Share

TAK SEPERTI BIASANYA

Tanpa banyak kata, Jordie langsung menerobos masuk ke dalam kamar mandi. Dia melihat Hakim jatuh terduduk menghadap ke arah rak kamar mandi yang digantung rapi di dinding.

“Kenapa, Kim?” Jordie mendekat. Dia membantu Hakim yang hanya mengenakan handuk dan kaos hitam.

“I-itu, Die. Tadi jatuh dari rak,” Hakim menunjuk ke arah rambut warna hitam yang ada di lantai. Suara Hakim gemetaran karena takut.

Jordie mendekati rambut warna hitam itu. Dia mengambilnya tanpa ragu untuk mengecek. “Ini itu wig, Kim,” ucap Jordie. Lantas, dia terkekeh jenaka. “Heh, ada-ada aja sih. Masa’ takut sama wig hitam. Bocil lu!”

“Bukan gitu, Die. Tadi tuh benda itu jatuh pas aku buka rak buat cari alat cukur,” terang Hakim. “Emangnya kamu nggak bakal kaget kalau lihat kayak gitu?”

“Nggak seheboh kamu kali,” balas Jordie. “Halah, kamu itu penakut banget. Nggak hantu di sini. Nggak usah paranoid. Nanti susah tidur kamu.”

Hakim berdecak kesal. Dia tetap merasa seram dengan apartemen yang penghuninya sudah meninggal itu.

“Die, kita harus cari dukun deh,” tutur Hakim. Dia membuka lemari dan menggunakan celana selutut yang ada di lemari.

“Dukun apaan? Kamu aja pakai pakaian orang mati,” ucap Jordie. Dia mengomentari penampilan Hakim yang dibalut oleh baju rumahan milik Reynold.

“Ya kan katanya nggak pernah dipakai. Jadi ya nggak apa-apa kan dipakai. Biar nggak mubadzir,” Hakim mencoba membela diri. Dia mengusap rambut basahnya dengan handuk.

“Banyak pembelaan kamu,” Jordie mengambil pakaian di dalam lemari dan melangkah masuk ke kamar mandi.

“Die, buka pintu kamar mandi aja,” teriak Hakim.

“Gile! Mau ngintip? Ogah!” tolak Jordie mentah-mentah.

“Aku takut.”

“Masa bodoh,” Jordie buru-buru menutup pintu dan menguncinya rapat. Lantas, dia segera mandi agar bisa cepat tidur.

Keesokan harinya, Jordie menemani Hakim kembali ke tempat geprekan ayam. Mereka pergi saat pukul 4 pagi. Ketika jalanan masih tidak terlalu ramai.

Di sana, mereka kerja bakti menata rumah yang disewa Hakim untuk usaha geprek. Semua barang-barang yang belum dirapikan mereka cuci.

Jordie membuang sampah di tong depan rumah geprekan. Dia menyapu halaman hingga bersih. Lantas, dia kembali menghampiri Hakim yang sudah selesai membuat sarapan mereka di dapur.

“Sarapan sekalian deh. Laper, kan?” Hakim menata meja. Ada ayam goreng krispi digeprek dengan sambal tomat. Dua gelas kosong dan satu teko jeruk dingin.

“Mantap,” Jordie duduk dan segera mengambil sepiring nasi dari magic com. Dia makan menikmati masakan Hakim.

“Die, kayaknya aku harus rekrut lebih banyak orang deh,” tutur Hakim memberitahu Jordie. “Kamu tahu kan. Aku bakal terus di sampingmu buat bantu kamu. Siapa tahu kamu lupa identitasmu.”

Jordie mengangguk. Dia paham usulan Hakim. “Aku nggak keberatan. Kan udah kubilang kalau aku bakal investasi di sini juga. Lakuin aja, Kim. Kalau terkenal, langsung bikin cabang di Bandung. Biar tahun depan, aku juga bisa rintis usaha di sana buat hidupin Aster,” terang Jordie.

“Yakin masih mau usaha geprekan?” timpal Hakim memastikan.

“Kan aku cuma satu tahun nyamar jadi Reynold. Habis itu aku mau beli rumah mungil buat tinggal sama Aster. Moga aja ya Aster suka. Soalnya rumah lamaku kan disita pemerintah gara-gara kasus korupsi Papaku,” kenang Jordie. Wajahnya tampak sedih membayangkan masa lalunya yang benar-benar suram.

“Nggak usah diingat-ingat. Kamu udah cerita soal itu ratusan kali ke aku,” tutur Hakim sungkan. Dia tak suka suasana yang terlalu melodrama seperti ini. “Lagipula, orang tua Aster kan emang udah mau angkat kamu jadi anak. Buktinya kamu dibiayain sampai segede gini dan mereka nggak pernah minta sepeser pun uang darimu, kan?”

