Share

BAB 7

Author: mapoeri
last update Last Updated: 2024-06-04 20:00:55

Suara barang yang dibanting terdengar dari dalam ruang kantor yang berada tepat di samping kamar tidur milik Nancy, sepulang dari rumah Dirra dadahnya begitu mendidih karena jawaban yang dilontarkan oleh kedua orangtua perempuan itu.

“Congkak sekali mereka! Hutang sampai batas leher tapi seolah-olah mereka bisa melakukan yang terbaik! Sialan!” Dia memekik sambil melempar cangkir yang berada di atas meja sampai pecah berkeping-keping.

Eveline terdiam mematung mendengar majikannya mengoceh dengan penuh amarah, napas wanita paruh baya itu memburu. Bisa dipastikan apa yang dikatakan oleh orangtua Dirra padanya membuat harga dirinya tercoreng.

“Sudah dihubungi?” Tanya Nancy dengan napas ngos-ngosan pada Eveline.

“Sudah, saya sudah hubungi mereka dan menawarkan sejumlah uang. Mutasi ibu Kaili Gauri sedang di proses oleh perusahaan.

“Saya gak mau tahu, secepatnya mereka harus pergi dari kota ini. Saya gak mau melihat ibunya ataupun wanita itu berkeliaran disini, tambahkan sejumlah uang untuk mutasi wanita itu agar dia mau menutup mulutnya perkara anak Janggala!” Titah Nancy dengan tatapan tajam yang dia berikan pada Eveline.

Wanita muda itu mengangguk tanpa menatap balik majikannya.

“Bereskan juga perpindahan dan pendaftaran Janggala untuk melanjutkan kuliah diluar negeri.”

“Baik nyonya.” Eveline menjawab dengan suara yang tegas, kemudian meminta izin keluar dari ruangan tersebut. Dia langsung buru-buru meminta salah satu asisten rumah tangga untuk masuk ke dalam kamar membereskan pecahan cangkir.

Dia menghela napas, semua yang dititahkan majikannya sudah dia kerjakan. Hanya saja, untuk menambahkan uang tutup mulut pada keluarga Gauri akan memerlukan sedikit ide agar mereka tidak berpikir ini ulang keluarga Tantra.

“Kenapa mama?” Suara Janggala membuat Eveline sedikit terlonjak kaget, dia menatap bocah laki-laki itu.

Sedikit di dalam hatinya dia tidak habis pikir apa yang ada di dalam kepala bocah itu, ketimbang menuruti keinginan ibunya dan menjalani kehidupan penuh fasilitas dia malah membangkang dan berpacaran dengan orang miskin.

“Tidak ada apa-apa, tuan muda.” Jawab Eveline setelah sebelumnya sedikit mengutuk di dalam hati.

“Gimana sama Dirra? Mama gak ngomong aneh-aneh ‘kan? Gimana kandungannya?” Pertanyaan itu berjejalan masuk ke dalam telinga Eveline tanpa jeda.

“Saya tidak menjawabnya.”

Janggala berdecak, dia mengacak rambutnya.

“Lo harus bantuin gue untuk ketemu sama Dirra, please Eve. Gue gak bisa minta tolong ke siapa-siapa.” Kini bocah itu merengek, wajahnya memelas saat mengatakan hal itu pada Eveline.

“Kalau sudah bertemu, tuan muda mau apa? Gak ada yang bisa dilakukan, kalaupun tuan muda masih terus mau bersama dengan Dirra, nyonya gak akan mengizinkan dan urusannya akan jauh lebih rumit.”

“Gak Eve, please, gue mau bertanggung jawab. Dirra lagi hamil anak gue.” Ujar Janggala dengan nada yang kian mendesak pada Eveline.

“Dirra sudah menggugurkan kandungannya.” Pernyataan itu membuat Eveline dan juga Janggala menoleh, mendapati Nancy berdiri dengan tangan terlipat di dadanya menatap angkuh Janggala.

“Apa? Apa yang mama bilang?! Bohong ‘kan Eve?” Janggala berpaling ke arah Eveline yang tidak menjawab apa-apa, wanita muda itu hanya diam tidak bergerak di tempatnya.

Nancy mendekat, “Mama memberikan mereka kompensasi, sejumlah uang dengan syarat harus menggugurkan kandungan. Dan mereka menyetujuinya.”

Janggala membelalak tidak percaya dengan apa yang dia dengar, dia menggeleng berkali-kali sambil mengacak rambutnya kasar.

“Mama bohong!” Dia kini berteriak kencang sampai memekakan telinga.

“Gala! Mereka itu orang miskin! Sejumlah uang besar untuk melunasi hutang Bank jauh lebih berharga dari nyawa seorang anak!”

Janggala menutup kedua telinganya, dia tidak percaya dengan apa yang ibunya katakan. Dia yakin itu semua kebohongan, dia tahu bagaimana Dirra. Kekasihnya tidak akan melakukan hal itu demi uang.

