Share

SALING RINDU

Author: bonanzalalala
last update Huling Na-update: 2022-08-22 13:28:40

Malam harinya, Jordie menelepon Aster. Dia duduk di balkon sambil menikmati angin malam.

Lokasi apartemen ini sangatlah indah. Karena berada di lantai yang cukup tinggi, Jordie bisa menyaksikan pemandangan kerlap-kerlip lampu kota dari ketinggian.

Dia mengulas senyuman sambil menunggu Aster menjawab panggilan video darinya. Dia berharap suatu saat nanti bisa menyaksikan pemandangan seperti ini bersama dengan Aster.

“Halo,” jawab Aster. Wajahnya cemberut tapi masih menyiratkan kebahagiaan. Ya, Aster senang akhirnya Jordie mau meneleponnya.

Semenjak Jordie jarang menghubunginya, Aster merasa dirinya tengah di-ghosting oleh Jordie. Sebagai seorang perempuan, dia cemas jika mendadak ditinggalkan Jordie. Karena itulah, dia terkesan mengejar-ngejar Jordie selama tiga bulan terakhir ini.

“Aster Cintaku,” balas Jordie dengan senyuman lebarnya. “Aku rindu kamu.”

Jordie tidak berbohong jika dia merindukan Aster. Hatinya selalu gelisah dan bersalah karena selama ini jarang menghubungi Aster. “Kamu sedang apa, Sayang?”

“Baru selesai cek video buat unggahan mingguan di akun instagramku,” jawab Aster. “Tumben telepon aku. Kukira kamu udah nggak peduli lagi sama aku.”

“Jangan bicara gitu dong. Aku beneran sibuk kok,” ujar Jordie.

“Sibuk sama gebetan baru?” ucap Aster setengah menuduh.

Jordie menatap sedih Aster. Dia bisa mengerti perasaan cemburu Aster mengingat selama tiga bulan ini dia memang mengurangi komunikasi dengan Aster. Namun, Jordie melakukannya karena sedang fokus menata kehidupannya yang tengah berantakan.

“Aster, sudah kukatakan padamu kalau aku hanya mencintaimu,” terang Jordie.

“Kalau gitu lamar aku,” cicit Aster merajuk. “Kita kelamaan pacaran Jordie. Udah waktunya nikah, kan? Pacaran terlalu lama itu nggak bagus. Bisa putus malah.”

“Kamu jangan mikir putus dong,” balas Jordie lembut. “Kita bisa saling mencintai sampai usia kita menua. Nggak boleh putus. Ya?”

“Ke Bandung tapi,” pinta Aster. Dia konsisten mengutarakan syarat agar hubungan mereka tetap lanjut. “Aku pengen kita nikah dan bisa hidup bahagia bersama. Aku bosan dideketin cowok-cowok lain terus. Kamu nggak pernah mau muncul di publik juga. Aku tuh kayak punya pacar rasa jomlo tapi.”

Aster mengeluarkan semua keluhan di dalam hatinya. Jordie tersenyum dalam diam. Dia mendengarkan semua ucapan Aster hingga tak terasa satu jam telah berlalu.

“Jordie, kamu ngantuk ya? Kok nggak ngomong apapun sih?” tanya Aster heran. Dia baru sadar bahwa sedari tadi yang ngomong terus adalah dia. Jordie hanya diam sambil sesekali menganggukkan kepala atau minta maaf.

“Nggak. Aku dengerin kamu,” tutur Jordie lembut. “Aku seneng denger semua celotehanmu.”

“Kamu kira aku burung beo?” timpal Aster masih sedikit jutek.

Tawa kecil Jordie terdengar. Dia senang karena Aster masih mau bicara padanya. Artinya, Aster memang tidak marah padanya.

“Aku ke Bandung weekend ini,” ujar Jordie. “Tunggu aku ya?”

“Serius? Beneran mau ke Bandung?” bola mata Aster membelalak lebar. Dia kira Jordie hanya sekadar menenangkan hatinya saja tadi.

“Aku sudah beli cincin. Nggak mahal. Tapi, aku harap cukup buat jadi cincin lamaran kita,” ungkap Jordie dengan jujur.

Aster tersenyum senang. “Nggak apa-apa, Jordie. Kan yang penting itu niatannya, bukan berapa jumlahnya. Aku nggak minta banyak kok. Cukup keseriusanmu aja,” terang Aster dengan hati tulusnya.

Inilah sisi yang Jordie sukai dari Aster. Kekasihnya itu tidak terlalu banyak meminta dan mandiri. Selama ini Aster tak pernah meminta hadiah ataupun traktiran dari Jordie. Bahkan, Asterlah yang berinisiatif memberikan hadiah atau mentraktir Jordie.

