Share

Bab 5

Author: Piemar
last update Last Updated: 2025-07-21 14:49:22

Mendengar teriakan Madam Mia, Ana langsung mencari cermin rias. Matanya membulat dan bibirnya menganga saat melihat wajahnya di sana.

“Apa yang terjadi pada wajahku?” gumam Ana dengan tak percaya.

“Apa kau merusak wajahmu dengan sengaja Ana?” kata Madam Mia langsung mendekat. Ia menilik wajah Ana dari jarak sangat dekat. Bahkan ia menyentuh bagian pipi kanan dan kirinya bergantian.

“Ough, gatal, Madam,” kata Ana dengan lenguhan pelan. Ia meringis kesakitan.

Madam Mia menghela nafas berat, “Jika Baginda Ratu tahu, kau—”

“Cepat obati dia dan rias!” 

Suara kharismatik terdengar. Baik Ana maupun Madam Mia langsung membungkukan badan mereka, menyapa sang ratu. 

Madam Mia mengangguk pelan seraya menjawab, “baik, Yang Mulia,”

Ratu Seraphina menatap Ana sebentar dengan tatapan yang rumit lalu pergi begitu saja meninggalkan mereka. Aneh, reaksinya datar.

“Ana, apa yang terjadi?” desak Madam Mia—masih kaget kenapa wajah Ana berubah mengerikan.

Ana mencoba mengingat kejadian semalam. “Madam, semalam ada sekitar tiga orang pria masuk ke kamar. Mereka tiba-tiba membekap mulutku. Setelah itu … aku tidak mengingat apapun. Aku hanya merasakan kalau wajahku gatal dan panas,”

Madam Mia menatap Ana dengan tatapan rumit. Gadis pelayan itu tidak mungkin berbohong. Dari sorot matanya ia bisa melihat kejujurannya. 

Namun semua penghuni istana menutup rapat mulut mereka ketika mendengar kondisi wajah sang putri yang bengkak, penuh ruam dan mengerikan. Bahkan ke dua matanya yang biasanya indah tampak segaris. Semua orang yang melihatnya mungkin akan bergidik ngeri, jijik hingga ingin muntah.

Gosip istana pun mulai terdengar memanas dan semakin liar. Mereka mengaitkan apa yang terjadi pada sang putri berhubungan dengan kutukan. Mungkin kerajaan Velmont memang tidak ditakdirkan bersatu dengan kerajaan Ravensel.

Sebaliknya, Ratu Seraphina sama sekali tidak terusik dengan kondisi wajah Ana. Pernikahan akan tetap berlanjut. Ana tetap dirias oleh kepala pelayan kepercayaan ratu, Madam Mia sesuai rencana.

Di depan altar, pemuka agama berdiri dan bersiap-siap memimpin prosesi pernikahan. Di depannya sepasang calon pengantin berdiri dengan perasaan yang aneh. Bukan pernikahan karena cinta. Tapi … pernikahan karena kepentingan kerajaan.

Pangeran Leonhart tampak gagah dalam balutan resmi jubah hitam dengan emblem kerajaan, gambar seekor singa keemasan yang tengah berdiri tegak, cakar depannya mencengkeram dua pedang bersilang, dan di atas kepalanya bertengger sebuah mahkota bertatah permata merah. Sementara itu Ana terlihat anggun dalam balutan gaun pengantin putih yang menjuntai hingga ke lantai. Mahkota kecil bertengger di atas kepalanya yang berbalut veil hingga menutupi wajahnya.

Satu tarikan nafas tertahan sesaat janji suci ikatan pernikahan terucap. Tidak ada ciuman ataupun tatapan mesra dari sang mempelai pria pada mempelai wanita. Hanya ada tatapan intimidatif sang pangeran pada wanita yang kini menjadi permaisurinya.

“Menarik, semua orang merayakan kebohongan,” bisik Pangeran Leonhart tepat ke sisi wajahnya. Ana menahan nafas, gugup.

Gadis malang itu memilin jari jemarinya. Ia berkata lirih. “Maaf, apa maksud Yang Mulia,”

Pria bertopeng phantom itu mendesis pelan. Sudah ketahuan menipunya, masih berusaha menutupi kebohongannya.

