Home / Romansa / PURA PURA JADIAN / BAB 5: Akhir yang Tak Terduga

Share

BAB 5: Akhir yang Tak Terduga

Author: SyafaSA
last update Last Updated: 2024-12-11 18:03:28

---

Hubungan pura-pura ini membawa kami ke banyak momen tak terduga, dan semuanya terasa seperti rollercoaster—tapi rollercoaster yang dijalani sambil tertawa, teriak, dan kadang-kadang juga bingung. Mulai dari konflik dengan teman-teman sekelas yang mulai curiga, kehebohan di media sosial sekolah, sampai insiden lucu yang nggak pernah aku bayangkan sebelumnya. Pokoknya, dunia ini semakin aneh, dan aku semakin terjebak di dalam drama yang nggak pernah kurencanakan.

Awalnya, teman-teman sekelas mulai memperhatikan kami. Mereka yang tadinya cuek-cuek aja, tiba-tiba kayak detektif swasta. Setiap kali Reyhan dan aku duduk berdua, mereka akan mengamati kami dengan pandangan penuh arti. "Kalian... udah pacaran beneran ya?" tanya Dina, teman sekelas yang super kepo. Aku cuma bisa nyengir kecut dan bilang, "Iya, iya, pura-pura doang kok."

Tapi ternyata, pura-pura ini punya dampaknya sendiri. Di media sosial, foto-foto kami berdua mulai tersebar, dan tanpa sengaja kami jadi bahan pembicaraan di grup W******p sekolah. Ada yang bilang, "Kayaknya serius nih, Reyhan dan Naila." Ada juga yang berkata, "Ini pasti settingan buat bikin Alif cemburu."

Awalnya, aku pikir ini bakal selesai begitu saja. Tapi ternyata, semakin banyak yang nge-tag aku di I*******m, dan semakin sering foto-foto aneh yang diambil oleh teman-teman kami muncul di grup kelas. Ada yang foto kami pas Reyhan lagi merangkulku di kantin (padahal cuma pura-pura), atau saat Reyhan memberiku bunga plastik yang dia temukan di depan toko bunga (harusnya nggak dilihat orang, sih).

Suatu hari, setelah semua kekacauan itu, Reyhan tiba-tiba datang ke rumahku dengan ekspresi serius yang sangat berbeda dari biasanya. Kalau biasanya dia datang dengan gaya nyeleneh dan ceria, kali ini dia kelihatan kayak orang yang baru saja melakukan keputusan besar. Aku sedang duduk di ruang tamu, nggak tahu kenapa, merasa sedikit cemas. Mungkin karena aku tahu, masalah sudah mulai berkembang.

Reyhan duduk di depanku dengan wajah yang lebih serius dari biasanya, menatapku dengan tatapan yang bikin aku nggak nyaman. "Nail," katanya, menghela napas panjang. "Gue harus bilang sesuatu."

Aku menatapnya, merasa ada yang aneh. "Apa lagi, Rey? Lo baru mau ngajak gue jadi duo komedian di acara sekolah, ya?"

Reyhan tersenyum tipis, tapi senyumnya nggak sepenuhnya nyampe di matanya. "Gue nggak bercanda kali ini, Nail." Dia mendekat, dan aku bisa merasakan suasana yang jadi sangat serius. "Gue... suka sama lo."

Aku tertegun. Jujur, aku nggak tahu harus bereaksi gimana. Aku cuma bisa terdiam, memproses kata-kata itu di otak. "Apa?" itu yang pertama kali keluar dari mulutku, seperti orang yang baru saja dikejutkan dengan ledakan popcorn.

"Lo denger kan? Gue suka sama lo." Reyhan melanjutkan dengan nada yang lebih lembut, "Awalnya, sih, ini cuma buat lucu-lucuan, buat bikin Alif cemburu, tapi... sekarang gue beneran suka sama lo."

Aku menatapnya dengan mulut sedikit terbuka, dan saat itu juga aku merasa seperti sedang berada di dunia yang penuh kebingungan. Di satu sisi, ada bagian dari diriku yang merasa senang, terharu, bahkan mungkin sedikit terkejut. Tapi di sisi lain, aku juga merasa seperti berada di tengah-tengah pertunjukan stand-up comedy yang nggak jelas arahnya.

"Nail, gue serius," kata Reyhan lagi, seakan mencoba meyakinkanku. "Lo nggak perlu jawab sekarang, tapi... gue cuma mau lo tahu. Gue nggak main-main lagi."

Aku menghela napas dan meremas rambutku. "Rey, gue... gue masih belum move on dari Alif, sih." Kata-kata itu keluar tanpa bisa ditahan. Aku merasa seperti sedang berkata pada diriku sendiri lebih dari pada Reyhan.

Reyhan terlihat agak kecewa, tapi dia cuma mengangguk pelan. "Iya, gue tahu. Gue nggak mau maksa, Nail. Gue cuma pengen lo tahu."

