Waktu masih menunjukkan pukul 6 lewat seperempat namun Matthew sudah siap dari 20 menit yang lalu dengan kemeja navy dan celana kain hitam yang melekat sempurna di tubuh proposionalnya. Tak lupa dengan dasi bergaris yang berwarna sepadan dengan kemejanya yang sedari tadi ia pastikan melekat sempurna di antar kerah kemejanya.
Sama halnya dengan pantofel hitam yang ia kenakan, di pastikan untuk tetap mengkilat di bawah sana.
Acara kelulusannya akan di mulai setengah delapan namun ia telalu cepat mempersiapkan diri.
Bahkan cermin panjang yang bersandar di samping tempat tidurnya sudah bosan melihatnya menampakkan pantulan dirinya untuk ke sekian kalinya. Yang benar saja. Ia terlalu antusias sampai-sampai ujung jemarinya seperti habis didiamkan dalam lemari pendingin cukup lama.
Dan jangan lupakan, ia juga berulang kali merapalkan kembali sebuah pidato singkat yang sebenarnya sudah ia ulang-ulangi dari sehari sebelumnya. Sangat luar biasa persiapannya bukan?
Sempurna
Untuk kesekian kalianya juga, ia mengcapkan kata itu.
Ia lalu berjalan menuju dapur kecil miliknya, mengambil selembar roti dan melumurinya dengan selai coklat disana. Setidaknya ia harus memberi sedikit asupan sebelum berangkat, sangat tak lucu jika ia pingsan akibat gugup yang berlebihan dan perut yang dalam keadaan kosong.
Ddrrtt. Ddrrtt..
Dering ponsel gengamnya yang ia letakkan di meja makannya, membuatnya beralih aktivitas sejenak. Nama kontak yang bertuliskan 'Ayah' terlihat di sana. Ia sedikit berdeham sejenak lalu mengangkat panggilan tersebut.
“Halo, ayah.”
“Matt, sudah berangkat?” suara pria berusia hampir 50 tahun itu terdengar di ujung sana.“Belum, aku baru saja menyelesaikan sarapanku.” Ucap Matthew sembari mengambil menyeruput kopi instan yang ia buat.Matthew melirik arlojinya. Sudah pukul setengah tujuh, berbeda 8 jam dengan Korea yang berarti di sana pukul 2 siang.
“Matt, maafkan ayah dan ibu yang tak bisa datang di hari kelulusanmu.”
Matthew yang tengah meneguk hot cappuccino-nya itu tersenyum tipis, “Iya ayah, aku paham, sudah ku katakan tidak apa-apa”
Di hari yang seharusnya di rayakan bersama keluarga dan orang tersayang harus Matthew lewatkan seorang diri. Bukan, bukan karena orangtua mereka lebih memilih menghabiskan waktu untuk mengurus pekerjaan mereka layaknya dalam cerita novel dan sejenisnya. Hanya saja kondisi sang ayah yang mendadak menurun menyebabkan kedua orangtuanya tak mungkin untuk memaksakan diri kesana.
Siapa yang tak ingin datang di hari yang begitu menggembirakan ini. Melihat anak semata wayang mereka yang sukses dalam dunia pendidikan, apalagi jika lulus dengan predikat lulusan terbaik? Luas biasa bukan. Momen yang harus di abadikan.
Tapi kuasa berkata lain, ya harus apa.
Itu tak membuat Matthew kecil hati. Sudah di katakan bukan jika Matthew anak yang tak banyak tingkah. Tentu saja ia tak bersedih hanya karena hal ini. Menurutnya masih banyak moment luar biasa yang bisa di hadiri orangtua mereka selain kelulusannya. Seperti pernikahannya mungkin?
Cukup lama Matthew bertukar kabar dan cerita kepada ayah dan ibunya juga disana. 30 menit lagi acara akan mulai dan Matthew siap untuk berangkat.
(.)
Halaman utama kampus terlihat begitu ramai. Rasanya seperti mengingat masa lalu saat mereka memasuki tahun pertama di kampus tersebut. Namun nuasa kali ini tentunya berbeda. Tak hanya Matthew rupanya. Sebagian besar dari mereka di sana merasakan degupan jantung yang luar biasa.
Akhirnya, setelah berupaya berjuang selama beberapa tahun, akhirnya mereka bisa menyelesaikan satu dari sekian banyak impian mereka. Benar-benar mengharukan.
