Home / Romansa / PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA / BAB 3 : SENTUHAN AETHER

Share

BAB 3 : SENTUHAN AETHER

Author: TenMaRuu
last update Last Updated: 2025-01-19 12:25:05

"Jadi, gimana caranya aku belajar sihir?" tanya Liora, duduk bersila di atas bantal di ruang latihan istana.

Ruangan itu luas dengan lantai batu yang dingin dan beberapa target latihan tergantung di dinding, saksi bisu latihan para kesatria dan penyihir istana selama bertahun-tahun. Cahaya matahari pagi menyelinap melalui jendela-jendela tinggi, menerangi debu yang menari-nari di udara.

Riel, yang berdiri di depannya dengan postur tegap, bahunya lebar dan rahangnya tegas, tersenyum tipis. Senyum itu, meskipun singkat, mampu meredakan ketegangan di wajah Liora.

"Pertama-tama, kamu harus merasakan Aether."

"Aether?" Liora mengerutkan kening, dahinya membentuk lipatan-lipatan kecil. "Itu apaan?

"Inti dari semua sihir di Elysia," jelas Riel, suaranya tenang dan berwibawa.

"Energi yang mengalir di alam dan di dalam diri setiap makhluk hidup. Bayangkan seperti aliran sungai yang tak terlihat, menghubungkan setiap daun yang berguguran, setiap hembusan angin, dan setiap detak jantung."

"Kedengerannya rumit," gumam Liora, memandang sekeliling ruangan seolah-olah Aether bisa terlihat dengan mata telanjang.

"Memang butuh latihan dan kepekaan," sahut Riel.

"Tapi aku yakin kamu bisa. Setiap orang memiliki kapasitas untuk merasakan dan memanfaatkan Aether, hanya saja ada yang lebih mudah dan ada yang membutuhkan usaha lebih. Coba pejamkan matamu."

Liora menurut. Dia memejamkan mata dan mencoba fokus, mengabaikan suara detak jantungnya sendiri dan suara angin yang berdesir di luar jendela.

"Sekarang, tarik napas dalam-dalam," instruksi Riel, suaranya membimbing.

"Bayangkan ada energi hangat yang mengalir di sekitarmu. Rasakan sentuhannya di kulitmu. Bayangkan seperti cahaya matahari yang lembut membelai wajahmu."

Liora mencoba membayangkan apa yang dikatakan Riel. Awalnya sulit, pikirannya melayang ke mana-mana, memikirkan rumahnya, keluarganya, bagaimana dia bisa sampai di tempat ini. Tapi perlahan, dia mulai merasakan sensasi aneh di kulitnya. Bukan lagi sekadar bayangan, tapi sensasi nyata. Seperti ada ribuan jarum kecil yang menyentuhnya dengan lembut, atau seperti aliran listrik statis yang halus.

"Ada... sesuatu," bisik Liora, matanya masih terpejam, suaranya bergetar karena terkejut.

"Bagus," kata Riel, nadanya penuh pujian. "Itu Aether. Sekarang, coba ulurkan tanganmu."

Liora mengulurkan tangannya ke depan. Dia merasakan sensasi yang semakin kuat di telapak tangannya, seperti ada pusaran energi kecil yang berputar di sana.

"Bayangkan energi itu mengalir melalui tanganmu," kata Riel.

"Coba bentuk menjadi sesuatu. Apapun. Jangan terlalu dipikirkan, biarkan imajinasimu yang bekerja."

Liora memejamkan matanya lebih erat dan mencoba berkonsentrasi. Pikirannya melayang ke taman ibunya, penuh dengan bunga-bunga yang berwarna-warni. Dia membayangkan setangkai bunga, bunga matahari dengan kelopak kuning cerah dan biji-biji hitam di tengahnya.