Namun, karena Jordie sudah beranjak dewasa, Jordie merasa dia tak bisa bergantung pada Aster. Dia seorang laki-laki dan memiliki harga diri. Karena itulah, Jordie berusaha menata hidup dan karirnya dengan rapi agar bisa menjadi laki-laki tepat untuk Aster.

“Udah nggak marah kan berarti?” balas Jordie. Dia ingin mendengar ucapan Aster bahwa Aster sudah memaafkannya.

“Buruan dateng ke rumahku ya? Bunda sama Ayahku udah kangen sama kamu. Yang lainnya juga,” tutur Aster.

“Oke. Nanti aku masakin kerak telor deh,” ujar Jordie.

“Dih, nggak usah masak. Biar pembantu aja yang masak. Aku pengen ajak kamu liburan di vila di Lembang juga,” terang Aster.

“Eh? Liburan di vila?” Jordie terkaget mendengarnya. Dia kira Aster hanya butuh kedatangannya untuk momen lamaran saja. Ternyata, Aster malah mengajak Jordie pergi ke vila keluarga di Lembang.

“Iya, Jordie. Kamu kalau ke Bandung kan bisa sampai satu minggu. Sekalian gitu kita liburan. Mau ya?” ajak Aster dengan penuh semangat.

“Ah, itu, Aster, sebenarnya—“

Telepon terputus. Jordie bingung menatap ponselnya yang mati karena kehabisan daya. “Argh! Sial!” teriak Jordie penuh kekesalan.

“Kenapa, Die?” tegur Hakim. Kebetulan Hakim baru dari dapur dan mengambil sebotol jus dan makanan di kulkas.

Jordie menoleh ke hakim. Dia menghela napas resah. “Aster malah ngajak aku liburan ke vila, gimana nih?” balas Jordie kacau. “Kan aku nggak bisa lama-lama di Bandung.”

“Waduh, perkara sulit ini,” ucap Hakim ikut bimbang. “Ayo, Die. Bahas di depan TV aja.”

“Iya,” Jordie mengikuti langkah Hakim. Mereka duduk di sofa depan televisi layar datar yang berukuran jumbo dan tergantung di dinding itu.

Hakim mengambil remote TV. Dia menurunkan volume dan menggantinya dengan acara kartun agar bisa fokus mengobrol dengan Jordie.

“Gimana sebenarnya? Tadi kamu telepon Aster?” tanya Hakim. Dia ingin tahu detailnya.

Jordie mengangguk. Dia menceritakan detail percakapannya dengan Aster barusan. Kepalanya menggeleng tak percaya.

“Aster kira aku bisa liburan lama di Bandung. Padahal, aku ke Bandung aja penuh perjuangan,” terang Jordie.

“Kan udah kubilang. Mending nurut sama Pak Michael. Kamu sih susah dikasih tempe!” timpal Hakim kesal.

“Argh, jangan nambah runyam, Kim. Aku harus bisa yakinin Aster kalau aku cuma bisa sebentar di Bandung. Aku nggak mau ikutan ke vila,” tutur Jordie.

“Kalau mau sih bikin surat tugas palsu, Die,” usul Hakim.

“Heh, ngawur. Kan kita udah nggak kerja di kantor penerbangan lagi. Kalau nanti Aster beneran nyari gimana?” balas Jordie tak setuju. Dia ingin ide lain yang tidak membahayakan. Dia tak mau terjerat kasus pemalsuan.

“Halah, siapa sih yang terlalu senggang sampai ngecek ke kantor? Aster nggak kayak gitu deh kayaknya,” ucap Hakim. “Kamu kirimnya sepotong aja. Biar nggak kelihatan pakai kop surat kantor.”

Hakim bangun dari duduknya. Dia menoleh ke segala arah.

“Mau ngapain kamu?” tanya Jordie heran.

“Cari laptop sama printer,” tutur Hakim.

“Oh, aku lihat tadi. Deket ruang latihan rekaman,” terang Jordie. Dia ikut bangun dari duduknya dan melangkah ke ruangan rekaman.

Di bagian luar ruang rekaman, ada sebuah meja dengan laptop, komputer, printer, hingga speaker. Sepertinya, pemilik lawasnya memang terbiasa melakukan kerja di dekat ruangan rekaman.

“Wah, wah, emang beneran superstar ya,” komentar Hakim.

