Share

BAB 13

Author: mapoeri
last update Huling Na-update: 2024-06-06 18:42:54

Kehamilan Dirra berjalan dengan baik, setiap bulannya dia rutin pergi ke Bidan dan mendapatkan beberapa vitamin serta pengecekan rutin. Untuk USG dia harus pergi ke kota yang jaraknya hampir dua jam dari perkampungan yang dia tinggali.

Cukup menguras waktu dan tenaga, tapi untungnya ada Elang yang selalu siap mengantarnya.

“Itu yang diluar suaminya bu?” Tanya dokter ketika hendak memeriksa Dirra yang masuk ke dalam ruangan, sebelum ruangan ditutup Dirra sempat menitip botol minum pada Elang dan dokter melihatnya.

“Oh bukan dok.. Teman.” Jawaban Dirra membuat dokter dan asistennya mengangguk, meskipun tidak mengatakan apapun namun hawa di ruangan menjadi agak sedikit canggung.

Dirra tahu beberapa orang di kampung juga bertanya-tanya mengenai keakuratan cerita ibunya meskipun mereka tetap menghargai Dirra dan keluarga dengan tidak bertanya secara langsung.

Dirra juga beberapa kali menolak tawaran Elang untuk mengantarnya pergi ke dokter, namun orangtua Elang justru paling semangat meminta Elang untuk melakukan hal itu.

“Gak apa-apa, Elang juga lagi gak ada kesibukan! Masih tiga bulan sebelum Elang masuk kuliah!” Begitu kata ibunya setelah Dirra mengatakan rasa sungkannya karena selalu diantar jemput Elang.

Keluarganya dan keluarga Elang begitu dekat sampai beberapa wargan berpikir kemungkinan keduanya dijodohkan sudah pasti.

Namun Dirra tidak terlalu menanggapi hal itu.

Dirra berfokus pada kehamilannya yang semakin lama semakin besar, bayi di dalam perutnya begitu aktif sampai-sampai kadang ketika dia sedang membantu ayahnya bertani Dirra dikejutkan oleh tendangan yang mengejutkan.

Nafsu makannya normal, tidak begitu rakus, dia juga tidak mengalami ngidam.

“Tuh ‘kan kakinya bengkak..” Ibunya masuk ke dalam kamar membawa baskom berisi air hangat ketika Dirra sedang merebahkan tubuhnya di malam hari.

“Ih ibu, gak usah..” Dirra berkata sambil berusaha bangun dari tidurnya.

Ibunya tersenyum sambil menyimpan baskom berisi air hangat itu di bawah, dia duduk di ujung kaki Dirra, “Gak usah bangun Dir, biar ibu pijit ya pakai air hangat. Semoga gak begitu bengkak lagi besok.” Ujar ibunya, mulai mengambil handuk yang kemudian di peras dan di tempel pada kaki Dirra.

“Maaf ya bu..” Dirra berkata lagi, ibunya tersenyum lebar sambil memijat kaki putrinya.

“Kenapa minta maaf? Emang salah kalau ibu pijitin kaki kamu?”

“Harusnya ‘kan Dirra yang pijit kaki ibu..” Ujarnya pelan.

Ibunya terkekeh, memijat agak sedikit lebih lembut karena khawatir putrinya akan merasa kesakitan. Dirra diminta banyak berjalan oleh bu Bidan, namun ketika dia banyak berjalan kakinya malah bengkak, ketika dia mengurangi jalanpun kakinya masih bengkak.

Ibu dan bu Bidan khawatir hal itu karena masalah kesehatan Dirra, jadi sebelum anaknya ke Rumah Sakit minggu depan, ibunya ingin membuat kaki Dirra sedikit lebih baik.

“Ya nanti saja kalau Dirra sudah lahiran, pijitin ibu ya!”

Ibu dan anak itu tertawa bersamaan, “Ibu bingung harus digimanain lagi ngakalin bengkak kamu..”

“Kata bu Bidan minggu depan harus check up biar tahu masalahnya dimana..” Kata Dirra, pandangannya beralih pada ibunya. “Ibu masih ada uang?”

Pertanyaan itu membuat ibunya sedikit terkejut, dia mengangkat wajahnya dan mendapati putri semata wayangnya tengah menatapnya. Ekspresi wajah itu menunjukkan rasa khawatir, namun Kaili tersenyum, melanjutkan pijatannya.

“Masih kok, tenang aja. Kamu gak usah mikirin apa-apa dulu, fokus saja sama kehamilan kamu Dir..”

Kaili tidak pernah bilang pada Dirra kalau setelah sebulan mereka berada disini, sekretaris kepercayaan keluarga Tantra datang ke tempat kerjanya. Eveline si sekretaris mengultimatum Kaili kalau dia sudah memakan ‘uang’ yang diberikan oleh Nancy maka dari itu dia harus menandatangani persetujuan untuk tidak meminta tanggung jawab pada Elang.