Pangeran Leonhart berkata dengan nada dingin, “Aku tahu kau bukan Putri Velmont. Kau hanya seorang pelayan rendahan–”

Tubuh Ana bergetar. Namun … air yang sudah tumpah tak bisa ditadah kembali. Ia memilih bungkam seribu bahasa.

Beberapa detik kesunyian yang ia rasakan. Saat mendongak, Ana hanya bisa merasakan sentuhan jubah sang pangeran yang menyapu lantai. Punggung kekarnya sudah menjauh. Meninggalkan pengantin wanita yang menyedihkan.

Acara pesta berlangsung meriah hingga malam. Keesokan harinya Ana langsung diboyong ke tempat tinggal Pangeran Leonhart. Tidak ada perpisahan yang berarti. 

Mereka menaiki kereta kuda mewah berlambang kerajaan Ravensel. Selama perjalanan hening. Ana duduk terpisah dengan sang pangeran. Ia sendirian, tak seperti putri lain yang ditemani dayang mereka. Tentu saja, Ana hanyalah pengantin pengganti. Ia bukan seorang putri.

Suara derit roda yang beradu dengan kerikil terasa seperti detak waktu yang menuntunnya menuju tempat terasing. Perjalanan panjang yang melelahkan itu akhirnya berakhir. 

Mereka tiba di kastil milik Pangeran Leonhart. Kastil yang terletak di hutan Ebony, hutan kematian karena pepohonannya terbakar habis, tanahnya menghitam dan keras.

“Hutan ini seperti Pangeran Leonhart,” gumam Ana tatkala ia mengintip di balik tirai sebelum ia turun dari kereta kuda.

Seorang pengawal mengulurkan tangan saat Ana hendak turun. Namun sang pangeran langsung memekik. “Dia tidak pincang. Dia bisa jalan sendiri,”

Suara keras Pangeran Leonhart semakin membuat Ana mengecil. Saat ini ia begitu penasaran, apa rencana pria itu tetap membawanya ke tempatnya padahal sudah tahu jika dirinya bukan Putri Clarissa.

Apakah ia akan dihabisi di ranjang pengantin itu dengan sebilah pedang? Apalagi setelah tahu wajahnya terlihat mengerikan.

Berbagai pikiran buruk berseliweran di kepala Ana. Tanpa sadar, Ana diam mematung di atas jalan berbatu cukup lama. Pangeran Leonhart sudah lebih dulu masuk gerbang istana gelap itu.

Sang pengawal menuntunnya masuk. Sambutan yang pertama kali ia lihat adalah pemandangan gerbang kastil yang terlihat gelap dan kelam, terbuat dari besi tempa. Benar-benar menunjukan karakter The Black Phantom yang misterius.

Seorang pelayan wanita paruh baya langsung menyambut kedatangannya. Ia mengantarnya ke kamar pengantin. 

Kamar pengantin yang sudah dirias sedemikian rupa untuk pengantin baru. Sebuah kamar bergaya aristokrat dengan jendela raksasa menghadap hutan.

Ana menelan salivanya susah payah tatkala tatapannya jatuh pada ranjang mewah itu. Entah apa yang akan terjadi malam nanti. 

Suara deheman Pangeran Leonhart mengusik indera pendengaran Ana. Sontak, Ana menoleh ke arahnya. Sial, pangeran itu justru mendekat.

“Ana Merwin?”

Ana mengerjap. Pangeran itu sangat cerdas dan ratu begitu naif merasa paling pintar mengelabuinya. Bibir Ana bergetar, ingin bersuara, namun lidahnya mendadak kelu. Tenggorokannya tercekat udara. 

Namun Ana harus bisa mengatasi situasi pelik itu. Ia terlihat menghela nafas pelan. “Yang Mulia—”

“Tidak usah pura-pura hormat padaku!” sela Pangeran Leonhart cepat. Tatapannya mengguliti tubuh Ana dari pucuk kepala hingga kaki.