Tiba-tiba, dia merasakan kehangatan yang menyengat di telapak tangannya, bukan rasa sakit, melainkan rasa panas yang nyaman. Dia membuka matanya dan terkejut. Di tangannya, muncul setangkai bunga matahari kecil yang bercahaya lembut, kelopaknya berkilauan seperti ditaburi debu emas.

"Aku... aku berhasil?" Liora menatap bunga itu dengan tak percaya, matanya membulat karena kagum. Dia memutar tangannya, mengamati bunga itu dari berbagai sudut.

Riel tersenyum bangga, senyum yang tulus dan hangat. "Kamu hebat, Liora. Itu langkah pertama yang luar biasa. Tidak semua orang bisa memanifestasikan Aether secepat ini."

Bunga matahari itu perlahan menghilang, meninggalkan rasa hangat yang menyenangkan di tangan Liora.

"Tapi, gimana caranya aku bisa ngendaliin ini?" tanya Liora, menatap telapak tangannya yang kosong. "Tadi kayaknya muncul sendiri aja."

"Itu karena kamu baru pertama kali," jelas Riel.

"Semakin sering kamu berlatih, semakin mudah kamu mengendalikannya, membentuknya sesuai keinginanmu, dan bahkan memanipulasinya untuk berbagai keperluan. Sekarang, coba lagi. Kali ini, fokus pada elemen air. Bayangkan air mengalir di tanganmu, air terjun yang deras, sungai yang tenang, atau bahkan setetes embun."

Liora mencoba lagi, kali ini membayangkan air terjun yang mengalir deras dari tebing tinggi, memercikkan butiran air ke udara. Dia merasakan sensasi dingin di tangannya, tapi tidak ada yang terjadi, hanya hawa dingin biasa.

"Nggak bisa," keluh Liora, merasa sedikit kecewa. "Kayaknya aku lebih cocok sama bunga matahari tadi."

Riel tertawa kecil. "Setiap orang punya afinitas yang berbeda-beda terhadap elemen. Mungkin kamu memang lebih kuat di elemen cahaya atau tumbuhan, seperti yang terlihat tadi. Tapi jangan menyerah. Teruslah berlatih dan bereksperimen dengan elemen lain. Kamu mungkin akan terkejut dengan apa yang bisa kamu lakukan."

"Oke deh," kata Liora, meskipun masih ragu. "Tapi, Riel... kenapa kamu mau ngajarin aku sihir? Kan repot dan butuh waktu."

Riel terdiam sejenak, menatap Liora dengan tatapan yang sulit diartikan, campuran antara kelembutan dan kesedihan.

"Karena aku percaya kamu bisa," jawabnya akhirnya, suaranya pelan namun tegas. "Dan... karena aku ingin membantumu kembali ke duniamu. Kamu tidak seharusnya berada di sini."

"Tapi, ada cara lain kan?" tanya Liora, teringat perkataan Riel sebelumnya tentang cara lain untuk kembali, yang berbahaya dan butuh waktu lama. "Yang berbahaya dan butuh waktu lama itu?"

Riel menghela napas, raut wajahnya berubah menjadi serius.

"Memang ada. Tapi itu melibatkan perjalanan ke wilayah Umbra, tempat yang sangat berbahaya, penuh dengan makhluk-makhluk yang tidak bisa kamu bayangkan. Aku tidak mau kamu dalam bahaya. Risikonya terlalu besar."

"Tapi kalau itu satu-satunya cara... aku nggak keberatan kok," kata Liora, tekadnya bulat. "Aku nggak mau terus-terusan ngerepotin kamu dan tinggal di tempat yang bukan duniaku."

"Kamu tidak merepotkanku, Liora," kata Riel dengan nada serius, menatap langsung ke mata Liora. "Dan aku tidak akan membiarkanmu pergi ke sana. Terlalu berisiko. Aku berjanji akan mencari cara lain."

Liora terdiam, menatap mata Riel. Ada sesuatu dalam tatapannya, sebuah ketulusan dan kekhawatiran yang mendalam, yang membuat jantung Liora berdebar kencang. Dia merasa ada ikatan yang kuat di antara mereka, meskipun mereka baru bertemu beberapa hari.