Kepala Jordie mengangguk. “Gara-gara itu sebenarnya. Aku beneran sungkan kalau aku tak mampu membahagiakan Aster,” ujar Jordie. Dia menghela napas resah. “Makanya, semua kesempatan bakal aku coba deh. Yang untungnya paling banyak, ya itu yang bakal aku lakuin.”

“Tetep jadi artis?” kekeh Hakim. “Duitnya gede lho. Mukamu juga sudah terverifikasi tampan dan populer. Kan nggak semua orang tampan punya bakat jadi orang populer.”

“Nggak ah. Aku mau kerjaan yang lebih nyata,” Jordie menerawang. “Kalau bisa sih, aku pengen balik jadi pilot lagi. Soalnya Aster suka profesi pilot. Aku pengen jadi kebanggaan Aster.”

“Dih, nunggu perusahaan penerbangan stabil dulu,” tandas Hakim. “Kalau aku sih bakal tetep jadi artis, Die. Awalnya bikin konten promosi geprekan di Bandung. Terus sama-samain mukamu kayak Reynold. Paling nih abis itu kamu diundang ke TV. Jadi laris deh.”

“Halu banget sih otakmu, Kim,” tawa Jordie mencelos keluar. “Mending buruan bikin bikin pengumuman cari pegawai aja.”

“Nah, itu, Die,” ucap Hakim. “Boleh nggak kamu ikut ngiklanin? Bilang gitu ini usahamu sebagai seorang Reynold. Biar makin ramai.”

“Eh, nggak boleh deh, Kim. Nanti Pak Michael marah,” terang Jordie. Dia cemas jika Michael akan mencabut kontrak karena dia terlalu banyak keinginan tak perlu. “Kalau mau, kamu aja yang bilang. Kalau oke, beneran aku bantu.”

Hakim menghela napas resah. “Nggak bisa deh. Kayaknya nggak mungkin disetujuin,” tutur Hakim resah.

“Ya udah sih, Kim. Mending nih kalau aku udah ada nama, aku makan siang di tempatmu. Lebih natural nggak sih?” ucap Jordie memberikan ide.

“Ah, bener juga. Oke deh,” Hakim mengangguk setuju.

Mereka pun segera menyelesaikan sarapan. Lantas, mereka membersihkan sisa cucian piring kotor dan pulang.

Jordie terkaget melihat Michael sudah di apartemen. Tampak Michael bersama dengan dua orang perempuan dengan dandanan menor.

“Pak Michael,” sapa Jordie canggung. Dia merasa tak enak karena melanggar perintah dari manajernya itu.

“Sini duduk,” panggil Michael. “Mereka ini pelatih vokalmu, Reynold.”

Jordie duduk bersama dengan Hakim. Dia meantap Michael yang memanggilnya “Reynold”. Artinya sekarang dia harus berperan sebagai Reynold.

“Pelatih vokal?” timpal Jordie.

“Ah, Reynold. Karena terlalu banyak liburan ya? Kamu jadi lupa aku,” sapa seorang perempuan berambut merah muda. “Aku Setya.”

“Aku Dewi,” imbuh gadis satunya dengan rambut warna pirang.

Keduanya sama-sama cantik. Namun, terkesan seksi dengan pakaian yang serba ketat. Hati Jordie jadi berdegup tak tenang. Dia takut jika Reynold punya skandal dengan salah satu di antara mereka. Mengingat tingkah laku Reynold tak bagus.

Sementara itu, Hakim sudah menatap kedua perempuan itu dengan pandangan kagum. Karena Hakim masih jomlo, dia senang saja melihat penampakan perempuan-perempuan cantik. tak jarang, dulu dia suka menggoda para pramugari saat masih menjadi pilot.

“Sekarang kan sudah selesai cutinya. Reynold, kamu harus mulai latihan vokal dan instrumen alat musik ya?” tutur Michael. “Latihan dilakukan dari pagi pukul delapan sampai malam pukul sembilan.”

“Lama amat,” celetuk Hakim. Dia tak mengira jika latihan menjadi seorang superstar sangatlah sulit.

“Sebentar lagi Reynold akan mengeluarkan album berikutnya. Dia harus latihan lebih intensif,” tutur Michael memberikan penjelasan. “Hakim, nanti kamu siapkan apapun yang dibutuhkan Reynold ya?”

“Oh, iya, Pak. Siap,” sahut Hakim dengan tegas.

Michael menoleh ke Jordie. Dia mengeluarkan dua buah dokumen dari tas ranselnya dan mengangsurkannya pada Jordie.

“Ini file warna biru isinya latihan untuk album terbarumu,” terang Michael. “Ini adalah naskah drama delapan episode yang harus kamu bintangi.”

“Drama?” Jordie menerimanya dengan wajah kaget.

“Iya. Nanti bakal ada pelatih akting untukmu. Tapi, dia bakal datang weekend ini ke sini. Kamu sementara ini fokus latihan untuk album terbarumu saja,” jelas Michael.

