Share

Chapter 6

Author: ann peonysue
last update Last Updated: 2021-09-18 23:56:58

Waktu masih menunjukkan pukul 6 lewat seperempat namun Matthew sudah siap dari 20 menit yang lalu dengan kemeja navy dan celana kain hitam yang melekat sempurna di tubuh proposionalnya. Tak lupa dengan dasi bergaris yang berwarna sepadan dengan kemejanya yang sedari tadi ia pastikan melekat sempurna di antar kerah kemejanya.

Sama halnya dengan pantofel hitam yang ia kenakan, di pastikan untuk tetap mengkilat di bawah sana.

Acara kelulusannya akan di mulai setengah delapan namun ia telalu cepat mempersiapkan diri.

Bahkan cermin panjang yang bersandar di samping tempat tidurnya sudah bosan melihatnya menampakkan pantulan dirinya untuk ke sekian kalinya. Yang benar saja. Ia terlalu antusias sampai-sampai ujung jemarinya seperti habis didiamkan dalam lemari pendingin cukup lama.

Dan jangan lupakan, ia juga berulang kali merapalkan kembali sebuah pidato singkat yang sebenarnya sudah ia ulang-ulangi dari sehari sebelumnya. Sangat luar biasa persiapannya bukan?

Sempurna

Untuk kesekian kalianya juga, ia mengcapkan kata itu.

Ia lalu berjalan menuju dapur kecil miliknya, mengambil selembar roti dan melumurinya dengan selai coklat disana. Setidaknya ia harus memberi sedikit asupan sebelum berangkat, sangat tak lucu jika ia pingsan akibat gugup yang berlebihan dan perut yang dalam keadaan kosong.

Ddrrtt. Ddrrtt..

Dering ponsel gengamnya yang ia letakkan di meja makannya, membuatnya beralih aktivitas sejenak. Nama kontak yang bertuliskan 'Ayah' terlihat di sana. Ia sedikit berdeham sejenak lalu mengangkat panggilan tersebut.

“Halo, ayah.”

Matt, sudah berangkat?” suara pria berusia hampir 50 tahun itu terdengar di ujung sana.

“Belum, aku baru saja menyelesaikan sarapanku.” Ucap Matthew sembari mengambil menyeruput kopi instan yang ia buat.

Matthew melirik arlojinya. Sudah pukul setengah tujuh, berbeda 8 jam dengan Korea yang berarti di sana pukul 2 siang.

Matt, maafkan ayah dan ibu yang tak bisa datang di hari kelulusanmu.”

Matthew yang tengah meneguk hot cappuccino-nya itu tersenyum tipis, “Iya ayah, aku paham, sudah ku katakan tidak apa-apa”

Di hari yang seharusnya di rayakan bersama keluarga dan orang tersayang harus Matthew lewatkan seorang diri. Bukan, bukan karena orangtua mereka lebih memilih menghabiskan waktu untuk mengurus pekerjaan mereka layaknya dalam cerita novel dan sejenisnya. Hanya saja kondisi sang ayah yang mendadak menurun menyebabkan kedua orangtuanya tak mungkin untuk memaksakan diri kesana.

Siapa yang tak ingin datang di hari yang begitu menggembirakan ini. Melihat anak semata wayang mereka yang sukses dalam dunia pendidikan, apalagi jika lulus dengan predikat lulusan terbaik? Luas biasa bukan. Momen yang harus di abadikan.

Tapi kuasa berkata lain, ya harus apa.

Itu tak membuat Matthew kecil hati. Sudah di katakan bukan jika Matthew anak yang tak banyak tingkah. Tentu saja ia tak bersedih hanya karena hal ini. Menurutnya masih banyak moment luar biasa yang bisa di hadiri orangtua mereka selain kelulusannya. Seperti pernikahannya mungkin?

Cukup lama Matthew bertukar kabar dan cerita kepada ayah dan ibunya juga disana. 30 menit lagi acara akan mulai dan Matthew siap untuk berangkat.

(.)

