Share

Bab 4

Auteur: Piemar
last update Dernière mise à jour: 2025-07-20 18:55:08

Malam itu, di kamar, Ana duduk memeluk lututnya di tepi ranjang. Tangan lentiknya menggenggam liontin berukiran bunga lily yang berkilauan indah. Ia bisa melihat pantulan wajah cantiknya dari sana.

Oh, Tuhan, apa yang harus aku lakukan?

Berbagai doa melangit. Berharap ada keajaiban datang.

Mata Ana terasa panas. Ia tidak bisa membayangkan dirinya akan menikah dengan pangeran keji dan buruk rupa. Menikah dengannya sama seperti menggali kuburannya sendiri.

Seketika ingatannya berlabuh pada hari di mana sebelum ia dipanggil pihak istana untuk datang. 

“Ana… kau punya hak untuk tahu ini.”

Suara parau itu datang dari seorang wanita tua bersurai keperak-perakan yang tengah berdiri di bangku kayu dekat pintu dapur istana. 

Tangannya gemetar saat membawa sebuah kotak kayu berbahan walnut dengan pengait dari logam yang sudah berkarat tergerus waktu.

Ana menoleh tatkala mendengar suaranya. Sontak, ia menghentikan pekerjaannya. Ditaruhnya periuk berisi sup daging yang baru saja diangkatnya. 

 “Bibi Martha?” Ana menyipitkan mata. “Mengapa Anda di sini?”

Wanita berusia setengah abad itu mengulum senyum. Wajahnya dipenuhi keriput, tubuhnya dibalut mantel rajut yang lusuh, namun matanya seperti danau yang menyimpan rahasia.

 “Aku sengaja datang dari panti Westmere,” katanya pelan. “Tempat kau dulu ditemukan.”

Hati Ana mencelos. Nama Panti Westmere—selalu membawa memori yang emosional dalam pikirannya. “Aku tak mengerti… Bibi,”

 “Ibu pengurusmu dulu, Nyonya Elia, menitipkan ini padaku. Ia sakit parah dan… tidak sempat memberikannya padamu sebelum meninggal sebulan yang lalu,” paparnya seraya mengangsurkan kotak itu pada Ana.

Netra Ana berkaca-kaca saat mendengar kabar duka itu. Helaan nafas berat lolos dari bibirnya. Tak berselang lama ia menerima kotak itu dengan perasaan yang berkecamuk. 

Ana perlahan duduk dengan pundak yang luruh, tangan gemetar saat menyentuh kotak kayu itu. Ukirannya sederhana, tapi di tengahnya terpatri lambang bunga lily berkelopak tujuh.

Bibir Ana bergetar lalu bersuara lirih. “Kenapa tidak ada yang memberitahuku? Sebulan yang lalu, aku keluar istana, Bibi. Andai aku tahu itu hari terakhir Bu Elia, pasti aku sempat mengucapkan selamat tinggal untuk beliau—”

Ada rasa getir menyelinap di hati wanita itu tatkala melihat Ana yang terlihat bersedih hati. Bagaimanapun, Bu Elia sudah ia anggap ibunya sendiri. Ia tidak akan pernah melupakan semua kasih sayang dan perhatiannya.

Ana memang sudah meninggalkan panti tiga tahun lamanya. Ia sudah menjadi koki istana semenjak ia bekerja di restoran wilayah Utara kerajaan Velmont.

Tatapan Bibi Martha terpacak pada kotak itu. “Dia bilang, ini milikmu sejak bayi. Diselipkan dalam selimutmu saat kau ditinggalkan di gerbang panti.”

Mengusap air matanya yang lancang luruh begitu saja, Ana membuka kotak itu perlahan. Di dalamnya ada sebuah liontin batu hijau jamrud berukir lambang bunga lily dan sepotong kertas tua dengan tinta yang hampir pudar.

Ana memegang liontin itu dengan perasaan getir. Rasa dingin menjalar di telapak tangannya, namun ada sesuatu yang aneh, rasa familiar. Seperti pernah merasakannya... jauh sebelum ia bisa mengingat apa pun.

