang kemudian direspon dengan kekehan."Hp kamu mana, sini" kini berganti Laurent yang meminta. Pras memberikan. Laurent melakukan hal yang sama."Takut kamu kangen" Kekehan L
Lama Pras dan Laurent saling berpelukan. Sebenarnya mereka berdua seperti merasa terikat. Tapi mereka abaikan karena Laurent sendiri berfikir itu hanya ada karena biasa."I have to go Pras. Terima kasih sekali lagi" Laurent melepaskan pelukannya. Mereka bertatapan."Can i kissed you rent. For, the last time, until- saya nggak tau kapan bisa ketemu kamu lagi" Laurent tersenyum. Lalu menggelengkan kepala."Simpan itu di waktu yang tepat. Kalau memang kita bisa ketemu lagi dalam keadaan sendiri" Laurent lalu masuk kedalam mobil Pras. Ia menurunkan kaca Mobil dan melambaikan tangan.Pras mengangguk. Gemuruh berbeda terasa di hatinya, sungguh ingin ia ungkapkan. Namun sekali lagi, ia takut mengecewakan Laurent.***Satu bulan sudah sejak perpisahan Pras dan Laurent dibandara, masih menyisakan rasa yang mengganjal di hati Pras. Ia sudah kembali ke Swiss. Namun isi ke
Dengan langkah tegap dan pasti, Pras menuju ke mobilnya yang sudah terparkir di depan loby terminal internasional bandara. Ia mengenakan setelan jas licin berwaena abu-abu tua dan kemeja putih. Sunggu Pras sudah tak sabar untuk segera bertindak.Pintu mobil tertutup sesaat setelah Pras duduk di kursi penumpang. Andreas sudah berada didalam mobil lebih dulu."Sejauh mana dia bertindak?" Pras membuka kaca mata hitamnya dan membaca berkas yang diberikan Andreas."Laurent- Laurent tidak ada di apartemennya pak. Dia sudah sejak kemarin ada di Penhouse Pedro." Andreas tampak ragu saat mengucapkan hal itu.Pras mengepalkan jemarinya. Ia menatap ke jalanan yang tampak lowong."Pertemuan pak Pras dan Pedro di restaurant korea, saya sudah pesankan ruangan VIPnya""Apa kamu bawa hasil kita cari Laura di Hongkong? Saya mau kasih ke Laurent""Bawa pak. Dan, saya dapat informa
"Permisi" suara seseorang terdengar dan berdiri didepan pintu kamar rawat. Laurent menoleh dan tersenyum."Apa kabar, gimana kondisi kamu rent?" Aira datang menjenguk. Ia membawa parsel buah yang ia letakan di atas nakas. Laurent tersenyum. Infuse sudah dilepas. Ia sudah boleh pulang setelah dirawat tiga hari dirumah sakit.Aira sengaja datang karena ada hal yang ia ingin bicarakan dan mencari tahu sendiri tanpa ada Galang atau Pras."Kamu sendirian ra? Anak-anak?" Laurent menampakan tatapan mencari keberadaan anak-anak Aira."Dirumah opa omanya, aku titip sebentar. Aku turut prihatin sama musibah kamu rent. Semoga cepat sehat ya""Iya, terima kasih Aira. Kamu kesini ada apa? Atau di suruh tuan besar?" Laurent tersenyum. Ia lalu terkikik sendiri."Siapa? Kakakku? Pras?" Aira juga ikut terkikik. Laurent mengangguk."Enggak. Nggak ada ya