Matthew sedari tadi melihat ke segala penjuru arah, mencari-cari letak di mana teman-teman fakultasnya berkumpul. Ia kembali terlihat seperti bocah, kali ini bocah yang hilang di tengah kerumunan banyak orang.
“Tuan Muda Flint!” teriak suara bass dari bagian agak ujung sana. terlihat Carl yang tengah melambaikan topinya bersama dnegan Benneth yang ia rangkul di sampingnya. Dengan cepat Matthew sedikit berlari menghampiri mereka.
“Hah, sudah ku katakan jangan panggil aku seperti itu.” Keluh Matthew.
“Hey tenang lah, kau masih saja emosian.” Ucap Carl“Hey Matt, sudah menyiapkan pidato sebagai lulusan terbaik nantinya?” kini giliran Benneth yang menggoda Matthew. Sungguh mereka berdua seperti tak ada kerjaan lain selain menggoda Matthew.“Ohya, kau bertemu dengan Fleur?” tanya Benneth.
Tiba-tiba, ada apa?
Sudah lebih dari setengah tahun Matthew tak mendengar nama gadis yang pernah mengisi hatinya itu, begitupun juga dengan kabarnya, Matthew sama sekali tak tahu. Bukan Matthew tak ingin tahu, awal-awal mereka putus Matthew mencoba mencari kabar tentang Fleur namun hasilnya nihil. Ia bahkan mendatangi kampus Fleur namun tak berbuah hasil juga. Lambat laun, seiring berjalannya waktu Matthew nampak biasa saja. Seperti sekarang, saat Benneth menyebut nama itu, Matthew terlihat tak berekspresi. Sepertnya dia berhasil move on dari Fleur.
“Tidak, aku tak bertemu dengannya.” Balas Matthew cuek.
“Memangnya ada apa?” tanya Carl.
“Awalnya kupikir aku salah lihat. Ketika hendak memasuki area fakultas aku berpapasan dengannya yang tengah berjalan sendirian. Namun, Nick menghampiriku dan bertanya soalmu, katanya Fleur datang mencarimu.”Aneh, pikir Matthew.
“Ada apa wanita ular itu?” ucap Carl sarkas.
Mendengar itu langsung saja Benneth memberikan tinju kecil di perut Carl yang membuatnya kesakitan dan terlihat begitu dramatis padahal Benneth tak memukulnya dengan keras.
Tak ingin ambil pusing soal Fleur, Matthew memisahkan Carl dan Benneth yang terlibat pergulatan kecil dan menggiring mereka untuk duduk di kursi yang di sediakan.
(.)
Gadis itu mengambil sepuntung rokok di dalam laci meja yang berada tepat di belakangnya. Ia menjepit rokok tersebut di antara kedua bibirnya dan membakar ujungnya dengan korek api. Kepulan asap tebal ia hembuskan dari mulutnya, berharap hal itu bisa meredahkan sedikit stress yang di alaminya.
Kurang ajar.
Ada ribuan sumpah serapah yang ia lontarkan hari ini. Bukan hanya untuk seseorang namun juga untuk dirinya sendiri. Berulang kali ia memukul kepalanya sendiri sebagai bentuk hukuman untuk dirinya, juga agar otak nya kembali berfungsi dengan baik.
Kacau.
Lantas apa yang bisa ia lakukan saat ini? Semuanya terlalu terlambat untuk di benarkan.
Ia melirik satu pesan dari seseorang disana.
Dia lagi, gerutuhnya dalam hati.
Ia mengambil ponsel genggamnya dan menghapus semua notifikasi di sana. Akan tetapi, ia masih menatap layar ponselnya itu, lebih tepatnya pada wallpaper ponselnya yang menampakkan foto dirinya bersama seseorang.
Oh, harusnya ia bisa sedikit lebih dewasa dan tak mementingkan ego. Ia pernah mendapatkan segalanya, bahkan yang tak mampu ia beli dan butuh berbulan-bulan untuk mendapatkannya, namun dengan mudah ia dapatkan ketika bersama pria itu.
Ia kembali mengutuk dirinya lagi.
“Maafkan aku, tapi..”
“Kau harus kembali denganku”
(.)
“Kau sungguh tak ikut minum dengan kami?” ucap Carl.
Acara kali ini berjalan dengan lancer dan begitu menyenangkan. Matthew pun dapat memberikan pidato singkatnya dengan begitu tenang dan berhasil menghipnotis para hadirin yang ada di sana menjadi focus kepadanya. Luar biasa pesona Matthew.