“Kau mungkin bukan hanya gadis panti biasa, Ana,” gumam Bibi Martha. “Dan lambang itu… aku pernah melihatnya disulam di pakaian-pakaian kerajaan.”

Ana menatapnya, ternganga. “Apa maksud Bibi?”

Bibi Martha menghela nafas. “Entahlah, Ana. Aku tidak tahu menahu banyak hal tentang dunia apalagi istana. Anak-anak tak dibuang dengan benda seperti itu—kecuali ada sesuatu yang ingin disembunyikan.”

Ana memejamkan mata sejenak. Suara kayu bakar berderak pelan menjelma Dejavu—yang memaksanya untuk menggali ingatan sewaktu ia masih kecil.

“Kenapa baru sekarang?” bisiknya seraya membuka matanya, menatap dunia yang kini tak lagi sama.

“Karena dunia ini tak selalu memberi kita waktu yang tepat,” jawab Bibi Martha. “Mungkin sudah saatnya kau tahu siapa dirimu sebenarnya.”

Ana memandangi liontin itu dalam. Mungkin, liontin itu adalah salah satu kunci baginya untuk menemukan identitas aslinya.

 “Apakah ke dua orang tuaku bangsawan di kerajaan Velmont?” gumam Ana dengan bibir yang gemetar. 

.

.

.

Waktu pernikahan Putri Clarissa dan Pangeran Leonhart dipercepat atas titah sang ratu. Sejak Raja Alric dilanda sakit, tanggung jawab atas roda pemerintahan sebagian besar beralih ke tangan Ratu Seraphina.

Semua pelayan terlihat sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Kepala pelayan membacakan gulungan perkamen berisi daftar tamu undangan. Sementara itu para koki dapur sibuk menyiapkan bahan makanan yang akan dihidangkan saat acara berlangsung; daging rusa, angsa, gandum dan bahan mentah lainnya.

Dari balkon kamarnya, sang ratu mengawasi mereka semua dengan seksama. Tidak boleh ada yang terlewat sedikitpun. Ini demi reputasi kerajaan.

Sisi lain, Ana tersenyum getir di balik jendela kamar pelayan di lantai atas. Ia bahkan dikurung, tak diijinkan keluar kamar. Ia tidak lagi bekerja sebagai koki dapur. Ia adalah calon permaisuri Pangeran Leonhart. Tanpa sadar air matanya luruh tatkala melihat pemandangan itu di balik jendela kayu.

Namun saat ia menatap liontin yang dipasang di kalungnya, senyum samar terbit di wajahnya. Ada secercah harapan di hatinya, mungkin ketika ia masuk ke dalam keluarga kerajaan, ia bisa mencari tahu asal usulnya. Sesaat perasaan tenang menyelimuti hatinya yang gusar. 

Hari yang dinantikan tiba. Esok adalah hari pernikahan Putri Clarissa dan Pangeran Leonhart. Malam hari, Ana tidak bisa tidur nyenyak. Ia hanya berguling di atas dipan ke kanan dan ke kiri. 

Suara derit pintu terdengar. Ana menoleh dengan mata yang memicing kaget bercampur takut. Gegas, ia berdiri saat melihat bayangan hitam orang bertubuh tinggi melesak masuk ke dalam kamarnya. 

Salah satu pria mendekat saat melihat ternyata Ana bangun. Saat Ana hendak berteriak minta tolong, pria itu membekap mulutnya dengan tangannya.

“Mmmmph,” gumam Ana tak terdengar. Matanya perih. Tubuhnya berusaha meronta saat ke dua tangannya dikunci oleh ke dua pria lain.

“Cepat, oleskan!” kata salah satu pria ke pria berjubah hitam di depannya.

Ana berusaha sekuat tenaga melawan. Namun ia tak berdaya saat pria itu membungkam mulutnya dengan sapu tangan. Saat kesadarannya mulai menurun ia bisa merasakan cairan dingin dan berbau tajam menyapu wajahnya.