Halaman utama kampus terlihat begitu ramai. Rasanya seperti mengingat masa lalu saat mereka memasuki tahun pertama di kampus tersebut. Namun nuasa kali ini tentunya berbeda. Tak hanya Matthew rupanya. Sebagian besar dari mereka di sana merasakan degupan jantung yang luar biasa.

Akhirnya, setelah berupaya berjuang selama beberapa tahun, akhirnya mereka bisa menyelesaikan satu dari sekian banyak impian mereka. Benar-benar mengharukan.

Matthew sedari tadi melihat ke segala penjuru arah, mencari-cari letak di mana teman-teman fakultasnya berkumpul. Ia kembali terlihat seperti bocah, kali ini bocah yang hilang di tengah kerumunan banyak orang.

“Tuan Muda Flint!” teriak suara bass dari bagian agak ujung sana. terlihat Carl yang tengah melambaikan topinya bersama dnegan Benneth yang ia rangkul di sampingnya. Dengan cepat Matthew sedikit berlari menghampiri mereka.

“Hah, sudah ku katakan jangan panggil aku seperti itu.” Keluh Matthew.

“Hey tenang lah, kau masih saja emosian.” Ucap Carl

“Hey Matt, sudah menyiapkan pidato sebagai lulusan terbaik nantinya?” kini giliran Benneth yang menggoda Matthew. Sungguh mereka berdua seperti tak ada kerjaan lain selain menggoda Matthew.

“Ohya, kau bertemu dengan Fleur?” tanya Benneth.

Tiba-tiba, ada apa?

Sudah lebih dari setengah tahun Matthew tak mendengar nama gadis yang pernah mengisi hatinya itu, begitupun juga dengan kabarnya, Matthew sama sekali tak tahu. Bukan Matthew tak ingin tahu, awal-awal mereka putus  Matthew mencoba mencari kabar tentang Fleur namun hasilnya nihil. Ia bahkan mendatangi kampus Fleur namun tak berbuah hasil juga. Lambat laun, seiring berjalannya waktu Matthew nampak biasa saja. Seperti sekarang, saat Benneth menyebut nama itu, Matthew terlihat tak berekspresi. Sepertnya dia berhasil move on dari Fleur.

“Tidak, aku tak bertemu dengannya.” Balas Matthew cuek.

“Memangnya ada apa?” tanya Carl.

“Awalnya kupikir aku salah lihat. Ketika hendak memasuki area fakultas aku berpapasan dengannya yang tengah berjalan sendirian. Namun, Nick menghampiriku dan bertanya soalmu, katanya Fleur datang mencarimu.”

Aneh, pikir Matthew.

“Ada apa wanita ular itu?” ucap Carl sarkas.

Mendengar itu langsung saja Benneth memberikan tinju kecil di perut Carl yang membuatnya kesakitan dan terlihat begitu dramatis padahal  Benneth tak memukulnya dengan keras.

Tak ingin ambil pusing soal Fleur, Matthew memisahkan Carl dan Benneth yang terlibat pergulatan kecil dan menggiring mereka untuk duduk di kursi yang di sediakan.

(.)

Gadis itu mengambil sepuntung rokok di dalam laci meja yang berada tepat di belakangnya. Ia menjepit rokok tersebut di antara kedua bibirnya dan membakar ujungnya dengan korek api. Kepulan asap tebal ia hembuskan dari mulutnya, berharap hal itu bisa meredahkan sedikit stress yang di alaminya.

Kurang ajar.

Ada ribuan sumpah serapah yang ia lontarkan hari ini. Bukan hanya untuk seseorang namun juga untuk dirinya sendiri. Berulang kali ia memukul kepalanya sendiri sebagai bentuk hukuman untuk dirinya, juga agar otak nya kembali berfungsi dengan baik.

Kacau.

Lantas apa yang bisa ia lakukan saat ini? Semuanya terlalu terlambat untuk di benarkan.

Ia melirik satu pesan dari seseorang disana.

Dia lagi, gerutuhnya dalam hati.

Ia mengambil ponsel genggamnya dan menghapus semua notifikasi di sana. Akan tetapi, ia masih menatap layar ponselnya itu, lebih tepatnya pada wallpaper ponselnya yang menampakkan foto dirinya bersama seseorang.