"Oke," kata Liora akhirnya, mengalihkan pandangannya, pipinya sedikit merona. "Aku akan terus berlatih."

Riel tersenyum lega. "Bagus. Sekarang, coba lagi dengan elemen air. Kali ini, bayangkan kamu sedang berenang di danau yang tenang, merasakan air membelai tubuhmu, mendengar suara gemericik air di sekitarmu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA    BAB 10 : GUA KRISTAL

    "Gimana menurutmu? Lumayan 'kan?" Arista menunjuk ke sebuah gua yang tersembunyi di balik air terjun kecil.Airnya mengalir deras, menciptakan tirai air yang berkilauan diterpa cahaya bulan yang memantul di permukaan air kolam di bawahnya.Suara gemuruh air yang jatuh menciptakan suasana yang menenangkan, bercampur dengan suara serangga malam dan desau angin di antara pepohonan.Liora mengangguk kagum, matanya membulat melihat pemandangan di hadapannya."Keren banget! Kayak tempat persembunyian rahasia," serunya, suaranya hampir tertelan oleh suara air terjun.Dia merasa seperti masuk ke dalam dunia dongeng, sebuah tempat yang hanya ada dalam imajinasinya.Riel menyibak tirai air itu dengan gerakan anggun, memperlihatkan pintu masuk gua yang gelap. Mereka masuk ke dalam, dan Liora langsung merasakan perbedaan suhu. Di luar terasa sejuk, tapi di dalam gua terasa hangat dan lembap.Di dalamnya, gua itu jauh lebih luas dari yang mereka kira dari luar. Dinding-dindingnya tidak rata, melai

  • PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA    BAB 9 : API DI TENGAH KEGELAPAN

    "Kita nggak bisa terus-terusan lari kayak gini," Liora terengah-engah, memegangi lututnya yang terasa lemas.Jantungnya berdebar kencang, napasnya tersengal-sengal. Mereka telah berlari cukup jauh, memacu langkah sekuat tenaga meninggalkan tempat mengerikan di mana mereka diserang oleh Grimwolf yang buas.Namun, senja mulai merayap, mewarnai langit dengan gradasi jingga dan ungu, menandakan malam akan segera tiba. Kecemasan semakin mencengkeram mereka karena belum menemukan tempat berlindung yang aman.Riel, dengan mata elangnya yang awas, mengamati sekeliling dengan cermat. Hutan di sekitar mereka tampak sunyi, namun keheningan itu justru terasa mencekam."Kamu benar," sahutnya, suaranya terdengar serius."Kita butuh tempat yang aman sebelum malam tiba. Grimwolf jauh lebih berbahaya saat gelap. Penglihatannya dalam kegelapan sangat tajam, dan insting berburunya semakin kuat."Arista, yang juga tampak khawatir, menunjuk ke arah tebing batu yang agak jauh dari tempat mereka berdiri."D

  • PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA    BAB 8 : TARING DAN ES

    "Lari!" teriak Riel, instingnya berteriak bahaya.Ia mendorong Liora dan Arista ke belakangnya, menciptakan perisai manusia di antara mereka dan ancaman yang mengintai. Tiga Grimwolf besar, makhluk mengerikan perpaduan serigala dan iblis, telah mengepung mereka.Mata merah mereka menyala garang di bawah cahaya rembulan pucat yang menembus celah-celah pepohonan yang menjulang tinggi. Hutan malam itu, yang tadinya sunyi, kini dipenuhi aura permusuhan yang pekat."Gimana caranya kita lari? Mereka mengepung kita!" balas Liora dengan nada panik, jantungnya berdebar kencang di dadanya.Setiap detak jantungnya terasa seperti genderang perang yang memompa adrenalin ke seluruh tubuhnya. Dia bisa merasakan aroma amis dan busuk yang menyengat dari Grimwolf, bau khas predator yang lapar.Air liur menetes dari taring mereka yang tajam dan panjang, berkilauan seperti pecahan kaca di bawah cahaya bulan. Bulu mereka yang kasar dan berwarna gelap tampak seperti bayangan yang menyatu dengan kegelapan h

  • PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA    BAB 7 : JEJAK DI PEGUNUNGAN

    "Jadi, kita benar-benar akan ke sana?"Liora menunjuk ke arah pegunungan yang menjulang tinggi di kejauhan. Puncak-puncaknya diselimuti salju abadi, tampak gagah sekaligus menakutkan, sebuah benteng alam yang dingin dan misterius. Bayangan awan yang bergerak di lerengnya memberikan kesan hidup, seolah-olah pegunungan itu sendiri sedang mengamati mereka.Riel mengangguk, mengencangkan tali tas ranselnya yang tampak berat."Pegunungan Aethel. Tempat Crysalis Aetheria disembunyikan. Kita harus berangkat sekarang sebelum Umbra menemukan cara untuk melacaknya." Nada suaranya tegas, mencerminkan urgensi situasi mereka. Waktu adalah musuh mereka, dan setiap detik yang terbuang bisa membawa konsekuensi yang mengerikan."Tapi, Arista bilang tempat itu berbahaya," kata Liora, kerutan kecil muncul di dahinya. Kekhawatiran jelas terpancar dari matanya. Ia teringat peringatan Arista tentang ganasnya alam Pegunungan Aethel, tentang badai salju yang tiba-tiba, tebing curam yang mengancam, dan makhlu

  • PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA    BAB 6 : JEJAK DI PERMADANI

    "Jadi, artefak itu penting sekali, ya?"Liora bertanya pada Arista, nada suaranya menekankan betapa krusialnya informasi tersebut.Mereka berdua berjalan menyusuri koridor istana, yang kini tampak jauh berbeda dari sebelumnya. Dinding-dindingnya retak di beberapa bagian, memperlihatkan batu bata di baliknya, dan beberapa permadani mewah robek menganga akibat serangan Umbra yang baru saja terjadi. Suasana istana yang tadinya megah dan dipenuhi cahaya kini terasa tegang dan suram, aura ketakutan menyelimuti setiap sudutnya.Arista mengangguk dengan sungguh-sungguh."Sangat penting. Itu adalah Crysalis Aetheria, jantung dari kekuatan sihir Elysia. Tanpa artefak itu, sihir kita akan melemah secara drastis, seperti api yang kehabisan bahan bakar. Kita akan menjadi sangat rentan terhadap Umbra dan kekuatan gelap mereka. Bayangkan sebuah perisai yang tiba-tiba menghilang, itulah yang akan terjadi pada Elysia.""Kedengarannya seperti barang mistis yang hanya ada di legenda-legenda kuno," kome

  • PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA    BAB 5 : DALAM CENGKERAMAN 'UMBRA'

    "Lepasin aku!" Liora berteriak, suaranya tercekat di antara gemuruh pertempuran yang sayup-sayup terdengar.Ia meronta sekuat tenaga dalam cengkeraman Umbra yang menyeretnya dengan kasar di sepanjang koridor istana. Cengkraman itu begitu kuat dan kasar, mencengkeram pergelangan tangannya hingga terasa ngilu dan memar mulai membayang di kulitnya. Setiap langkah Umbra terasa seperti siksaan, menyeretnya semakin jauh dari hiruk pikuk pertempuran yang menandakan harapan.Umbra itu, makhluk bertubuh tinggi dengan kulit kelabu gelap dan mata merah menyala, hanya menyeringai, memperlihatkan deretan gigi-giginya yang runcing dan tajam seperti taring serigala. Seringai itu bukan senyum, melainkan sebuah ekspresi predator yang menikmati mangsanya."Kamu pikir kamu bisa kabur, manusia?" desisnya dengan suara serak yang parau, suara yang merayap di tulang belakang Liora, mengirimkan gelombang rasa takut yang dingin dan menusuk.Suara itu bukan hanya serak, tetapi juga bergetar dengan kekuatan gel

  • PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA    BAB 4 : BAYANGAN DI CERMIN

    "Susah banget sih fokus sama air!" Liora menghela napas panjang, butiran keringat membasahi dahinya.Ia duduk bersila di atas lantai kayu ruang latihan, matanya tertuju pada telapak tangannya yang kosong. Beberapa jam berlatih intensif bersama Riel belum membuahkan hasil yang signifikan. Perasaan frustrasi mulai merayapinya.Riel, yang duduk bersandar di dinding di hadapannya, mengamati Liora dengan sabar. "Memang butuh waktu, Liora. Jangan terlalu memaksakan diri. Proses ini membutuhkan kesabaran dan ketekunan.""Tapi, kamu bilang ini satu-satunya cara aku bisa kembali," sahut Liora dengan nada suara yang meninggi, mencerminkan kekecewaannya."Bagaimana kalau aku tidak bisa menguasainya? Bagaimana kalau aku gagal?" Nada putus asa terdengar jelas dalam setiap kata yang diucapkannya."Kamu pasti bisa," kata Riel dengan mantap, menatap Liora dengan tatapan yang penuh keyakinan dan dukungan."Kamu sudah berhasil memunculkan bunga matahari itu. Itu bukti nyata bahwa kamu memiliki potensi

  • PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA    BAB 3 : SENTUHAN AETHER

    "Jadi, gimana caranya aku belajar sihir?" tanya Liora, duduk bersila di atas bantal di ruang latihan istana.Ruangan itu luas dengan lantai batu yang dingin dan beberapa target latihan tergantung di dinding, saksi bisu latihan para kesatria dan penyihir istana selama bertahun-tahun. Cahaya matahari pagi menyelinap melalui jendela-jendela tinggi, menerangi debu yang menari-nari di udara.Riel, yang berdiri di depannya dengan postur tegap, bahunya lebar dan rahangnya tegas, tersenyum tipis. Senyum itu, meskipun singkat, mampu meredakan ketegangan di wajah Liora."Pertama-tama, kamu harus merasakan Aether.""Aether?" Liora mengerutkan kening, dahinya membentuk lipatan-lipatan kecil. "Itu apaan?"Inti dari semua sihir di Elysia," jelas Riel, suaranya tenang dan berwibawa."Energi yang mengalir di alam dan di dalam diri setiap makhluk hidup. Bayangkan seperti aliran sungai yang tak terlihat, menghubungkan setiap daun yang berguguran, setiap hembusan angin, dan setiap detak jantung.""Keden

  • PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA    BAB 2 : ISTANA DI ATAS AWAN

    "Serius, ini beneran istana?" Liora mendongak, matanya membulat menelusuri bangunan megah yang menjulang tinggi di hadapannya. Istana itu bukan sekadar tumpukan batu; ia tampak hidup, bernapas dengan keanggunan yang tak tertandingi. Dinding-dindingnya terbuat dari batu putih yang berkilauan seperti mutiara di bawah cahaya matahari yang menembus pepohonan tinggi di sekitarnya, dihiasi ukiran-ukiran rumit yang menggambarkan makhluk-makhluk mitos dan adegan-adegan dari kisah-kisah kuno. Menara-menara yang ramping dan anggun menjulang seolah menembus awan, puncaknya dihiasi bendera-bendera berkibar yang menampilkan simbol-simbol yang tak dikenal Liora. Riel tersenyum tipis, melihat kekaguman di wajah Liora. “Selamat datang di Asteria, Istana Bintang. Kediaman para elf,” ucapnya dengan nada bangga. Liora masih terpukau, matanya terus menjelajahi setiap detail bangunan itu. “Keren banget! Kayak di film-film fantasi,” gumamnya, suaranya hampir Dibandingkan dengan gedung-gedung p

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status