Dia sudah bosan di desak mengenai hal ini, maka dari itu akhirnya Kaili menandatangani pernyataan tersebut. Dia tidak peduli lagi yang terpenting adalah keluarga kecilnya dijauhkan dari keluarga Tantra.

Namun, berkas tersebut mencakup poin-poin lain yang dimana tertulis kalau Kaili bersedia menggunakan uang Nancy untuk pelunasan hutang Bank.

“Ya, anggap saja itu uang untuk menyuap Dirra agar bisa pergi dari hadapan Gala.” Ujar Nancy angkuh dari sambung telepon ketika Kaili menyadari ada yang salah dengan berkas pernyataan tersebut.

“Tidak perlu berlagak menolak uang, toh juga Dirra berpacaran dengan Janggala mengharapkan semua harta itu. Ambil saja meskipun hanya saya kasih bagian kecilnya saja.”

Harga diri Kaili seperti diinjak-injak saat itu, makanya dia tidak berani mengatakan hal yang sebenarnya pada Dirra. Dia hanya bercerita pada suaminya sambil menangis.

Bulan demi bulan berlalu dengan cepat, Dirra sudah sangat beradaptasi dengan lingkungan barunya. Sesekali dia memang memikirkan Janggala dan terkadang masih menatap foto mereka yang tertinggal di ponselnya.

Dan tanpa Dirra sadari kehamilannya sudah memasuki bulan terakhir, hari-hari yang dia lewati selama kehamilan akan segera berakhir. Dia bersemangat sekaligus khawatir, ada banyak hal yang terlintas di benaknya namun dia percaya semuanya akan baik-baik saja.

Kemudian di suatu malam Dirra merintih kesakitan, ibu dan ayahnya segera mencari bantuan. Keluarga Elang dengan siap membantu, mereka menggunakan mobil menuju Rumah Sakit. Selama di perjalanan Dirra memekik dan meraung karena kesakitan.

Setelah sampai, bayinya tidak langsung lahir. Mereka menunggu bukaan lengkap sampai menjelang pagi, ketika matahari naik disaat itulah bayi perempuan itu lahir. Menangis dengan kencang menggetarkan hati semua orang yang mendengarnya.

Bayi dengan kulit seputih susu, bibir merah merekah, hidung yang tinggi dan rambut hitam gelap itu diberi nama DALENNA GAVAH.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • PUTRI TUNGGAL TUAN CEO   BAB 60

    Dirra menatap dirinya sendiri di depan cermin, dia baru saja memoles bibirnya dengan sebuah lipbalm berwarna merah muda yang samar. Tidak ingin terlalu mencolok, dia memilih warna yang tidak begitu nampak dari kejauhan.Dia juga merapikan rambutnya yang dikuncir, berulang kali dia menatap dirinya sendiri di depan cermin sampai Dalenna datang menghampirinya dengan tangan yang dia lipat di dada dan wajah yang berkerut.“Ibu kesana kemari terus depan kaca, memang ada apa di depan kaca?” Tanya bocah itu penuh telisik, bibirnya maju ke depan dan matanya menatap Dirra seolah menghakimi.Dirra terlonjak mendengar pertanyaan itu, dia mengutuk dirinya sendiri. Siang ini Nancy mengirimkannya pesan, memberitahu kalau Janggala akan makan malam dan tidur di rumahnya, dia tidak bisa menemani makan malam karena ada urusan ke Beijing.Dia langsung memikirkan makanan apa yang akan dia masak untuk Janggala, dan karena itulah dia jadi terbawa suasana.Per

  • PUTRI TUNGGAL TUAN CEO   BAB 59

    “Mungkin segitu aja yang bisa saya jelaskan untuk sekarang, selebihnya kalau ada masalah apapun bisa menghubungi sekretaris saya terlebih dahulu.” Janggala menutup rapat ketiganya hari ini, waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore ketika akhirnya dia ditinggalkan sendirian di ruang rapat yang besar.Siska membuka pintu ruang rapat ketika Janggala tengah menutup kedua matanya dengan tubuh yang menempel pada kursi, wanita itu membawa sebungkus makanan dari restoran cepat saji di sekitar untuk makan siang Janggala yang tertunda.“Pak, makan dulu..” Katanya sambil membuka kotak berisi roti isi sayur dan daging. Ada kotak salad juga dan minuman energi yang dikemas dengan sangat rapi.Janggala menghela napas, sebenarnya dia sudah muak makan-makanan seperti ini. Dia sedang ingin makan-makanan Indonesia rumahan.“Kenapa kamu gak belikan saya nasi?”Siska menoleh dan terdiam sesaat, “Tapi bapak suka menolak kalau say