Oh, harusnya ia bisa sedikit lebih dewasa dan tak mementingkan ego. Ia pernah mendapatkan segalanya, bahkan yang tak mampu ia beli dan butuh berbulan-bulan untuk mendapatkannya, namun dengan mudah ia dapatkan ketika bersama pria itu.

Ia kembali mengutuk dirinya lagi.

“Maafkan aku, tapi..”

“Kau harus kembali denganku”

(.)

“Kau sungguh tak ikut minum dengan kami?” ucap Carl.

Acara kali ini berjalan dengan lancer dan begitu menyenangkan. Matthew pun dapat memberikan pidato singkatnya dengan begitu tenang dan berhasil menghipnotis para hadirin yang ada di sana menjadi focus kepadanya. Luar biasa pesona Matthew.

Carl, Benneth dan beberapa temannya yang lain mengajaknya unutk menghabiskan waktu bersama semalaman di guesthouse milik salah satu dari temannya, namun hal itu di tolak oleh Matthew.

Ia berencana untuk terbang ke Negara tempat dimana ia lahir besok pagi buta, makanya malam ini ia gunakan untuk beristirahat sebelum berangkat.

“Tentu, bersenang-senanglah!”

“Yasudah, aku akan menyusulmu dan Benneth di sana.” ucap Carl lalu mengucapkan salam perpisahan kepada Matthew, begitu juga Benneth dan teman-temannya yang lain.

(.)

Matthew baru saja selesai mandi usai berkutat dengan barang-barang bawaannya. Sebenarnya tak banyak, hanya Matthew saja yang terlalu repot. Ia memasukkan beberapa pakaian, lalu mengeluarkannya lagi, menukar beberapa pakaian di sana, lalu memasukkan barang-barang yang tak penting tapi menurutnya penting—seperti sepatu— bukan apa, ia memiliki banyak sepatu juga di sana. Ia bahkan memasukkan setelan jas yang—, hey untuk apa?

Ting tong~

Suara bel apartemenya membuatnya bergerak cepat untuk membuka pintu. Terlihat seorang delivery driver dengan sekotak pizza medium di tangannya. Usai mengucapkan terima kasih, ia bergegas untuk menyantap pizza-nya bersama dengan cola sembari menonton film action di laptopnya.

Usai menyelesaikan makan malam dan film actionnya, Matthew bersiap-siap untuk beristirahat lebih cepat malam ini. Tiba-tiba ponsel gengamnya berbunyi, ada pesan masuk di sana dan beberapa panggilan tidak terjawab dari Fleur.

Matthew menaikkan sebelah alisnya bingung. Ada apa gerangan? Setelah sekian lama hilang bak di telan bumi Fleur kembali menghubunginya. Ia lalu beralih ke pesan yang masuk barusan. Lagi-lagi dari Fleur

From : Fleur

Matt, bisakah kita bertemu?

Aku perlu menjelaskan sesuatu,

Ku tunggu besok pagi di Restaurant Spagetthi

kesukaanmu..

Baiklah, ini mencurigan dan entah sejak kapan, tapi Matthew merasa asing. Menjelaskan apa? Soal dia yang tertangkap basah dan dengan sadarnya memeluk pria lain di hadapannya?  Padahal baru sehari setelah dia memutuskan Matthew secara sepihak. Jika memang tentang itu, Matthew rasa tak perlu ada penjelasan. Karena matthew sudah merasa tak butuh lagi. Dan jika bukan karena hal itu tetap juga ia tak bisa menemui gadis itu. Ia harus berangkat pukul 6 pagi dari apartemennya.

Reply to : Fleur

Sepertinya tak bisa Fleur,

Maaf

Kau bisa mengirmiku pesan singkat

Akan aku balas, tentunya.

Tanpa ragu, Matthew langusng menekan tombol kirim lalu kembali menyimpan ponsel genggamnya di atas nakas.

Sejujrnya Matthew bertanya-tanya, ada apa dengan Fleur? Pertama, ia datang ke kampusnya pagi ini dan mencarinya, lalu kedua, ia menelponnya dan mengirimkan pesan singkat yang mengatakan ingin bertemu dan ingin menjelaskan sesuatu.