Jordie duduk di depan komputer dan menyalakannya. “Jangan banyak bicara, Kim. Di sini tuh apartemennya orang yang udah meninggal lho,” tutur Jordie mengingatkan Hakim.

Sesaat Hakim langsung mengusap-usap lengannya. “Duh, merinding. Jangan ngomong gituanlah, Die,” ucap Hakim takut. “Kalau nanti muncul penampakan gimana?”

“Emangnya kamu nggak mikir soal penampakan tadi? Kan udah jelas kalau Pak Michael bilang Reynold itu udah mati DO gara-gara kebanyakan pakai sabu-sabu,” jelas Jordie.

“Ya, mana mikir sampai ke situ, Die. Kan isi apartemen ini terlalu memukau. Ya, lebih banyak mikir senengnya,” terang Hakim jujur. “Kan meski kita pilot, hidup kita belum beneran sukses. Kita baru kerja bentar. Gaji juga masih pas-pasan kalau buat tinggal di Jakarta.”

“Iya juga sih,” Jordie membuka file microsoft words. Lantas, dia mulai membuat surat tugas palsu seperti yang tadi diusulkan oleh Hakim.

Suasana jadi hening. Jordie serius saat bekerja.

Hakim menyenggol-nyenggol lengan Jordie. Membuat Jordie jadi terganggu.

“Apaan sih? Jangan ganggu, Kim!” tegur Jordie. Dia sedang konsentrasi sekarang.

“Kamu nggak denger sesuatu, Die?” ucap Hakim setengah berbisik.

“Denger apa?” balas Jordie. “Nggak denger apa-apa aku.”

Jordie buru-buru menyelesaikan surat tugas palsu itu. Lantas, dia menyalakan printer dan mencetak surat itu.

“Kayak ada suara air ngalir gitu,” ucap Hakim.

“Kamu kali lupa matiin air,” timpal Jordie. “Nggak usah mode alay ya? Nggak ada setan. Kalaupun ada setan, aku juga nggak takut. Soalnya aku butuh uang. Setan biarin aja di pojokan. Nggak usah ganggu hidup orang hidup.”

Hakim memukul punggung Jordie. “Nggak gitu konsepnya,” tutur Hakim. “Yuk, Die. Cek-cek dulu abis ini. Serem nih denger suara air ngalir.”

Hakim terus membujuk Jordie. Dia tak berani pergi keliling apartemen sendirian usai Jordie mengatakan bahwa pemilik apartemen sudah meninggal.

“Bentar. Ini aku selesaiin cetakannya dan matiin semuanya,” balas Jordie. “Lebih ngeri kebakaran, daripada kebanjiran.”

“Ngeri ada setan,” Hakim kembali mengusap-usap lengannya karena ketakutan.

Jordie menggelengkan kepala. Dia kadang sering heran dengan tingkah laku Hakim. Di satu sisi, Hakim itu orangnya sangat baik dan bisa dewasa. Namun, pada saat-saat tertentu, Hakim juga bisa begitu kekanakan dan rewel seperti bocah.

Tangan Jordie mencabut semua kabel. Dia memastikan tidak ada saluran yang tertancap ke lubang listrik. Setelah itu, dia memotret surat tugas palsu itu dan mengirimkannya kepada Aster.

“Aster, maaf ya? Aku ada tugas dadakan ini. Penerbangan ke Papua. Aku di Bandung cuma bentar,” Jordie mengirimkan pesan itu pada Aster.

Setelahnya, Jordie menemani Hakim keliling apartemen. Mereka menyalakan lampu dan mengecek apakah ada sisi yang mengalami kebocoran pipa air.

Hingga akhirnya, mereka tiba di kamar mandi di dalam kamar. Jordie masuk duluan ke dalam dan mengecek. Hakim menunggu di luar karena takut tiba-tiba muncul hantu wanita berambut panjang seperti kuntilanak.

“Kim, sini deh,” panggil Jordie.

“Apa? Takut nih. Kasih tahu dulu ada apa?” balas Hakim. Dia mengintip ke dalam kamar mandi. Perasaannya sudah diliputi rasa ngeri karena takut hantu.

“Kamu ya yang nyalain kran air hangat di bathup sini?” tanya Jordie. “Ini udah kepenuhan airnya. Bikin nggak hemat listrik tahu.”

Hakim terdiam. Dia mengingat-ingat apa yang baru saja dia lakukan. Ternyata, dia tadi ke ruang tengah untuk menonton TV sambil menunggu bathup kamar mandi terisi air hangat. Dia memang berniat untuk berendam dengan bath bomb biar seperti orang kaya.

