Ruangan itu terasa begitu sepi, hanya bersuarakan tabung oksigen dan mesin pendeteksi jantung di sampingnya. Wanita itu masih setia memejamkan matanya, menyembunyikan mata coklat indahnya kepada semua orang.
Pasangan suami istri yang sudah berumur itu kemudian masuk untuk membuat kehidupan di dalam ruangan tersebut. Sang isri tak henti-hentinya menitihkan air mata. Ia tak tega melihat sang putri terbaring tak berdaya di sana. Hatinya begitu terluka. Sedangkan sang suami hanya mampu menguatkan sang istri dengan terus mendekap di sampingnya.
Anak itu tak seperti ini. Anak itu selalu penuh dengan ceria, selalu penuh dengan semangat yang menggebuh-gebuh, namun dalam satu waktu, anak itu berubah menjadi pemurung, tanpa semangat, sampai pada akhirnya melakukan hal tak terduga yang membuatnya terbaring tak berdaya seperti ini.
“Sayang,” ucap sang istri pada sang suami “Apa yang harus kita lakukan?”
Entah.
Mereka hanya harus bersaba
Lynelle memilih untuk tetap berada di sana tanpa ada niat beranjak sedetikpun. Matanya tak pernah bosan menatap wanita yang sudah mulai berumur itu dan tangan kecilnya setia menggenggam tangan keriput wanita di hadapannya.Madam Altha masih memejamkan matanya sejak di pindahkan dari ruang ICU tadi. Lynelle memilih untuk tetap berada di sana sampai madam Altha kembali membuka matanya.Dalam kamar inap yang cukup besar—atas pintah Matthew—ini hanya ada dirinya dan madam Altha. Bibi Zoe kembali ke rumahnya yang sangat kebetulan tak cukup jauh dari rumah sakit untuk mengambil beberapa keperluan menginap, sedangkan Matthew keluar sebentar untuk berbincang dengan doker Agler.Sejam kemudian, pintu kamar inap madam Altha terbuka dan menampakkan Matthew di sana. Pria itu tersenyum kepada Lynelle yang berbalik melihatnya sejenak lalu kembali ke posisinya semula.“Akan ku antar kau pulang begitu bibi Zoe telah tiba” ucap Matthew lembut dan b
Belva benar-benar tak bisa membuat Matthew melangkah dengan bebas. Kemarin dirinya tak menampakkan diri seharian sebab harus kembali ke Edensor untuk acara perpisahan, yang berujung membuat Belva kembali mengamuk dan membabi buta seperti orang kesurupan. Ya, Matthew bersama dengan timnya resmi menyelesaikan tugas dan kembali di rumah sakit. Ini lebih cepat dari dugaannya.Dengan bujukan tuan Brams, Matthew dengan terpaksa kembali melangkahkan kakinya menuju ruangan Belva dan berakhir kembali terkurung disana.“Apa ponselmu lebih menarik dari pada aku?” tanya Belva dengan nada kesalnya.Matthew kembali menyimpan ponselnya di saku celananya, ia hanya terdiam tanpa ada niatan menjawab pertanyaan Belva yang membuat wanita itu kembali mendengus tak senang.“Kau pasti tengah menghubungi gadis itu bukan?”Hening dari Matthew.“Bahkan dengan keadaanku yang seperti ini kau tetap tak berpaling kepadaku?”&ldquo
“Kejar! Cepat”Matthew merasa linglung saat ini. Ia bingung harus membawa dirinya kemana. kembali menolong Lynelle yang terjatuh atau kembali mengejar Belva yang sudah hilang dari jangkauan pandangannya.BRAK!!!Matthew terlambat.Perasaannya kembali berkecamuk saat mendengar suara tabrakan itu dan mendengar jeritan syok orang-orang di sekitarnya.Oh tidak.Matthew bergerak cepat dan menuju ke tempat kejadian dan benar saja. Sial!(.)Lynelle hanya mampu terdiam dan duduk tak berdaya di sana. Ia merasa asing dan canggung juga ketakutan. Lalu masalah apa yang akan ia hadapi setelah ini? Lynelle tak banyak bergerak, hanya mampu menunduk dan mengandalkan pendengarannya untuk memahami pergerakan di sekitarnya. Bahkan saat dokter keluar dari ruang darurat, Lynelle masih tetap berada di sana.“Ly..” panggil Matthew