Keesokan harinya, kepala pelayan mendatangi kamar Ana untuk merias wajahnya. Madam Mia tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya saat melihat wajah Ana Merwin!

“Ana, kenapa dengan wajahmu?” 

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • PUTRI YANG TERTUKAR   Bab 6

    Di istana Kerajaan Velmont, Ratu Seraphina berjalan bolak balik dengan gelisah. Ia sedang menunggu kabar dari kastil Pangeran Leonhart.“Bagaimana? Apa Pangeran Leonhart membatalkan pernikahan?” tanya Ratu Seraphina pada Duke Arvin yang baru saja menyambanginya.Duke Arvin membungkuk di hadapannya. “Maafkan hamba, Yang Mulia. Belum ada kabar apapun tentang hal itu. Hanya saja menurut informan, mereka baru saja tiba di kastil Pangeran Leonhart,” tukas Duke Arvin dengan hati-hati. Ratu Seraphina menghela nafas pelan. Perlahan ia kembali ke singgasananya. Ia duduk, menatap Arvin seperti menimbang hidupnya. “Leon pasti jijik melihatnya. Si pelayan buruk rupa itu pasti akan diusir, dan Velmont tidak akan punya alasan untuk menuntut balik mahar. Benar-benar ide gila. Tapi … apakah akan berhasil?”Duke Arvin tertawa pendek, pahit. “Rencanaku selalu berhasil, Yang Mulia. Kita tinggal tunggu saja waktunya. Tak mungkin Pangeran Leonhart menahan gadis itu lebih lama. Pilihannya … dia akan menge

  • PUTRI YANG TERTUKAR   Bab 5

    Mendengar teriakan Madam Mia, Ana langsung mencari cermin rias. Matanya membulat dan bibirnya menganga saat melihat wajahnya di sana.“Apa yang terjadi pada wajahku?” gumam Ana dengan tak percaya.“Apa kau merusak wajahmu dengan sengaja Ana?” kata Madam Mia langsung mendekat. Ia menilik wajah Ana dari jarak sangat dekat. Bahkan ia menyentuh bagian pipi kanan dan kirinya bergantian.“Ough, gatal, Madam,” kata Ana dengan lenguhan pelan. Ia meringis kesakitan.Madam Mia menghela nafas berat, “Jika Baginda Ratu tahu, kau—”“Cepat obati dia dan rias!” Suara kharismatik terdengar. Baik Ana maupun Madam Mia langsung membungkukan badan mereka, menyapa sang ratu. Madam Mia mengangguk pelan seraya menjawab, “baik, Yang Mulia,”Ratu Seraphina menatap Ana sebentar dengan tatapan yang rumit lalu pergi begitu saja meninggalkan mereka. Aneh, reaksinya datar.“Ana, apa yang terjadi?” desak Madam Mia—masih kaget kenapa wajah Ana berubah mengerikan.Ana mencoba mengingat kejadian semalam. “Madam, sem

  • PUTRI YANG TERTUKAR   Bab 4

    Malam itu, di kamar, Ana duduk memeluk lututnya di tepi ranjang. Tangan lentiknya menggenggam liontin berukiran bunga lily yang berkilauan indah. Ia bisa melihat pantulan wajah cantiknya dari sana.Oh, Tuhan, apa yang harus aku lakukan?Berbagai doa melangit. Berharap ada keajaiban datang.Mata Ana terasa panas. Ia tidak bisa membayangkan dirinya akan menikah dengan pangeran keji dan buruk rupa. Menikah dengannya sama seperti menggali kuburannya sendiri.Seketika ingatannya berlabuh pada hari di mana sebelum ia dipanggil pihak istana untuk datang. “Ana… kau punya hak untuk tahu ini.”Suara parau itu datang dari seorang wanita tua bersurai keperak-perakan yang tengah berdiri di bangku kayu dekat pintu dapur istana. Tangannya gemetar saat membawa sebuah kotak kayu berbahan walnut dengan pengait dari logam yang sudah berkarat tergerus waktu.Ana menoleh tatkala mendengar suaranya. Sontak, ia menghentikan pekerjaannya. Ditaruhnya periuk berisi sup daging yang baru saja diangkatnya. “B