“Ah, bener-bener! Itu aku,” Hakim masuk ke dalam kamar mandi. Dia tertawa cengengesan dan menatap malu Jordie.

Jordie menghela napas mafhum. Dia sudah terbiasa dengan tingkah Hakim yang memang super penakut itu.

Tangan Jordie bergerak mematikan kran air. “Udah sana buruan mandi. Abis itu, aku juga mau mandi,” ucap Jordie.

“Nggak mandi bareng aja, Die?” tawar Hakim dengan wajah yang masih menyiratkan ketakutan.

“Aku pukul nih kamu lama-lama,” Jordie menunjukkan kepala tangan kanannya. “Udah tua juga. Homo!”

“Dih, enak aja! Aku masih normal ya? Cewek cantik juga lebih legit ketimbang sama batang kayak kamu!” timpal Hakim senewen.

“Makanya mandi sana. Jangan ribut mulu,” balas Jordie jutek. Dia menutup pintu kamar mandi dari luar dan membiarkan Hakim menyelesaikan mandinya.

Jordie memilih mengisi daya ponselnya. Tadi ponselnya sempat bisa dia hidupkan. Namun, sekarang ponselnya kembali mati.

Dia menatap ponselnya yang memang sudah tua dan harus segera diganti dengan yang baru karena baterainya seringkali bermasalah. Namun, Jordie belum ada keinginan untuk menggantinya karena ada kenang-kenangan indah di dalam ponsel itu. Ya, ponsel itu adalah hadiah dari Aster. Aster membelinya untuk Jordie dengan uang kerja dari menjadi seorang youtuber.

Jordie senang dan berjanji akan selalu menjaganya. Karena itulah, sampai sekarang, Jordie tetap menggunakannya.

Senyuman Jordie merekah. Dia tersenyum mengingat masa lalunya bersama Aster. Hari-harinya selalu indah setiap kali dia bersama Aster. Jordie selalu berpikir bahwa Aster adalah berkah terbaik dalam hidupnya.

“AAA!” terdengar teriakan Hakim dari kamar mandi.

Jordie terkaget dan segera bangun dari duduknya di tepian kasur. Dia berlari ke arah kamar mandi. “Ada apa, Kim?” balas Jordie cemas.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • PURA-PURA JADI SUPERSTAR   SEPERTI PAKAIAN BEKAS

    Seharian Hakim dan Jordie hanya mengurusi packing barang untuk dibawa konser ke Bali dan memantau perkembangan berita di media sosial. Sampai malam hari, tidak ada berita apapun tentang Aster dan Reynold. Artinya, tidak ada yang tahu tentang kejadian saat Jordie dan Aster berciuman.“Sementara waktu kita aman,” ujar Hakim. “Aku cuma berani menyimpulkan hal ini saja karena memang nggak ada berita tentang kamu.”Jordie mengangguk paham. Hatinya lega karena memang tak ada yang mengekorinya. Dia lega karena Aster tidak akan diganggu oleh para fans garis keras Reynold.“Sekarang kamu bisa istirahat tenang, Die. Besok kita langsung ke Bali,” terang Hakim.“Iya,” sahut Jordie.Dia kembali ke kamarnya. Tangan Jordie mengambil ponselnya. Dia mencari nomor Aster. Hatinya ingin s

  • PURA-PURA JADI SUPERSTAR   SEBUAH TAMPARAN KERAS

    Sebuah peluk erat merengkuh tubuh Aster dengan hangat. Ciuman yang menyentuh bibirnya semakin dalam. Hati Aster berdesir aneh. Rasanya seperti begitu dekat dengan Rey.Aster segera mendorong dada Rey menjauh darinya. Rasa bersalahnya muncul karena dia berciuman dengan pria lain selain Jordie.Buru-buru Aster mendorong dada Rey. Tangannya bergerak otomatis menampar pipi Rey sekeras mungkin untuk menyadarkan Rey.Jordie terkesiap kaget mendapatkan tamparan itu. Dia ternganga dan tersadar bahwa apa yang dia lakukan adalah salah.“Minggir!” Aster kembali mendorong Rey. Dia merasa jijik pada dirinya sekarang. Tangannya bergerak mengusap bibirnya yang baru saja dicium Rey.Sepasang mata Aster memanas. Dia bisa merasakan air yang menggenangi matanya. Dia segera bangkit dari duduknya dan berlari menuju tenda tem

