Share

MERUWAT DIRI

Jordie merinding demam secara mendadak gara-gara ulah Dewi. Dia langsung mendorong Dewi menjauh dari dirinya. Suara batuk-batuk terdengar dari mulutnya.

“Aku sedang tidak enak badan. Tolong jangan ganggu aku,” tolak Jordie tegas dan dingin. Tangannya bergerak mematikan kran air.

“Eh, tapi—“

Jordie tak memedulikan reaksi Dewi. Dia mendorong Dewi keluar dari dapur. Lantas, dia berlari melesat ke dalam kamar dan menutupnya.

“Rey! Reynold!” teriak Dewi kencang.

Perempuan itu tetap melangkah mengejar Jordie. Bahkan, dia tak peduli jika ada Hakim dan Setya di apartemen itu. Tangan Dewi tetap mengetuk-ngetuk pintu kamar Jordie dengan niatan membukanya.

Hakim dan Setya yang berada di ruang tengah terkaget mendengarkan teriakan Dewi. Buru-buru mereka berlari ke arah Dewi berada. Mereka tercengang melihat Dewi tampak berusaha keras masuk ke dalam kamar Jordie.

Hakim berlari menghampiri Dewi. Dia menarik Dewi dan membentaknya. “Kamu kenapa melakukan tindakan yang merusak properti seperti ini?” amuk Hakim. Dia menatap tajam Dewi.

Dewi mendengkus. Dia melipat kedua tangannya di depan dada. Pandangannya menatap arogan kesal ke arah Hakim.

“Aku hanya ingin bicara dengan Reynold,” ucap Dewi. Dia menyibakkan rambutnya ke belakang.

“Kalian bertengkar?” tebak Hakim. Kali ini nada bicara Hakim lebih tenang. “Aku manajer Reynold di sini. Kalian memang pelatih vokal dan musik Reynold. Tapi, aku akan menindak tegas kalian jika kalian melakukan sesuatu yang buruk pada Reynold. Mengerti?”

“Ah, sepertinya kita harus sudahi topik ini,” potong Setya. Dia tersenyum canggung ke arah Hakim. “Maaf ya karena kami sudah membuat keributan di sini. Tolong jangan putus hubungan kerjasama ini. Kami akan berusaha bekerja lebih baik lagi dari yang sekarang.”

Tangan Setya menarik sedikit kasar tangan Dewi. “Ayo, Dew. Kita balik aja. Rey kayaknya butuh waktu buat istirahat,” tutur Setya. Dia buru-buru menarik Dewi dan mengambil barang-barang yang ada di ruang latihan.

Hakim mengekori dua perempuan bertubuh seksi dan berpakaian minim itu. Memang sesaat Hakim sedikit tertarik dengan mereka. Namun, melihat perwatakan dua perempuan itu, Hakim mulai berpikir untuk menjaga jarak.

“Kalian ke sini lagi besok saja,” ucap Hakim saat berada di depan apartemen. “Reynold memang sedang butuh waktu istirahat. Dia lelah secara psikis karena pekerjaan yang overload. Seharusnya kalian bisa membuat Reynold lebih nyaman saat berlatih.”

“Iya, aku paham soal itu kok,” ujar Setya dengan senyuman manisnya. Jemari lentiknya mencolek manja lengan Hakim. “Jangan marah ya? Kita kan sudah kontrak kerjasama cukup lama. Kami janji akan memperbaiki semua ini dengan baik.”

“Ya, ini tergantung dari kinerja kalian kok,” tutur Hakim menggantung. Setidaknya dia harus jual mahal sebagai manajer demi menjaga wibawa. “Aku akan terus memantau pelatihan dari kalian selama satu minggu ini. Jika kalian tidak bisa bekerja dengan baik, secara otomatis, aku akan mengajukan komplain ke Pak Michael.”

Hakim menyunggingkan senyuman mengancam. “Kalian tahu kan ada banyak pelatih musik yang lebih profesional dibanding kalian. Kami tidak terlalu peduli dengan harga karena Reynold memiliki budget besar untuk ini.”

“Ah, iya, iya. Maafkan kami. Kami sungguh-sungguh minta maaf,” Setya menunduk beberapa kali. Dia juga mengajak Dewi ikut menunduk di hadapan Hakim.

Hakim mengangguk-angguk dengan senyuman bahagia. Setidaknya dia bisa melindungi Jordie dari orang-orang yang berpotensi untuk mencelakai Jordie.

“Pulanglah sana,” Hakim menutup pintu apartemen.

Dia melangkah menghampiri kamar Jordie dan mengetuk pintu kamar. “Die! Ini aku! Hakim!” teriak Hakim dari luar. “Aku sudah usir mereka. Semuanya aman.”

Tak berapa lama pintu kamar terbuka. Jordie menatap muram Hakim.

“Kehidupan ini nggak cocok untukku,” ujar Jordie seraya melangkah lesu ke mini sofa yang ada di kamar itu.