“Keluarga Dirra dililit hutang besar dari Bank! Mereka mengajukan nominal uang dan mama memberikannya, mereka berjanji akan melakukan aborsi. Semuanya sudah selesai.”

Janggala beranjak dari ruangan dimana ibunya berada, dia tidak ingin mendengar banyak omong kosong yang keluar dari mulut wanita paruh baya itu. Dia harus mencari tahu sendiri apa yang terjadi.

Keesokan harinya, Kaili di panggil secara mendadak oleh HRD di tempatnya bekerja. Tanpa alasan jelas dia diberikan surat mutasi ke sebuah desa dimana itu adalah desa yang akan Dirra tuju.

Dia membaca semua isi surat mutasi tersebut dan merasakan kejanggalan tersebut.

“Apa ini ada hubungannya dengan keluarga Tantra?” Tanyanya kemudian.

“Saya gak ngerti apa maksud kamu, kenapa ini harus ada hubungannya dengan keluarga Tantra?” Tanya balik HRDnya dengan wajah seolah tidak mengerti maksud pertanyaan Kaili.

Kaili menghela napas panjang dan menandatangi surat mutasi tersebut, dia tidak mungkin protes karena sekuat apapun dia melawan keluarga Tantra akan menyingkirkan dia dan keluarganya pergi dari kota ini.

“Nanti ada uang mutasi yang di transfer ke nomor rekeningmu ya.” Ujar HRD tersebut ketika Kaili baru saja bangun dari duduknya.

Kaili menghentikan langkahnya dan menoleh.

“Tolong beritahu pada keluarga Tantra untuk tidak mengirimkan saya uang. Saya tidak butuh uang yang mereka berikan, saya dan keluarga saya akan diam-diam pergi dari sini.” Ucapnya sambil melangkah pergi dari dalam kantor, isi kepalanya berantakan sekarang.

Namun setidaknya dia tidak diputus kontrak begitu saja, dia masih bisa berusaha untuk membiayai keluarga kecilnya. Dia melangkah keluar kantor tanpa membereskan apapun di meja kerjanya, langkah demi langkah itu membuat airmatanya jatuh.

Di pojok ruangan dia berjongkok, menangis dengan tersedu-sedu.

Dia tidak pernah berpikir apa yang terjadi padanya sekarang adalah nyata, seperti di sebuah sinetron TV yang dia tonton anaknya diperlakukan seperti sebuah barang usang yang sudah tidak dipakai lagi.

Dia mengelap airmatanya, dengan langkah pasti dia keluar dari ruangan tersebut.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PUTRI TUNGGAL TUAN CEO   BAB 60

    Dirra menatap dirinya sendiri di depan cermin, dia baru saja memoles bibirnya dengan sebuah lipbalm berwarna merah muda yang samar. Tidak ingin terlalu mencolok, dia memilih warna yang tidak begitu nampak dari kejauhan.Dia juga merapikan rambutnya yang dikuncir, berulang kali dia menatap dirinya sendiri di depan cermin sampai Dalenna datang menghampirinya dengan tangan yang dia lipat di dada dan wajah yang berkerut.“Ibu kesana kemari terus depan kaca, memang ada apa di depan kaca?” Tanya bocah itu penuh telisik, bibirnya maju ke depan dan matanya menatap Dirra seolah menghakimi.Dirra terlonjak mendengar pertanyaan itu, dia mengutuk dirinya sendiri. Siang ini Nancy mengirimkannya pesan, memberitahu kalau Janggala akan makan malam dan tidur di rumahnya, dia tidak bisa menemani makan malam karena ada urusan ke Beijing.Dia langsung memikirkan makanan apa yang akan dia masak untuk Janggala, dan karena itulah dia jadi terbawa suasana.Per

  • PUTRI TUNGGAL TUAN CEO   BAB 59

    “Mungkin segitu aja yang bisa saya jelaskan untuk sekarang, selebihnya kalau ada masalah apapun bisa menghubungi sekretaris saya terlebih dahulu.” Janggala menutup rapat ketiganya hari ini, waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore ketika akhirnya dia ditinggalkan sendirian di ruang rapat yang besar.Siska membuka pintu ruang rapat ketika Janggala tengah menutup kedua matanya dengan tubuh yang menempel pada kursi, wanita itu membawa sebungkus makanan dari restoran cepat saji di sekitar untuk makan siang Janggala yang tertunda.“Pak, makan dulu..” Katanya sambil membuka kotak berisi roti isi sayur dan daging. Ada kotak salad juga dan minuman energi yang dikemas dengan sangat rapi.Janggala menghela napas, sebenarnya dia sudah muak makan-makanan seperti ini. Dia sedang ingin makan-makanan Indonesia rumahan.“Kenapa kamu gak belikan saya nasi?”Siska menoleh dan terdiam sesaat, “Tapi bapak suka menolak kalau say