  • PURA-PURA JADI SUPERSTAR   CIUMAN DADAKAN

    “Maaf ya! Kamu pasti udah lama nunggu ya?” sapa Jordie. Dia baru saja keluar dari hotel dan masuk ke dalam mobil Aster.“Nggak masalah kok,” jawab Aster. “Duduk sini. Mau sarapan bareng nggak? Kita cari yang anget-anget gitu.”Jordie duduk di kursi kemudi. Dia mengenakan seat belt-nya. “Yang anget-anget? Mau bubur ayam?” tawar Jordie. Dia mulai mengemudikan mobil Aster.“Boleh deh. Soto Bandung juga enak,” tutur Aster. “Gorengan, batagor, ketupat sayur, lotek. Enak semua tuh.”Tawa Jordie terdengar. Aster memang paling suka makan dan dia tak bisa menghentikan hobi Aster itu.“Kenapa ketawa?” Aster menoleh dan menatap Jordie dengan pandangan heran.“Pantes sih kalau kamu kerja di bidang kuliner. Soalnya kamu suka banget sama makanan,” tutur Jordie.“Oh, itu rupanya,” Aster tersenyum simpul. “Aku kira gara-gara aku malu-malu

  • PURA-PURA JADI SUPERSTAR   AKU MAU KITA PUTUS

    “Ruth, bangun, Ruth,” Hakim mengetuk-ngetuk pintu kamar Ruth.Dia berniat untuk mengajak Ruth jalan pagi. Mengingat, kemarin malam, mereka memang sudah berencana untuk jalan-jalan santai bersama.“Kim, kenapa ganggu si Teteh?” tanya Ibu Hakim. Dia mengerutkan keningnya menatap anak laki-lakinya mengetuk-ngetuk pintu kamar tamu dimana Ruth tidur pulas.“Ini, Bu. Kan kemarin janjian mau jalan-jalan pagi ke sungai deket rumah. Tapi, Ruth kayaknya belum bangun gitu,” terang Hakim pada sang ibu.“Kamu ini masa’ ngajak jalan-jalan si Teteh ke sungai. Apa nggak kasihan?” balas Ibu Hakim terheran. “Teteh kan nggak ada hobi mancing kayak kamu. Nanti bukannya seneng, malah kesurupan di sana.”“Bu, kan bisa mandi di sana. Airnya bagus lho. Nggak harus manc

  • PURA-PURA JADI SUPERSTAR   MAU MENJADI PACARMU

    “Gimana, Ruth?” Hakim menemani Ruth mengobrol di teras rumah saat usai makan malam.“Aku kenyang banget,” ujar Ruth. Dia mengusap-usap perutnya dengan senyuman lebar di wajahnya. “Ibumu pandai masak ya?”“Aku juga ikut masak tadi,” timpal Hakim. Dia sedikit pamer kemampuannya pada Ruth. Mungkin saja Ruth akan memujinya juga.“Benarkah? Eh, tapi kan kamu punya geprek ayam ya? Pasti masakanmu memang enak,” tutur Ruth. Dia tersenyum dan memuji kemampuan memasak Hakim juga.Hati Hakim berbunga-bunga mendengarkan pujian Ruth. Bahkan, Ruth memuji usaha geprek ayamnya.“Kamu udah mampir ke sana nggak?” tanya Hakim.Ruth menggelengkan kepala. “Aster dan Rey sibuk, kan? Aku nggak mungkin ajak Dio. Dia mana mau makan di tempat pinggiran seperti itu,” Ruth tersenyum getir. Dia menghela napas panjang dan berat. “Apa aku putus sama Dio aja ya?”Hakim te

  • PURA-PURA JADI SUPERSTAR   GIMANA CARANYA MANDI?

    “Namanya siapa?” tanya Ibu Hakim. Perempuan yang sudah beruban dan berambut pendek di bawah telinga itu memandangi Ruth dengan tatapan lamat-lamat.Pandangannya memang sudah mengabur karena faktor usia. Ditambah lagi, akhir-akhir ini dia juga sering sakit-sakitan sampai Hakim harus cuti kerja selama satu minggu.“Ruth, Tante,” jawab Ruth. Dia tersenyum tipis pada Ibu Hakim.“Cantik ya? Mirip sama orangnya,” puji Ibu Ruth. Dia tersenyum ramah pada Ruth.Hati Ruth lega mendengarkan ucapan Ibu Hakim. Dia pikir dia akan disambut dengan buruk. Nyatanya, semua itu hanyalah pikirannya yang terlalu overthinking.“Ayo masuk! Pasti capek. Makasih ya udah mau beliin banyak oleh-oleh,” Ibu Hakim menggandeng lengan Ruth. Dia mengajak Ruth masuk ke dalam rumah dan duduk di kursi rua

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status