Kami berdua terdiam beberapa saat. Entah kenapa, aku merasa lega setelah mendengar pengakuannya. Tapi aku juga bingung. Di satu sisi, aku merasa nyaman bersama Reyhan. Dia lucu, bisa bikin aku tertawa, dan dia selalu ada di saat aku butuh teman. Tapi di sisi lain, Alif... Alif masih ada di pikiranku. Meskipun hubungan kami nggak jadi, aku nggak bisa begitu saja menghapus perasaan itu.

Reyhan akhirnya berdiri dan berjalan menuju pintu. Sebelum keluar, dia menoleh ke arahku dengan senyum yang agak miris. "Nail, kalau lo butuh waktu, gue nggak akan ganggu. Tapi gue tetap ada, kalau lo berubah pikiran." Dan dengan itu, dia pergi.

Aku duduk di tempatku dengan perasaan campur aduk. Satu sisi, aku merasa terharu dengan apa yang baru saja Reyhan katakan, tapi sisi lainnya, aku masih bingung dengan perasaanku sendiri. Aku merasa seperti dikelilingi oleh dua pilihan yang sama-sama nggak mudah. Reyhan, teman yang selalu ada, atau Alif, cowok yang selama ini aku sukai meskipun akhirnya nggak bisa jadi pacarku.

Dan dalam kebingunganku itu, aku tiba-tiba sadar bahwa mungkin... aku butuh lebih banyak waktu untuk mencari tahu apa yang sebenarnya aku inginkan. Tapi satu hal yang pasti: hidup nggak pernah sesederhana itu. Ada banyak drama, ada banyak tawa, dan yang terpenting, ada banyak kejutan yang nggak pernah aku duga sebelumnya.

---

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PURA PURA JADIAN   BAB 25: Bahagia Itu Pilihan

    ---Setelah pensi yang spektakuler, hubungan kami semakin solid. Meskipun Reyhan tetap saja dengan segala kekonyolannya, aku mulai belajar untuk lebih percaya padanya. Aku tahu bahwa dia selalu berusaha menunjukkan bahwa aku adalah prioritas utamanya, meski kadang caranya agak… unik.Salah satu contohnya adalah ketika dia memutuskan untuk memasak makan malam romantis di rumahku. "Nail, kamu tinggal duduk manis aja. Malam ini aku yang masak!" katanya dengan penuh semangat.Aku mengangkat alis, agak skeptis. "Kamu? Masak? Yang benar aja, Rey."Dia menepuk dadanya dengan percaya diri. "Tenang, Chef Reyhan di sini siap melayani."Aku memutuskan untuk membiarkannya mencoba, meski aku sudah menyiapkan nomor darurat tukang makanan favorit, just in case. Tak lama kemudian, aroma masakan mulai memenuhi rumah, dan aku harus mengakui, baunya cukup menggoda.Tapi, begitu aku masuk ke dapur, aku langsung tahu bahwa ekspektasi harus diturunkan. Dapur berantakan seperti habis dihantam tornado. Tepun

  • PURA PURA JADIAN   BAB 24: Pensi yang Tak Terlupakan

    ---Hari H pensi akhirnya tiba, dan suasana sekolah berubah menjadi lebih hidup dari biasanya. Setiap sudut dihiasi dengan lampu-lampu berwarna dan poster-poster kreatif. Aku, sebagai panitia, sudah sibuk sejak pagi, memastikan semua berjalan sesuai rencana."Mana Reyhan? Dia udah siap belum?" tanyaku pada Hana, yang juga sibuk membantu di belakang panggung."Tenang aja, Nail. Dia udah di sana, lagi cek sound," jawab Hana sambil tersenyum menggoda. "Gimana, nervous ya lihat pacar sendiri tampil?"Aku mengangkat bahu, meski sebenarnya aku merasa deg-degan. "Bukan nervous, lebih ke penasaran. Dia janji mau nyanyiin lagu spesial buat aku."Hana tertawa kecil. "Ya ampun, romantis banget sih. Jangan sampai kamu nangis di depan panggung, ya."Aku menepis leluconnya dengan senyum kecil, lalu melanjutkan pekerjaanku. Setelah beberapa saat, terdengar suara panggilan untuk Reyhan dan band-nya untuk naik ke panggung. Aku segera bergegas ke depan, mencari tempat terbaik untuk menonton.Reyhan mun