  • PUTRI TUNGGAL TUAN CEO   BAB 58

    “Mencurigai?” Dalal —Ayah Lavani— menoleh pada Sivan yang tengah duduk di ruangannya dengan pandangan terkejut, wajah tuanya yang berkeriput itu mengerut dengan sempurna.Sivan tengah mengunjungi kediaman Lavani, semenjak dia dan keluarga Hanggara memiliki rencana untuk masuk dan mengambil alih keluarga Tantra, mereka tidak lagi bertemu di perusahaan JANJI HANGGARA.Terlalu riskan.Banyak faktor yang menyebabkan mereka beraktivitas diluar selain di kediaman pribadi keluarga Hanggara. Seperti biasanya, Sivan selalu datang setiap bulan selain untuk melaporkan progress rencana mereka juga membicarakan apa yang terjadi di keluarga inti maupun di kantor utama.Sivan baru saja memberitahu Dalal perihal kecurigaan Lavani mengenai Nancy yang tengah menyelidiki keduanya.“Saya rasa mama sudah mendapatkan berkas mengenai tragedi JANJI HANGGARA dan TANTRA WIBAWA beberapa tahun lalu kemudian memberitahukan hal itu pada Janggala, k

  • PUTRI TUNGGAL TUAN CEO   BAB 57

    Lavani baru saja landing ketika dia menghidupkan ponselnya dan mendapat beberapa notifikasi pesan yang kebanyakan berasal dari pekerjaan. Ada beberapa telepon masuk dari klien serta Sivan dan satu nama membuat dia berhenti, Janggala?Selama pernikahan mereka yang sudah hampir lima tahun tidak pernah sekalipun pria itu meneleponnya ketika dia pergi untuk urusan ‘bisnis’ keluar negeri, ini kali pertamanya pria itu beberapa kali menelepon.Lavani mengerenyitkan dahinya sambil terus berjalan untuk mengambil koper, selesai dengan urusan koper dia menuju pintu keluar dan lagi-lagi dia dibuat terkejut.Pria tinggi itu melambaikan tangannya dengan senyum lebar di wajahnya, Janggala.“Gala?” Lavani berkata, mendekat ke arah Janggala sambil menyeret kopernya.“Kamu baca pesanku?” Tanyanya, mengambil alih koper Lavani.“Belum, baru saja aku lihat ada pemberitahuan kamu meneleponku..”

  • PUTRI TUNGGAL TUAN CEO   BAB 56

    Janggala terjaga ketika telinganya mendengar suara-suara yang agak jauh, dia memicingkan matanya tatkala sinar matahari langsung menyorot wajahnya. Pantas saja dia merasa panas, seluruh tubuhnya kini bermandikan sinar matahari.Dia duduk di sofa, melepas jaketnya ketika dia menyadari kalau ini adalah rumah Dirra.Suara itu terdengar lagi, suara gelak tawa anak kecil. Tawanya begitu renyah.“Lenna bisa kok bu sendiri pasangnya..”“Gak boleh, ibu yang pasang. Walaupun jarumnya kecil, tetap bahaya..” Sahut Dirra.“Lenna ‘kan sudah besar!” Suara Dalenna kini terdengar dengan nada yang manja.“Oh, yang sudah besar tapi makan buah-buahannya gak pernah habis..”“Ibuuu!”Rengekan itu terdengar, percakapan ibu dan anak itu terjadi di ruang makan yang agak jauh ke dalam dekat dapur. Janggala mendengarnya dengan samar-samar, dia mengecek jam di dinding. Pukul delapan pagi.

  • PUTRI TUNGGAL TUAN CEO   BAB 55

    Dirra terbangun pukul tengah malam, sudah terbiasa mengecek gula darah Dalenna. Dia membuka matanya pelan dan turun dari kasur, malam ini anak itu meminta tidur di kamarnya sendiri.Ya, Nancy membuatkan kamar untuk Dalenna di rumah ini yang tentu saja selama di desa Permadani tidak dimiliki oleh Dalenna. Bocah itu berjingkrak riang ketika pintu terbuka, tempat tidur dengan hiasan menggemaskan, warna tembok dengan tone lembut, pojok membaca serta meja belajar cukup besar, ditambah ada banyak boneka yang besar dan lembut.“Bu, Lenna mau bobok di kamar Lenna..” Katanya ketika baru saja selesai menyikat gigi di kamar mandi Dirra.“Memang gak takut?”Dalenna terdiam sebentar kemudian menoleh menatap Dirra lekat-lekat, “Boleh tidak ibu temani Lenna dulu?”Dirra terkekeh geli, mata bulat itu menatapnya penuh harap, bahasa yang Dalenna pilih selalu santun buah dari meniru orang-orang di sekitar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status