Carl, Benneth dan beberapa temannya yang lain mengajaknya unutk menghabiskan waktu bersama semalaman di guesthouse milik salah satu dari temannya, namun hal itu di tolak oleh Matthew.
Ia berencana untuk terbang ke Negara tempat dimana ia lahir besok pagi buta, makanya malam ini ia gunakan untuk beristirahat sebelum berangkat.
“Tentu, bersenang-senanglah!”
“Yasudah, aku akan menyusulmu dan Benneth di sana.” ucap Carl lalu mengucapkan salam perpisahan kepada Matthew, begitu juga Benneth dan teman-temannya yang lain.(.)
Matthew baru saja selesai mandi usai berkutat dengan barang-barang bawaannya. Sebenarnya tak banyak, hanya Matthew saja yang terlalu repot. Ia memasukkan beberapa pakaian, lalu mengeluarkannya lagi, menukar beberapa pakaian di sana, lalu memasukkan barang-barang yang tak penting tapi menurutnya penting—seperti sepatu— bukan apa, ia memiliki banyak sepatu juga di sana. Ia bahkan memasukkan setelan jas yang—, hey untuk apa?
Ting tong~
Suara bel apartemenya membuatnya bergerak cepat untuk membuka pintu. Terlihat seorang delivery driver dengan sekotak pizza medium di tangannya. Usai mengucapkan terima kasih, ia bergegas untuk menyantap pizza-nya bersama dengan cola sembari menonton film action di laptopnya.
Usai menyelesaikan makan malam dan film actionnya, Matthew bersiap-siap untuk beristirahat lebih cepat malam ini. Tiba-tiba ponsel gengamnya berbunyi, ada pesan masuk di sana dan beberapa panggilan tidak terjawab dari Fleur.
Matthew menaikkan sebelah alisnya bingung. Ada apa gerangan? Setelah sekian lama hilang bak di telan bumi Fleur kembali menghubunginya. Ia lalu beralih ke pesan yang masuk barusan. Lagi-lagi dari Fleur
From : Fleur
Matt, bisakah kita bertemu?Aku perlu menjelaskan sesuatu,Ku tunggu besok pagi di Restaurant Spagetthikesukaanmu..
Baiklah, ini mencurigan dan entah sejak kapan, tapi Matthew merasa asing. Menjelaskan apa? Soal dia yang tertangkap basah dan dengan sadarnya memeluk pria lain di hadapannya? Padahal baru sehari setelah dia memutuskan Matthew secara sepihak. Jika memang tentang itu, Matthew rasa tak perlu ada penjelasan. Karena matthew sudah merasa tak butuh lagi. Dan jika bukan karena hal itu tetap juga ia tak bisa menemui gadis itu. Ia harus berangkat pukul 6 pagi dari apartemennya.
Reply to : Fleur
Sepertinya tak bisa Fleur,Maaf
Kau bisa mengirmiku pesan singkat
Akan aku balas, tentunya.
Tanpa ragu, Matthew langusng menekan tombol kirim lalu kembali menyimpan ponsel genggamnya di atas nakas.
Sejujrnya Matthew bertanya-tanya, ada apa dengan Fleur? Pertama, ia datang ke kampusnya pagi ini dan mencarinya, lalu kedua, ia menelponnya dan mengirimkan pesan singkat yang mengatakan ingin bertemu dan ingin menjelaskan sesuatu.
Matthew paham, Fleur bukan tipikal yang suka repot-repot menjelaskan sesuatu yang menurutnya tak begitu penting. Matthew mencoba mengingat-ingat kembali, namun ia rasa semuanya tak ada yang perlu di jelaskan lagi. Ini sudah lewat setengah tahun, jadi untuk apa mengungkit hal yang sudah berlalu begitu lama? Mengenang luka hanya membuat kita menjadi pribadi yang tanpa sadar terkurung dalam satu keadaan yang sama setiap saatnya.
Hah, baiklah, Matthew mencoba mengalihkan pikirannya.
Bukan urusanku.
Bukan urusannya, tentu. Ia memposisikan dirinya dan memejamkan matanya, secara perlaham, tenggelam ke alam mimpinya.
haloo, selamat malam. Maaf hari ini sedikit lama update :(( entahlah, keadan hari ini tak mendukung. Aku tak akan menuliskan pesan panjang untuk hari ini xixiix. Terima kasih telah setia menunggu kelanjutan cerita ini.. Selamat beristirahat semuaa...