Gadis itu memiliki kulit yang bersih dengan pinggang yang ramping. Sekilat mirip sekali dengan Putri Clarissa. Naasnya, Pangeran Leonhart orang yang teliti. Ia pernah bertemu sekali dengan Putri Clarissa saat acara ulang tahun Raja Edric, ayahnya. Putri itu memiliki tanda lahir di lengan kirinya. 

“Kau sudah menjadi istri. Bukankah kau harus membuka veilmu?” kata Pangeran Leonhart dengan suara yang dingin menusuk.

Cengkraman Ana pada gaunnya semakin erat. Sontak, ia berjalan mundur. 

Namun tangan Pangeran Leonhart terulur menarik veil tipis dalam sekali hentakan. Wajah Ana tersingkap di bawah cahaya senja yang redup.

Ia menatapnya. Namun bukan dengan kekaguman. Wajahnya justru mengeras dengan rahang yang menegang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PUTRI YANG TERTUKAR   Bab 273

    Ana akan meminta penjelasan pada Leon malam ini. Sayangnya, Leon pulang larut malam, Ana sudah lebih dulu tidur. Keesokan harinnya, Leon menghela napas pelan melihat pemandangan setiap pagi hari. Seperti biasa, Ana bangun dan duduk di sofa yang berada tak jauh dari ranjang besar milik mereka. Wajahnya pucat, rambutnya berantakan dan tubuhnya terlihat lesu. Ia menggenggam tepi meja dengan keras, tubuhnya membungkuk saat merasakan gelombang mual dari perutnya. Namun ia tampak berusaha mengendalikan dirinya. Di depannya semangkuk bubur gandum dan air minum sudah tersedia. Ana kini lebih sering sarapan di kamar karena kondisinya tak memungkinkan jika berbaur di aula makan bersama Raja Edric. Bubur kesukaannya itu tampak tidak menggugah selera. Baunya tak sedap. Dan, sialnya, bau itu justru mengundang rasa mual yang ditahannya sedari tadi. “Kenapa?” Leon menghampirinya, melihat Ana yang sama sekali tidak terlihat ketertarikan pada bubur gandum dengan kaldu ayam itu. Ia meringis dan m

  • PUTRI YANG TERTUKAR   Bab 272

    Malam itu, hutan Blackwood tampak mencekam. Tidak hanya karena binatang buas yang berkeliaran di sana. Namun ada hal yang lebih berbahaya dan mengancam. Pasukan Dragoria yang terkenal karena kekejamannya sedang mencari seorang putri dari Velmont Raya yang tengah melarikan diri. Clarissa kini menjadi target buruan, setelah ia nekat memutuskan kabur dari upacara pernikahannya. Setiap langkahnya di hutan dipantau bayangan, dan para penjaga kerajaan mulai menyebar untuk mencarinya.Beruntung Lord Cedric menjalankan tugasnya, ia berhasil menyelamatkan Clarissa sementara. Pertama dari aksi binatang buas. Lalu ke dua, pasukan Dragoria. Lord Cedric berhasil membawa Clarissa bersamanya. Sesaat, Clarissa mendapat perlindungan. Di tengah hutan Blackwood Lord Cedric berlari ringan dan hati-hati melewati pepohonan sembari menggendong Clarissa. Ia tidak mengalami kesulitan saat menggendongnya sebab gadis itu tampak mungil di matanya. Mungkin baju zirah lebih berat dari bobot gadis itu. Hembusan

  • PUTRI YANG TERTUKAR   Bab 271

    Malam itu suasana balairung istana Velmont tampak sangat indah. Tempat itu sudah disulap menjadi tempat upacara pernikahan Clarissa dengan pangeran Thorian dari kerajaan Dragoria.Dekorasi bebungaan berwarna-warni memenuhi setiap sudut ruangan, sedangkan bunga lili yang merupakan lambang resmi Velmont Raya ditata indah di sepanjang lorong dan pilar marmer.Di atasnya, ribuan lilin yang menyala dalam chandelier kristal menggantung anggun. Cahaya temaramnya memantul pada dinding dan lantai batu, memberikan kilau hangat yang menyoroti podium tempat upacara agung itu akan dilangsungkan.Di kamar pengantin, Clarissa sudah tampak cantik dalam gaun berwarna putih yang menampilkan siluet tubuhnya yang sempurna. Rambutnya juga sudah ditata, disanggul model Braided Crown. Rambutnya dikepang melingkar seperti mahkota di

