Share

Cemburu Buta

Author: Soju Kimchizz
last update Huling Na-update: 2025-05-28 09:39:04

Pagi itu, udara masih menggigit kulit. Lokasi syuting kembali ramai dengan aktivitas para kru, kamera, dan tawa lelah yang masih terdengar di sela kesibukan. Di sisi lain area, tim dokumentasi sudah bersiap untuk mengambil gambar behind the scene—bagian penting dari promosi yang akan disebarkan ke media sosial dan kanal resmi drama.

Namun, satu hal yang mencolok adalah ketidakhadiran Han Jiwon di kamera belakang layar. Ia lebih sering menghabiskan waktu di dalam mobil van-nya, menjauh dari sorotan kamera yang bukan milik drama.

"Hyung... kamu tahu kan aku gak nyaman tampil di kamera saat nggak akting?" ucap Jiwon sambil menyenderkan kepala di jok belakang, menatap langit-langit van.

Yoon Chan menutup pintu mobil dengan sedikit keras, napasnya terdengar berat. "Jiwon. Kamera behind the scene itu bagian dari promosi. Salah satu senjata utama untuk membangun fanbase dan menarik minat penonton!"

Jiwon hanya menoleh tanpa menjawab.

"Lihat drama-drama lain! Pemeran utamanya akrab, seru, banyak momen lucu. Fans suka itu, mereka makan semua momen kedekatan aktor! Kamu dan Sera—kalian pemeran utama! Tapi kamu selalu menghindar, seperti ini," suara Yoon Chan meninggi, tapi jelas diwarnai frustrasi.

"Aku paham, Hyung..." ujar Jiwon pelan. "Tapi hari ini, aku benar-benar nggak ingin."

Yoon Chan menggeleng cepat. "Tidak ada alasan. Kamu terlalu membiarkan emosimu bermain. Ini pekerjaan, Jiwon. Bukan tentang apa yang kamu mau atau nggak mau!"

Sebelum Jiwon bisa membalas, Yoon Chan sudah membuka pintu mobil, lalu memberi isyarat pada Sera dan kameramen yang sedang menunggu di luar. "Masuklah. Kita ambil footage singkat."

Sera melangkah masuk ke van dengan senyum profesional. Wajahnya cantik dalam balutan riasan ringan, tapi mata itu... menyiratkan ketidaknyamanan yang sama. Mungkin ia juga tahu bahwa yang akan mereka lakukan sekarang adalah akting... bukan di depan kamera drama, tapi kamera kenyataan yang dibuat-buat.

"Jiwon, ayo. Coba buat suasana lebih santai. Ngobrol, bercanda. Sedikit saja cukup," desak Yoon Chan dari luar kamera, memberi isyarat ke kameramen untuk mulai merekam.

Jiwon menarik napas panjang, lalu memaksa senyum ke arah Sera.

"Hai... kamu sudah sarapan?" sapanya datar.

Sera menoleh, ikut memalsukan tawa kecil. "Sudah. Kamu?"

Percakapan itu berjalan kaku. Meski kamera berputar, tak ada chemistry yang mengalir alami. Setiap detik terasa seperti drama yang dipaksakan. Bukan untuk layar kaca... tapi untuk mengisi feed media sosial.

Di luar van, Yoon Chan mengamati dari layar monitor kecil. Wajahnya tidak puas. Dia tahu betul—apa yang direkam hari ini takkan menyentuh hati penonton. Karena tidak ada kejujuran di dalamnya.

Sementara itu, di dalam van, mata Jiwon sempat melirik ke kejauhan—mencari sosok Hana di antara kerumunan. Tapi yang ia temukan hanya bayangan tubuhnya sendiri di kaca jendela. Dan bayangan itu... terasa kosong.

Setelah Sera keluar dari mobil van, atmosfer di dalamnya mendadak menegang lagi. Yoon Chan masuk sambil menghembuskan napas berat, lalu langsung mulai mengomel seperti mesin yang baru saja dinyalakan.