Hari ini sudah terhitung seminggu saat Lynelle memutuskan untuk membantu Tuan Ethan—ayah Noah—bekerja di toko roti mereka. Anggap saja ini sebagai usahanya selain bisa mendapat sedikit penghasilan, agar pikirannya tentang pria itu juga sedikit terbayarkan. Toko biasa di buka pukul 7 pagi tepat, namun Lynelle sengaja datang sejam lebih cepat untuk membantu Tuan Ethan bersama sang istri membersihkan toko serta mulai memanggang roti. “Oh akan ku usahakan datang lebih pagi lagi tuan Ethan” ucpanya. Ia lalu mengambil alih donat yang sudah matang dengan lumuran krim vanilla dan kacang almound di atasnya. “Kau sudah datang sejam lebih awal dari pada karyawan biasanya, itu sudah patut di ancungi jempol nona Lynelle, hahaha” tawa khas orangtuanya memenuhi seluruh dapur hingga ke luar. Lynelle tersenyum. Sedang isri tuan Ethan, nyonya Alda baru saja tiba di toko. Ia datang dengan bermacam belanjaan dan sangat banyak. “Ethan!! Eth—Oh Lynelle tolong bantu aku, sepertinya
Sudah 2 bulan Matthew berada di Korea. Ia kira liburan kali ini akan berlangsung menyenangkan sesuai dengan keinginannya beberapa waktu lalu saat mengunjungi beberapa rumah sakit bersama Carl. Namun ternyata kenyataannya berbeda deNgan ekspetasinya. Sudah ada 2 minggu keadaan ayahnya naik turun. Entahlah, perasaan sebelum-sebelumnya Tuan Flint terlihat makin membaik. Buktinya, dokter bahkan mengizinkan sang ayah untuk bepergian selama 2 minggu di Jeju. Namun beberapa hari setelah itu, kondisinya mendadak menurun. Ia tengah menikmati semilir angin sejuk di sore hari sembari membaca novel dengan tenangnya. Pagi tadi ia menghadiri beberapa acara dan pertemuan penting untuk menggantikan sang ayah sama seperti akhir-akhir ini. Dugaan awalnya kegiatannya hari ini akan memakan waktu cukup lama, tapi ternyata tidak, sehingga ia gunakan untuk sedikit me time sebelum kembali ke rumah sakit untuk bergantian dengan sang ibu, Dwyne menjaga tuan Flint. Kesunyian i
Kehidupan koas yang berjalan seminggu lebih ini terasa seakan-akan mereka tengah menjadi dokter sungguhan. Di saat orang-orang yang tengah terlelap di malam hari, mereka yang tengah berjaga shift malam harus tetap terjaga untuk mengamati para pasien. Tak jarang juga beberapa dari mareka yang mencuri-curi waktu untuk memejamkan mata barang semenit. Pukul 12 kurang 15 menit, Benneth tengah memasuki salah satu kamar pasien yang baru masuk sekitar 5 jam yang lalu. Pasien yang tengah menggunakan alat bantu pernapasan itu mendadak terserang sesak napas saat tengah membantu membersihkan gereja tua. Benneth dengan teliti memeriksa sang pasien dan mengecek Elektrokardiograf atau EKG yang sengaja di pasang kepada pasien. “Ah, Selamat malam dokter” seseorang yang baru masuk menyapa Benneth yang kini tengah memeriksa cairan infus pasien. Suara lembut itu membuatnya terjekut dan langsung berbalik takut-takut tidak ada seseorang di sana seperti kejadian-kejadian mistis yang sering
Matthew berjalan dengan gontai memasuki apartementnya. Akhir-akhir ini lebih menghabiskan banyak wkatu di rumah sakit, bahkan sempat tak pulang selama 3 hari. Tanpa menyalakan lampu, ia berjalan dengan begitu lemas menuju kamar tidurnya. Sungguh yang ia inginkan saat ini adalah istirahat.Ia baru magang namun kesibukkan berasa ia sudah menjabat jadi dokter. Bagaimana jika ia menjadi dokter sungguhan? Apakah akan ada yang mau menjadi pendamping hidupnya jika ia sesibuk ini?Tunggu, apa saja yang baru ia pikirkan?Dengan sisa tenaga yang ada, ia berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya dengan air hangat. Sungguh jika bukan aktifitasnya di rumah sakit, ia lebih memilih tak akan mandi dan langsung tidur. Namun ia pulang dengan berbagai macam virus yang menempel di badannya, sebab itu ia perlu lekas mandi setelah itu bisa beristirahat.(.)“Madam, apakah aku bepergian cukup lama?” tanya Lynelle yang baru