  • PUTRI YANG TERTUKAR   Bab 270

    Sore itu Mary merasa aneh kenapa dia tidak bisa bertemu dengan Ana. Padahal ia ingin berpamitan padanya. “Ibu, kenapa melamun?” tanya Isabella melihat ibunya diam menatap keluar jendela di balik tirai kereta—yang membawa mereka pulang hari itu. Mary memang tidak berniat untuk menginap setelah melihat reaksi kakak sepupunya–Raja Edric yang terlihat dingin pada mereka. Apalagi reaksi Leon yang jelas menolak kehadiran putrinya. Mendengar suara putrinya, Mary menoleh. “Ibu tidak bisa berpamitan dengan Lady Ana. Mungkin dia masih marah padamu,”Isabella mendengus pelan, tatapannya menajam tertuju pada ibunya. “Kenapa Ibu cari muka di depan Raja Edric dan Leon? Sudah jelas Leon tidak suka kedatangan kita. Aku menyesal datang.”Mary mencondongkan tubuhnya, mengamati wajah putrinya yang seolah tanpa dosa. “Kau pikir Ibu cari muka? Kau memang harus mencuci hatimu dengan air suci! Kepalamu diisi dengan pikiran buruk,” Wanita itu mengibaskan kipasnya, menatap kembali pada jendela kereta. Sem

  • PUTRI YANG TERTUKAR   Bab 269

    Raja Edric mengangguk pelan setelah mendengar permintaan maaf Lady Isabella. Permintaan maaf itu mudah dilakukan oleh siapapun. Namun pertanyaannya adalah permintaan maaf itu tulus dari hati terdalam ataukah hanyalah semacam formalitas demi menjaga hubungan yang baik dengan keluarga kerajaan?Suara Lady Isabella pecah, gemetar seperti badai. Ia menatap Raja Edric dengan tatapan yang berkaca-kaca, penuh penyesalan. “Yang Mulia, saya memohon maaf sebesar-besarnya atas kesalahan dan kekhilapan yang telah saya lakukan pada Pangeran Leon. Sungguh, saya menyesalinya.”Lady Isabella menunduk dalam. Air matanya jatuh tanpa diundang. Lady Mary mengusap punggung putrinya dengan lembut, memberikan dorongan kekuatan. Semoga saja ia bisa belajar dari kesalahannya di masa lampau dan mulai memperbaikinya. “Permintaan maafmu telah kudengar, Lady Isabella,” imbuh Raja Edric tenang. Nada suaranya sopan tetapi dingin. Namun jika orang sadar sikap dingin tapi tenang itu sangat berbahaya.Raja Edric mem

  • PUTRI YANG TERTUKAR   Bab 268

    Sebuah kereta dengan ornamen emas bermotif lilitan bunga mawar tiba di halaman istana Ravensel. Seorang wanita berambut keperak-perakan disanggul turun dibantu oleh seorang pengawal. Ia membetulkan syal yang melilit lehernya tepat kakinya baru mengayun beberapa langkah di halaman istana Ravensel.Ia bergumam sembari menyebarkan pandangannya ke segala sudut. Helaan napas ringan lolos dari bibirnya saat tatapannya terpaku pada pilar-pilar istana Ravensel yang megah dan raksasa. Ia merasa seperti seekor kelinci melihat betapa besar kekuasaan Ravensel di negeri Barat. “Sudah enam kali musim panas aku tak datang kemari,” gumamnya lirih, senyum tipis tergurat di wajahnya. Ia menyerahkan tas kecil yang ditentengnya kepada dayang setianya. Lalu ia menoleh ke arah belakang. Dahinya berkerut membentuk lipatan kertas. “Bella belum turun?” tanyanya pada dayang setianya. Dayang mengangguk lalu menjawab pelan. “Belum Nyonya.”Lady Mary, wanita berusia enam puluh lima tahun itu mendecak pelan. Ia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status