Jordie mengangguk. Tumpukan pekerjaan sudah datang di hadapannya. Mau tak mau, dia harus bisa mengatasi semua tantangan ini meskipun dia tak tahu apakah dia bisa melalui semuanya dengan mudah.

Jordie pun bergegas bersiap. Dia mandi dan ganti baju. Baru kemudian, dia ke ruang latihan vokal.

Sejujurnya Jordie adalah orang yang buta nada. Dia suka musik tapi tidak spesifik. Hanya sekadar suka mendengarkan di kala menyetir atau sedang capek. Makanya, dia tak terlalu paham tentang penyanyi terkenal atau artis baru yang digandrungi para pemuda.

Karena itulah, saat Jordie latihan menyanyi selama satu jam di bawah bimbingan Setya dan Dewi, dia hanya bisa membuat keduanya mengusap dada dan memijat kening. Dua perempuan seksi dan berdandan menor itu menatap heran Jordie.

“Rey, biasanya kamu nggak seburuk ini deh,” ucap Setya.

“Apa kamu sengaja seperti ini untuk menggoda kami?” imbuh Dewi dengan pandangan curiga. “Ini tidak lucu lho. Kami suka kamu bekerja dengan keras dan menawan seperti biasanya.”

Jordie jadi grogi. Dia tidak ada maksud apapun. Dia memang tak paham tentang cara bernyanyi.

Hakim menyadari kekurangan Jordie. Dia mendekati Dewi dan Setya. “Di antara kalian yang khusus vokal siapa?” tanya Hakim.

“Aku,” jawab Dewi. “Ada apa?”

“Reynold sedang batuk. Dia tak enak badan sebenarnya karena liburan. Makanya tidak fokus,” terang Hakim. “Apa kamu bisa mengajari yang dasar-dasar saja? Sama memberikan contoh vokal dari dekat?”

“Oh, begitu,” ucap Dewi. “Bilang dong kalau sakit. Kita bisa latihan santai dan mempelajari dari dasar.”

Dewi mengulas senyuman simpul. Dia bangun dari duduknya dan masuk ke dalam ruangan rekaman.

Di sana, Dewi duduk di sisi Jordie. Dia mengajari Jordie dari bagian paling dasar.

Hakim duduk di sisi Setya. Dia menemani Setya mengobrol dan mengomentari performa Jordie.

Tak berapa lama, makan siang pun tiba. Hakim memasakkan mereka nasi kare daging dan jus. Ada juga potongan buah segar dan rujak.

“Wah, seleramu jadi sedikit berubah ya, Reynold,” komentar Setya.

“Sebenarnya banyak perubahan dari diri Reynold kurasa,” timpal Dewi sambil menikmati kare dagingnya.

“A-apa yang berubah?” timpal Jordie cemas. Dia takut jika dirinya ketahuan di hari pertama berinteraksi dengan orang-orang. Ditambah lagi, Michael tidak ada di apartemen akrena tadi buru-buru pamit untuk meeting dengan klien yang ingin mengendorse Reynold.

“Kamu jadi gampang kikuk,” kekeh Dewi.

Sedari tadi Dewi berusaha merayu Jordie dengan skinship. Sebenarnya sesekali Reynold pernah berciuman atau tidur bersama Dewi usai latihan vokal.

Tentu saja Dewi tak menolaknya. Reynold tampan, perkasa, dan pandai bercinta di atas ranjang. Setidaknya meski tak berstatus sebagai kekasih, Dewi tetap mendapatkan kenikmatan dari tubuh Reynold.

Namun, kali ini Dewi heran karena Reynold yang ada di hadapannya tidak bersikap menggoda atau menanggapi kodenya.

“Mungkin efek kamu sakit kali ya,” pungkas Dewi menyimpulkan. Lagi-lagi dia mengedipkan mata kirinya pada Jordie.

Tentu saja Jordie merinding mendapatkan godaan seperti itu dari Dewi. Dia tak suka perempuan seperti Dewi. Terlalu berani dalam bayangan Jordie.

Jordie menundukkan pandangan. Dia mengambil makanan dan mengunyahnya. Tak mau lagi menanggapi Dewi. Mengingat dia sudah memiliki Aster sebagai pendamping hatinya.

Saat makan siang selesai, Jordie menggantikan Hakim mencuci piring. Tentu saja Hakim mau-mau saja. Apalagi, dia sedang terlibat percakapan seru dengan Setya.

Jordie pun membawa semua alat makan kotor ke dapur. Dia menyalakan kran dan mulai mencucinya.

Dari belakang, seseorang memeluk Jordie. Tubuh Jordie langsung berjingkat kaget karena dia bisa merasakan ada benda empuk dan kenyal menempel di punggungnya.

Saat menoleh, Jordie kaget karena Dewi sudah memeluknya. Dia menelan ludahnya. Tampak Dewi tersenyum menggoda Jordie.

“Rey, mau ke kamarmu bentar nggak?” Dewi menciumi leher Jordie. “Quickie yuk?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status