“.. Secara keseluruhan rumah sakit telah jauh lebih unggul mulai dari penyediaan kebutuhan medis, dokter spesialis, makanan untuk pasien, dan pelayanan walaupun masih kurang sekitar 20% sebab masih ada beberapkali terjadi kelalaian saat shift malam. Tapi tenang saja, rumah sakit tersebut memiliki progress yang selalu meningkat setiap saatnya.”Presentasi yang di bawakan oleh Matthew merupakan presentase trakhir dan menutup kegiatan presentasi kegiatan awal bulan untuk fakultas mereka. Para mahasiswa dan dosen fakultas mulai beranjak meninggalkan aula untuk melanjutkan kegiatan mereka.“Presentasi yang bagus dude,” ucap Benneth kepada Matthew. Matthew sendiri hanya menanggapinya dengan senyum.“Kapan kalian akan berangkat?” Tanya Carl kepada Benneth dan yang lainnya.“Tentu saja besok” ucap Natha.“Bersamaan?”“Tentulah bodoh, kau dan Matthew harus bersyukur, untung saja han
The Plough Pub and Restauant yang berlokasi di The Green, Upper Wolvercote, Upper Wolvercote, Oxford OX2 8BD Inggris menjadi pilihan Fleur untuk makan malam sederhananya bersama Matthew. Setelah pertemuan mereka yang tanpa di sengaja beberapa waktu yang lalu membuat hubungan mereka makin hari makin membaik. Saat masih berada di rumah sakit, Matthew beberapa kali datang ke ruangan mereka, sekedar memeriksa ataupun hanya menjenguk. Kadang pula ia menawarkan diri untuk bergantian menjaga sang adik apabila Matthew kebetulan tak terlalu sibuk agar Fleur bisa beristirahat dan menyegarkan dirinya sejenak.Bahkan setelah keluar dari rumah sakit pun mereka masih kaling berhubungan melalui chat atau menelpon. Terkadang juga Matthew menemani Fleur untuk berbelanja ataupun mengantarnya ke sebuah tempat lalu melanjutkan perjalanannya ke rumah sakit.Jika di pikir Matthew dan dirinya terlihat seperti pasangan kekasih, mereka terlihat seperti tengah balikan dan kembali meraj
3 tahun kemudian… 4 staff UGD berlarian keluar sembari mendorong ranjang pasien. Di depan baru saja tiba sebuah mobil ambulan dengan seorang pasien yang tengah di tangani di belakang bersama perawat lainnya. Pintu belakang terbuka dan pesien segera di turunkan ke ranjang lalu kembali di bawa masuk ke dalam UGD untuk segera di tindak lanjuti. Bersamaan dengan itu seorang pria dengan seragam dokter dan stetoskop yang mengantung di lehernya menghampiri pasien tersebut. “Dokter, pasien di duga melakukan percobaan bunuh diri dengan mengkonsumsi obat secara berlebihan” ucap salah satu perawat wanita di sana. Pria itu dengan segera memeriksa tanda-tanda vital passion. “Obat apa saja yang di konsumsi?” tanya pria tersebut. Perawa itu lalu memberinya sebuah bungkusan berwarna biru dengan beberapa jenis obat yang tersisa hanya bungkusannya saja. “Kami sudah menghubungi pihak keluarga untuk mengabari keadaan pasien juga menanyakan
Siapa sangka jika toko roti kecil milik Noah dan keluarga kecilnya akhirnya berkembang dengan pesat yang mengharuskan orang-orang kota datang hanya untuk menikmati roti di N’ Bakery sembari melakukan healing dengan menginap di desa Edensor. Hal itu patut di syukuri yang membuat desa mereka menjadi sedikit lebih terkenal dan memiliki banyak pasukan akibat banyaknya wisatawan yang datang untuk menikmai keindahan di desa tersebut. Rumah-rumah tua dan beberapa tempat penginapan yang dulunya kosong melompong akhirnya bisa terurus dan kembari beroprasi. Walaupun yang datang hanya beberapa orang saja, akan tetapi semanga, tata karma dan pelayanan yang baik tetap di berikan bagi mereka yang berkunjung ke sana. Masih seperti biasa, Lynelle dengan setia membantu tuan Ethan dan nyonya Alda di toko juga di bantu oleh beberapa karyawan baru dan juga Noah.. ya, akhirnya Noah kembali setelah 3 tahun lamanya ia berusaha untuk menyelesaikan study-nya. “Wah, sangat ramai hahah