Matthew paham, Fleur bukan tipikal yang suka repot-repot menjelaskan sesuatu yang menurutnya tak begitu penting. Matthew mencoba mengingat-ingat kembali, namun ia rasa semuanya tak ada yang perlu di jelaskan lagi. Ini sudah lewat setengah tahun, jadi untuk apa mengungkit hal yang sudah berlalu begitu lama? Mengenang luka hanya membuat kita menjadi pribadi yang tanpa sadar terkurung dalam satu keadaan yang sama setiap saatnya.

Hah, baiklah, Matthew mencoba mengalihkan pikirannya.

Bukan urusanku.

Bukan urusannya, tentu. Ia memposisikan dirinya dan memejamkan matanya, secara perlaham, tenggelam ke alam mimpinya.

ann peonysue

haloo, selamat malam. Maaf hari ini sedikit lama update :(( entahlah, keadan hari ini tak mendukung. Aku tak akan menuliskan pesan panjang untuk hari ini xixiix. Terima kasih telah setia menunggu kelanjutan cerita ini.. Selamat beristirahat semuaa...

| Like
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PRISONER of HEAVEN   Epilog

    2 tahun kemudian...Rutinitas Lynelle kembali bertambah setelah menjadi istri dari seorang dokter dan pembisnis ternama, Matthew Flint, membuat dirinya sedikit lebih repot dari biasanya. Jam kecil di atas nakas masih menunjukkan pukul 5 pagi namun Lynelle harus memaksakan dirinya untuk bangun dan mulai menyibukkan dirinya.Dimulai dengan membereskan rumah, mencuci piring dan pakaian. Begitu jam menunjukkan pukul 6 pagi, Lynelle kembali ke kamar dan membangunkan Matthew untuk bersiap-siap berangkat kerja. Begitu Matthew sudah terbangun, Lynelle kembali menuju dapur untuk menyiapkan sarapan.Bertepatan saat sarapan sudah selesai, Matthew sudah siap dengan pakaian formalnya dan kembali sibuk dengan ponselnya untuk melihat jadwal hari ini.“Kau akan pulang malam lagi?” tanya Lynelle,“Heum”Heum?Lynelle melihat ke arah Matthew yang masih sibuk dengan ponselnya. “Aku harus menunggumu atau tida

  • PRISONER of HEAVEN   Ending ; Chapter 63

    Disinilah Lynelle yang duduk berhadapan dengan Belva yang tengah meneguk cola-nya dengan begitu anggun sedang Matthew tengah memesan makanan untuk dirinya dan Lynelle. Lynelle berusaha mengedalikan ekspresinya namun tak bisa di pungkiri jika sampai detik ini ia masih merasa kesal dengan kehadiran Belva.Cih, perjalanan yang memakan waktu cukup lama apanya? ini tak sampai 30 enit dari apartementku dan lagi, KENAPA HARUS ADA WANITA INI?! Seperti itulah jeritan isi hati Lynelle yang tak bisa ia suarakan.Belva yang tahu jika Lynelle akan memberinya tatapan tajam, bersikap enteng dan tetap memberikan senyum manisnya sekalipun Lynelle tetap tak merubah ekspresinya.“Kenapa kau ada disini?” ucap Lynelle pada akhirnya. Ia sudah tak bisa menahannya dan kalimat itu sudah berada di ujung lidahnya jadi seklaian saja ia keluarkan.Alih-alih langsung menjawab, Belva terlebih dahulu memakan kentang gorengnya dan menyuap 1 gigitan besar burger kedal