  • PUTRI YANG TERTUKAR   Bab 3

    Ratu Seraphina menelan salivanya. “Kau?” tanyanya tak bisa menyembunyikan rasa semburat penasaran sekaligus keterkejutannya. Ini pertama kalinya ia melihat wajah Ana tanpa veil.Bergegas, Ana menunduk dalam. Ia juga tak kalah terkejut melihat reaksi sang ratu. Sebaliknya, ia mengira Ratu Seraphina begitu jijik dan benci melihatnya. ‘Tak mungkin! Matanya mirip …’ batin sang ratu dengan perasaan yang berkecamuk.Ratu Seraphina memangkas jarak di antara mereka. Tangannya terulur pada wajahnya namun segera ia menariknya kembali.“Yang Mulia, dia gadis yang menggantikan Putri Clarissa,” lapor Duke Arvin dengan nada hati-hati. Ia sedikit menunduk, tahu betul bahwa kabar ini bukan hal sepele. Ia hanya ditugasi mencari gadis yang mirip dengan Putri Clarissa.Berusaha menormalkan perasaannya, Ratu Seraphina berdiri membelakangi jendela besar aula timur, sorot matanya kosong menatap kebun mawar yang sedang mekar. Wajahnya tenang—hingga sulit ditebak apakah ia marah, sedih, atau curiga.Ana dud

  • PUTRI YANG TERTUKAR   Bab 2

    Ana menunduk dalam-dalam saat pangeran itu mendekat. Sial, justru langkah pria bertubuh tinggi besar itu berhenti… tepat di hadapannya. Jarak mereka hanya beberapa jengkal. Ana bahkan bisa merasakan hembusan nafasnya yang beraroma mint campur rosemary. Aneh, katanya wangi nafasnya bau bawang putih dan telur busuk. Tapi aroma nafasnya harum. Apalagi … ciumannya. Beberapa detik Ana mengusik pikiran itu. “Angkat wajahmu,” suaranya dalam dan dingin.Ana mendongak—hanya setengah. Sungguh, mendadak ia diserbu rasa takut bercampur gugup yang tinggi. Ada banyak ketakutan yang menyelimuti dirinya. Bagaimana kalau ia ketahuan bukan Putri Clarissa? Mungkin jasadnya akan berakhir di balairung eksekusi kerajaan.Pangeran Leonhart menatap gadis itu seperti ingin menyelami isi kepalanya. “Lebih tinggi.”Dengan ragu, Ana menengadah, menatap matanya. Seketika keheningan turun. Ana bisa melihat jelas tatapan gelap milik pangeran itu. Manik matanya berwarna hitam pekat seperti batu obsidian. Indah na

  • PUTRI YANG TERTUKAR   Bab 1

    “Jangan menatapnya terlalu lama. Kau bisa lupa siapa dirimu.”Ana mengangkat wajahnya dari cermin kecil di ruang rias. Suara itu datang dari pelayan tua di belakangnya—yang hari ini ditugaskan mendandani Putri Clarissa.Ana hanya menunduk dalam. Tangannya gemetar saat menyentuh bros emas yang tersemat di dada gaun birunya. Gaun itu bukan miliknya. Nama ini pun bukan miliknya. Tapi malam ini, ia akan melangkah ke tengah aula sebagai Putri Clarissa—dalam acara pertunangan politik yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.Semuanya demi sang Ratu. Ia merasa terjebak di sana. Padahal ia hanyalah seorang koki yang ditugasi untuk membuat kue tart ulang tahun untuk sang putri. Tak dinyana, tiba-tiba ia diseret masuk ke dalam ruang rias sang putri.Sebuah veil tipis menutupi wajahnya, menyamarkan identitas yang ia pinjam. Beberapa kali ia menghela nafas sesak. Ia tidak bisa melarikan diri seperti seekor kerbau yang dicucuk hidungnya. Takdir sedang mempermainkannya.“Yang Mulia menunggu di aula.

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status