  • PURA PURA JADIAN   BAB 23: Konfrontasi di Studio

    ---Malam itu, aku memutuskan untuk memeriksa sendiri apa yang sebenarnya terjadi di studio tempat Reyhan dan band-nya berlatih. Gosip yang beredar membuat hatiku tidak tenang, dan meskipun Reyhan sudah meyakinkan, aku butuh bukti nyata.Saat aku tiba di studio, aku melihat mereka sedang berlatih. Suara gitar, drum, dan vokal Reyhan mengisi ruangan, menciptakan suasana yang penuh semangat. Tapi perhatianku langsung tertuju pada Reyhan yang sedang bercanda dengan seorang cewek di dekatnya. Mereka tampak akrab, dan hatiku langsung terasa berat."Reyhan," panggilku, mencoba menahan nada suaraku agar tetap tenang.Dia menoleh, terkejut melihatku. "Nail? Kamu kok di sini?""Aku cuma mau lihat latihanmu," jawabku sambil melangkah mendekat, lalu melirik cewek itu. "Siapa dia?"Cewek itu langsung menjawab dengan ramah. "Oh, aku Dinda. Gitaris band ini."Reyhan segera menjelaskan. "Dinda cuma teman latihan, Nail. Nggak ada apa-apa, aku janji."Aku mengangguk pelan, meskipun perasaan cemas masi

  • PURA PURA JADIAN   BAB 22: Fitnah di Balik Layar

    ---Beberapa hari menjelang pensi, suasana sekolah semakin ramai. Tapi, bukan cuma karena persiapan acara yang kian mendekati puncaknya, melainkan juga karena gosip baru yang beredar. Kali ini, desas-desus yang beredar bukan main hebohnya—tentang Reyhan."Eh, lo tahu nggak?" kata salah satu teman panitia dengan nada berbisik tapi jelas terdengar. "Reyhan katanya sering jalan bareng sama Dinda, anak XII IPS 1. Mereka keliatan mesra banget pas latihan."Aku yang sedang sibuk mengatur daftar pengisi acara langsung menghentikan pekerjaanku. Mendengar nama Reyhan dan Dinda disebut dalam satu kalimat membuat jantungku berdegup lebih cepat. "Apa? Siapa Dinda?" tanyaku, mencoba terdengar santai meski dalam hati sudah bergolak."Ya, itu. Anak band juga. Katanya mereka sering latihan bareng, dan... ya gitu deh, keliatan dekat banget," lanjutnya sambil memberikan tatapan penuh arti.Aku mencoba menelan rasa kesal yang mulai merayap. Siapa Dinda? Kenapa Reyhan nggak pernah cerita soal dia? Apa in

  • PURA PURA JADIAN   BAB 21: Drama Pensi Sekolah

    ---Hubungan kami yang akhirnya stabil mulai diuji lagi, kali ini bukan oleh orang ketiga, tapi oleh situasi yang benar-benar baru: persiapan pentas seni (pensi) sekolah. Aku terlibat sebagai anggota panitia, dan tanggung jawabku bukan main banyaknya. Mulai dari dekorasi panggung yang harus megah, daftar pengisi acara, hingga memastikan semuanya berjalan lancar pada hari H.Di sisi lain, Reyhan tergabung dalam band sekolah yang akan tampil di acara puncak. Jadwal latihannya yang padat membuat waktu kami bersama menjadi semakin terbatas. Ini jelas menjadi tantangan baru bagi kami berdua.Suatu sore, setelah rapat panitia yang melelahkan, Reyhan menghampiriku di kantin. "Nail, aku nggak bisa nemenin kamu pulang hari ini. Ada latihan band," katanya sambil menatapku dengan sedikit rasa bersalah.Aku mengangguk pelan, mencoba menyembunyikan rasa kecewaku. "Nggak apa-apa, Rey. Semangat latihannya, ya."Dia tersenyum, lalu mengacak rambutku dengan lembut. "Thanks, Sayang. Aku janji, pas hari

  • PURA PURA JADIAN   BAB 20: Bahagia itu Kepercayaan

    ---Sejak perbincangan terakhir dengan Reyhan, aku berusaha untuk benar-benar mempercayainya. Aku tahu, rasa cemas dan ragu tidak akan membawa kami ke mana-mana. Jadi, aku mulai belajar untuk melepaskan kekhawatiran itu dan fokus pada apa yang benar-benar penting: kebahagiaan kami berdua.Hari-hari berlalu dengan lebih ringan. Reyhan tetap seperti biasa, selalu ada dengan senyumnya yang menenangkan, dan aku mulai merasakan perubahan dalam diriku. Tidak ada lagi malam-malam penuh kecemasan atau telepon mendadak karena rasa curiga yang tidak perlu. Aku merasa lebih bebas, seperti beban besar telah terangkat dari dadaku.Namun, bukan berarti aku sepenuhnya berubah menjadi malaikat sabar. Ada saat-saat di mana kekesalanku masih muncul, terutama ketika Reyhan melakukan hal-hal kecil yang, meskipun tidak signifikan, tetap saja mengganggu. Seperti ketika dia lupa membawa payung saat hujan deras, dan aku harus menjemputnya di sekolah dengan basah kuyup."Rey, serius deh. Kamu itu kan tahu bak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status