Benneth hampir saja menyemburkan blue ocean-nya saat Lynelle dengan santainya mengatakan bahwa dirinya akan menikah 2 bulan lagi. “Hey, pelan-pelan” Lynelle menyodorkan tisu kepada Benneth yang di ambilnya dan langsung menyeka bibirnya. “Kau?! Yang benar saja” ucapnya tak terima. “Nelle, aku tak tahu apa yang terjadi tapi, bukan kah ini terlalu cepat? Lalu bagaimana dengan Matthew?” “Kenapa dengan dia?”“Dia.. kalian.. ku pikir..” Lynelle hanya menggeleng. “Biarkan dia dengan dunianya. Kita sudah berjalan masing-masing selama 3 bulan terakhir ini. Lagi pula bukannya aku tak menganggapnya, dia tetap seperti kakakku” Saat ini Lynelle tengah berada di mini kafe bersama Benneth yang terletak di Headington dengan pemandangannya yang sangat sejuk. Mereka baru saja mendatangi kampus Benneth sebelumnya untuk melihat-lihat atas perintah Lynelle sebab dalam perjalanan mereka sedikit bingung harus kemana dan Benneth bercerita tentang masa kul
“Bagaimana kabarmu Matt?” Lynelle membuka suara terlebih dahulu.“Aku merindukanmu”Jangan..“Kau tak merindukanku Ly?”“Tentu saja. Cukup lama kita tak bertukar kabar dan ini untuk pertama kalinya lagi aku melihatmu setelah setengah tahun lebih lamanya sejak terakhir betemu denganmu”“Kau masih bekerja di toko roti?”“Iya, tapi hari ini toko sedang tutup. Tuan Ethan Noah sedang mengantar Nyonya Alda ke rumah sakit untuk check up”Matthew mengangguk dan keheningan kembali terjadi di antara mereka.“Ly, maafkan aku yang jarang memberimu kabar, aku—““Tak masalah Matt. Lagipula aku juga sempat kehilangan ponsel dan baru menggantinya beberapa hari kemarin, aku juga nomor baru”“Tapi sebelumnya aku sudah jarang memberimu kabar, sangat jarang. Maafkan aku.”“Tak perlu minta maaf. Aku bisa mengerti,
Carl dan Belva memutuskan untuk menunggu keadaan Matthew di luar begitu Matthew sudah di tangani oleh Carl dan tengah di infus dalam kamarnya. Mereka juga membersihkan rumah Matthew yang begitu berantakan.“Aku akan turun sebentar untuk membuang ini” ucap Carl pada Belva yang tengah mencuci piring. Belva hanya memberi anggukan tanpa membalikkan badannya.Setelah membereskan piring, Belva beralih menuju pakaian kotor Matthew dan mulai mencucinya, tak banyak, hanya pakaian yang berhamburan tadi dan celana training yang Matthew pakai sebelumnya.Belva menyenderkan dirinya pada tembok kamar mandi sembari berjongkok sedangkan pakaian tadi ia rendam dalam bathtub dan senangaja ia diamkan sesaat. Belva masih terpikirkan akan kejadian sejam yang lalu yang membuatnya menghela napas berat dan menelungkupkan wajahnya pada lipatan tangan.5 menit dalam keheningan tiba-tiba suara dentuman seperti sesuatu yang jatuh membuatnya terkejut dan langsung beranjak
Panik menyerang Lynelle. Ia bingung harus berbuat apa, ia bahkan tak tahu sedang berada di mana. Jika sekarang ia berada di rumah Matthew, yang ia perlukan hanya mencari pertolongan di luar dan kembali menuju Edensor.Dengan pelan Lynelle mulai memindahkan tangan Matthew yang melingkar di pinggangnya lalu bergerak dengan pelan untuk keluar dari sana.“Mansion?”Lynelle cukup tahu jika ini bukan hanya sekedar rumah mewah biasa. Dengan desain elegan dan cukup luas dari rumah mewah biasa, membuat Lynelle sedikit kehilangan arah untuk menemukan pintu utama.Lynelle mulai berlari tanpa alas kaki menuruni tangga agar tak membuat kebisingan.Ia harus bergerak cepat sebelumMathew bangun dan menyadari ketidakhadirannya.Setiap pintu dengan model dan ukuran yang hampir sama ia buka.Kolam renang.Taman.Perpustakaan.Ruang pribadi.Namun tepat pada pintu terakhir yang b
“Halo? Ini dengan siapa?”Jantung Lynelle mulai berpacu tak karuan tepat saat Noah mengangkat telponnya. Ia sangat ketakutan dan airmatanya kembali turun membasahi pipinya.“Noah, ini aku Lynelle!” ucapnya sambil berbisik dan menahan isakaknya. Ia tak boleh berisik agar Matthew tak menyadarinya.“LYNELLE?”“Noah, hiks.. Noah tolong aku.. aku tak tahu berada di mana sekarang”“Lynelle!! Hah..!! tenang Ly.. ucapkan dengan pelan hal-hal di sekitarmu yang bisa menjadi patokan”“Hiks.. ak-akuu tak tahu di mana ini. Orang-orang disini tak menggunakan bahasa Inggris. Mereka menggunakan bahasa lain yang takaku pahami”“Baiklah, ada lagi?sekitaran rumah, bagaimana?”“A---aku.. rumah ini—bukan, ini mansion. Aku tak bisa melihat apapun sebab lahan hijaunya begitu luas. Lalu… lalu—eum.. gerbangnya cukup&mda