  • PRISONER of HEAVEN   Chapter 62

    Kedua insan itu saling menyalurkan kehangatan melalui dekapan erat mereka dan selimut tebal menutupi tubuh polos mereka tanpa sehelai benang pun. Lynelle mengelus pelan rambut hitam legam milik Matthew yang sudah mulai memanjang. Lynelle terkekeh begitu Matthew mengendus pada dadanya untuk mencari kehangatan.“Kau tidak akan bangun?” tanya Lynelle. Matthew hanya memberikan gumaman tidak sejelas lalu mengeratkan pelukannya.“Matthew, bolehkah aku bertanya?”Tak mendapatkan jawaban apapun dari Matthew, Lynelle kembali melanjutkan pertanyaannya. “Kemarin, saat makan siang dengan ibumu, beliau sempat berkata bahwa dia bukan ibu kandungmu” Lynelle menjilat bibirnya yang kering sembari memainkan rambut Matthew. Matthew sendiri pun masih tak berkomentar apapun membuatnya kembali berbicara, “Boleh aku tahu apa yang terjadi?”“Aku sepertinya belum tahu banyak tentangmu, jadi—““Mau ku cei

  • PRISONER of HEAVEN   Chapter 61

    Matt_ofLy, dimana?myloveLYsedang di belakang panggungnanti kuhubungi lagi“Wah, sepertinya acara peluncurannya sangat ramai sampai-sampai dia sesibuk itu” ucap Matthew sembari menatap ponselnya dengan chat terakhir dari Lynelle di sana.Ia lalu beralih ke menu kontak dan tanpa ragu mencoba menghubungi seseorang disana.“’Allo”“Halo bu, apakah acaranya sudah mulai?”“Eum sebentar lagi, ibu sedang menuju kesana. Ada apa sayangku?”Matthew mengulum senyumnya sebentar. Tiba-tiba saja ia merasa malu tanpa sebab padahal ia sudah membicaraka soal ini dengan Dwyne jauh-jauh hari.“Bu, ingatkan..”“Ahahaha, tentu saja. Kau seantusias itu?”Matthew mengangguk walaupun ia tahu Dwyne tak bisa melihat gerakannya, “Tentu saja. Ini hal yan

  • PRISONER of HEAVEN   Chapter 60

    Waktu sudah menunjukkan pukul 12.00 tengah malam dan Belva baru saja selesai dengan semua pekerjaanya. Rumah sakit sudah sepi pada jam seperti ini tentunya namun sebuah langkah sepatu membuat Belva membeku sejenak menatap pintu ruangannya yang tak tertutup menanti dengan was-was siapa yang berkeliaran di area ruangannya pada jam seperti ini.“Wajahmu tegang sekali” ucap seseorang yang berada di ambang pintu sana membuat Belva menghela napasnya yang sedari tadi ia tahan dengan lega.Jujur saja ia sedikit ketakutan karena banyak cerita-cerita mistis yang beredar akhir-akhir ini membuat bulu kuduknya merinding walaupun ia bisa terbilang sering pulang larut.“Ku pikir siapa, ternyata kau” balas Belva sembari sibuk membereskan barang-barangnya lalu menghampiri pria tersebut yang masih beridiri di posisi yang sama.“Kenapa kau masih ke sini?”“Kau bilang akan pulang lebih telat”“Kau benar-benar me

  • PRISONER of HEAVEN   Chapter 59

    “Ck!”Decihan itu terdengar untuk kesekian kalinya membuat Lynelle akhirnya menyerah dan menatap malas ke arah pria yang sudah menginjak usia kepala 3 di hadapannya. Menampilkan ekpresi cemberut sejak kemarin membuat Lynelle bertanya-tanya apakah pria itu tak lelah memasang ekpresi seperti itu?Bayangkan saja bagaimana lelahnya mengerucutkan bibir selama 2 hari berturut-turut.“Hah!”Lagi, pria itu membuat suara-suara yang di sengaja agar membuat Lynelle peka dan atensi Lynelle tertuju padanya.“Kau tak lelah seperti itu?”“Tak tahu”Jangan lupa dengan balasan yang sama selama 2 hari setiap di ajak berkomunikasi. Lynelle memijat pelipisnya, kelakuan Matthew benar-benar membuatnya pening sejak kejadian dimana ia menggunakan ponsel Carl untuk berkomunikasi sejenak dengan sahabat-sahabatnya sekedar saling berkenalan dan berujung Lynelle mendapat banyak gombalan membuat Matthew merajuk b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status