  • PUTRI TUNGGAL TUAN CEO   BAB 58

    “Mencurigai?” Dalal —Ayah Lavani— menoleh pada Sivan yang tengah duduk di ruangannya dengan pandangan terkejut, wajah tuanya yang berkeriput itu mengerut dengan sempurna.Sivan tengah mengunjungi kediaman Lavani, semenjak dia dan keluarga Hanggara memiliki rencana untuk masuk dan mengambil alih keluarga Tantra, mereka tidak lagi bertemu di perusahaan JANJI HANGGARA.Terlalu riskan.Banyak faktor yang menyebabkan mereka beraktivitas diluar selain di kediaman pribadi keluarga Hanggara. Seperti biasanya, Sivan selalu datang setiap bulan selain untuk melaporkan progress rencana mereka juga membicarakan apa yang terjadi di keluarga inti maupun di kantor utama.Sivan baru saja memberitahu Dalal perihal kecurigaan Lavani mengenai Nancy yang tengah menyelidiki keduanya.“Saya rasa mama sudah mendapatkan berkas mengenai tragedi JANJI HANGGARA dan TANTRA WIBAWA beberapa tahun lalu kemudian memberitahukan hal itu pada Janggala, k

  • PUTRI TUNGGAL TUAN CEO   BAB 57

    Lavani baru saja landing ketika dia menghidupkan ponselnya dan mendapat beberapa notifikasi pesan yang kebanyakan berasal dari pekerjaan. Ada beberapa telepon masuk dari klien serta Sivan dan satu nama membuat dia berhenti, Janggala?Selama pernikahan mereka yang sudah hampir lima tahun tidak pernah sekalipun pria itu meneleponnya ketika dia pergi untuk urusan ‘bisnis’ keluar negeri, ini kali pertamanya pria itu beberapa kali menelepon.Lavani mengerenyitkan dahinya sambil terus berjalan untuk mengambil koper, selesai dengan urusan koper dia menuju pintu keluar dan lagi-lagi dia dibuat terkejut.Pria tinggi itu melambaikan tangannya dengan senyum lebar di wajahnya, Janggala.“Gala?” Lavani berkata, mendekat ke arah Janggala sambil menyeret kopernya.“Kamu baca pesanku?” Tanyanya, mengambil alih koper Lavani.“Belum, baru saja aku lihat ada pemberitahuan kamu meneleponku..”

  • PUTRI TUNGGAL TUAN CEO   BAB 56

    Janggala terjaga ketika telinganya mendengar suara-suara yang agak jauh, dia memicingkan matanya tatkala sinar matahari langsung menyorot wajahnya. Pantas saja dia merasa panas, seluruh tubuhnya kini bermandikan sinar matahari.Dia duduk di sofa, melepas jaketnya ketika dia menyadari kalau ini adalah rumah Dirra.Suara itu terdengar lagi, suara gelak tawa anak kecil. Tawanya begitu renyah.“Lenna bisa kok bu sendiri pasangnya..”“Gak boleh, ibu yang pasang. Walaupun jarumnya kecil, tetap bahaya..” Sahut Dirra.“Lenna ‘kan sudah besar!” Suara Dalenna kini terdengar dengan nada yang manja.“Oh, yang sudah besar tapi makan buah-buahannya gak pernah habis..”“Ibuuu!”Rengekan itu terdengar, percakapan ibu dan anak itu terjadi di ruang makan yang agak jauh ke dalam dekat dapur. Janggala mendengarnya dengan samar-samar, dia mengecek jam di dinding. Pukul delapan pagi.

  • PUTRI TUNGGAL TUAN CEO   BAB 55

    Dirra terbangun pukul tengah malam, sudah terbiasa mengecek gula darah Dalenna. Dia membuka matanya pelan dan turun dari kasur, malam ini anak itu meminta tidur di kamarnya sendiri.Ya, Nancy membuatkan kamar untuk Dalenna di rumah ini yang tentu saja selama di desa Permadani tidak dimiliki oleh Dalenna. Bocah itu berjingkrak riang ketika pintu terbuka, tempat tidur dengan hiasan menggemaskan, warna tembok dengan tone lembut, pojok membaca serta meja belajar cukup besar, ditambah ada banyak boneka yang besar dan lembut.“Bu, Lenna mau bobok di kamar Lenna..” Katanya ketika baru saja selesai menyikat gigi di kamar mandi Dirra.“Memang gak takut?”Dalenna terdiam sebentar kemudian menoleh menatap Dirra lekat-lekat, “Boleh tidak ibu temani Lenna dulu?”Dirra terkekeh geli, mata bulat itu menatapnya penuh harap, bahasa yang Dalenna pilih selalu santun buah dari meniru orang-orang di sekitar

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status