Hakim ikut masuk ke dalam ruang kamar itu. Dia rebahan di kasur empuk milik Reynold asli yang sudah mati itu.

“Mau bagaimanapun, kamu sudah sepakat dan tanda tangan, Die,” tutur Hakim realistis. “Kamu harus berjuang untuk berubah. Setidaknya kamu harus belajar cara menolak perempuan jika sedang didekati.”

“Gimana memangnya?” tanya Jordie polos.

Sedari dulu, Jordie memang minder. Dia hanyalah anak angkat di keluarga Aster sejak dirinya berusia lima tahun. Dia berusaha menjadi yang terbaik agar tak mengecewakan orang tua Aster yang sudah berbaik hati mau memungutnya. Karena itulah, Jordie sebenarnya tak memiliki cukup pengalaman tentang perempuan. Apalagi, pikirannya hanya dipenuhi oleh pesona Aster yang cantik dan baik hati.

“Kamu bisa saja bilang kalau kamu tidak menyukainya dengan gamblang atau bentak saja,” usul Hakim.

“Aku sudah mendorong Dewi menjauh tadi,” tutur Jordie dengan wajah lugunya.

“Tapi, kamu kabur, kan?” Hakim menatap datar Jordie. “Die, perempuan sama laki-laki buaya itu ya sama aja. Mereka nggak bakal berhenti mengejar kecuali kita konsisten menghadapi dan menolak mereka.”

Jordie menghela napas susah. Semua ini berat baginya karena kepribadian Reynold ternyata lebih buruk dari dugaannya.

“Sepertinya Reynold memang memiliki hubungan khusus dengan Dewi.”

“Bahkan, Setya,” imbuh Hakim.

“Kamu tahu itu semua?” Jordie syok menatap sahabatnya itu. Hakim benar-benar terlihat profesional sekarang.

“Well, aku tadi memang sedikit tergoda oleh Setya. Tapi, Setya selalu membahas tentang Reynold. Aku bisa melihat bahwa Setya menyukai Reynold dan kalau Reynold itu buaya, pastilah Reynold sudah pernah pakai Setya,” terang Hakim.

“Astaga! Benar-benar gila! Dua-duanya dipakai,” Jordie lagi-lagi hanya bisa menghela napas.

Kehidupan sang superstar itu tak segemerlap yang tersorot layar kamera. Bahkan, kehidupannya sangat gelap dan buruk.

Jordie teringat sesuatu. Dia segera bangun dari duduknya dan ke kamar mandi.

“Ngapain, Die?” tanya Hakim penasaran.

“Wig ini,” Jordie menunjukkan wig yang ada di rak dinding kamar mandi. “Apa ini punya Dewi atau Setya ya?”

“Entahlah. Memangnya mau kamu apain?” balas Hakim heran.

“Buang,” jawab Jordie pendek. “Ayo kita sidak semua tempat di apartemen ini. Kalau kita temukan hal-hal berbau pakaian perempuan, kita buang saja.”

“Kamu yakin mau lakuin hal itu, Die?” Hakim menggaruk-garuk kepalanya.

“Memangnya kenapa?” balas Jordie.

“Ya, kan kita bukan pemilik asli tempat ini,” tutur Hakim.

“Kita sudah dapat izin dari Pak Michael,” ujar Jordie. “Aku sangat tidak nyaman dengan kepribadian Almarhum Reynold tapi aku sudah berjanji akan berperan sebagai dirinya.”

“Lalu?”

“Aku mau ruwatan dia!” sahut Jordie dengan kemantapan.

“Hah? Ruwatan?” Hakim melotot kaget menatap Jordie.

Jordie mengangguk penuh percaya diri. “Aku akan mengumpulkan barang-barang semacam aksesoris dan pakaian perempuan yang ada di sini dan aku akan merapikannya. Kita bisa membuangnya agar tempat ini sungguhan bersih,” jelas Jordie. “Aku akan pelan-pelan mengubah citra Reynold sebagai seorang pria yang bermartabat.”

“Apa kamu tidak terlalu berlebihan, Die? Nanti kalau ada kondom di sini gimana?” timpal Hakim setengah bercanda. “Kayaknya kita juga perlu deh simpen kondom. Kamu juga. siapa tahu kebablasan kalau sama Aster.”

Jordie mengernyitkan keningnya. “Nggak mungkin,” balas Jordie secepat kilat. “Asterku perempuan baik-baik. Dia sempurna. Dia nggak mungkin seperti itu.”

Langkah Jordie menghampiri Hakim. Dia memukul pantat Hakim dengan menggunakan wig di tangannya. “Ayo bangun, Kim! Kita bersih-bersih ala kita,” ajak Jordie penuh semangat. Ya, walaupun dia sudah berada di dunia hiburan yang gelap, namun dia tetap ingin bertahan menjadi diri sendiri.

“Aku nggak akan mengecewakan orang-orang terdekatku meski harus bekerja sebagai Reynold yang penuh kebusukan,” tekad Jordi menguatkan mentalnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status