"Fokus, Jiwon! Tolong fokus! Aku sudah cukup pusing ditelepon agensi setiap hari, dan sekarang ibumu ikut-ikutan mencemask—"

Kalimat itu menggantung. Jiwon tak lagi mendengarkannya.

Pandangan matanya melekat pada sosok Hana di kejauhan. Seorang pria tinggi, mengenakan jaket hitam tebal dan membawa dua tray penuh gelas kopi, baru saja datang menghampiri Hana. Senyum lebar Hana menyambutnya. Tatapan mereka... terlalu akrab. Terlalu nyaman.

"Siapa pria itu?" gumam Jiwon, seolah bicara pada dirinya sendiri.

Yoon Chan menatapnya tajam. "Jiwon! Apa kau tidak mendengar satu pun dari yang aku katakan tadi?!"

Jiwon tetap tak mengalihkan pandangannya.

"Itu mungkin saja pacarnya!" tukas Yoon Chan, frustasi, sebelum membuka pintu van dan keluar sambil menggerutu sendiri, "Ya Tuhan, bocah ini benar-benar bikin aku gila."

Jiwon tetap diam, matanya tak lepas dari pemandangan di kejauhan. Pria itu sekarang menyerahkan satu gelas kopi ke Hana, lalu menepuk ringan kepalanya sambil tertawa. Reaksi Hana? Tertawa lepas. Seolah mereka punya cerita yang hanya mereka berdua pahami.

Perut Jiwon terasa seperti diremas. Cemburu? Ia tidak tahu pasti. Tapi dadanya panas.

"Oke... kamera behind the scene, ya? Baik," ucap Jiwon, berdiri cepat. Sorot matanya berubah. "Kalau itu yang kalian mau... akan aku tunjukkan."

Ia keluar dari van, mencarinya—kamera behind the scene yang masih berada di sudut lokasi, merekam aktivitas seadanya. Begitu menemukannya, ia langsung menarik Sera mendekat. Tanpa aba-aba, ia merangkul bahu Sera, membisikkan lelucon, lalu tertawa keras-keras. Canggung, tapi cukup untuk menarik perhatian siapa pun yang melihatnya.

Kameramen segera mengarahkan lensa. Mereka senang akhirnya punya momen hangat antara dua pemeran utama.

Tapi bukan itu yang diinginkan Jiwon.

Matanya, dari sudut paling tersembunyi, melirik ke arah Hana—berharap mendapatkan sedikit reaksi.

Namun, Hana hanya melihat sebentar, tanpa ekspresi, lalu dengan santai menyerahkan kopi terakhir ke salah satu figuran dan melangkah pergi dari area syuting. Tidak marah. Tidak peduli. Hanya... biasa saja.

Jiwon menghentikan tawanya. Lengan yang tadi menggantung di bahu Sera perlahan turun. Senyum pura-pura itu pun lenyap.

Untuk pertama kalinya hari itu, ia merasa... kalah.

———

Sementara jauh dari area set yang sibuk dan penuh teriakan teknis, suasana di bawah pohon rindang itu terasa berbeda—lebih tenang, lebih personal. Udara dingin menusuk tulang, tapi tak menghalangi kehangatan di antara dua orang yang kini duduk bersisian di atas bangku kayu yang sudah mulai berembun.

Jungwon menepuk-nepuk kedua tangannya yang sedikit beku, lalu menyerahkan secangkir kopi hangat pada Hana. Wajahnya cerah, senyum kecilnya selalu punya cara membuat Hana merasa seperti gadis biasa—bukan figuran, bukan aktris yang sedang menapak awal, tapi hanya... Hana.

"Makasih udah datang jauh-jauh ke sini," ucap Hana pelan, namun tulus. Matanya menatap Jungwon dengan binar hangat.

Jungwon mengangkat alisnya, seolah menahan tawa. "Jelas aku harus datang. Hari ini hari ulang tahunmu. Kalau bukan aku, siapa yang akan ucapin duluan?" katanya sambil menyenggol bahu Hana dengan manja.

Hana terkekeh. "Jangan salah! Ayah dan adikku sudah kirim pesan tadi malam. Jadi kamu bukan yang pertama."

"Yah, minimal aku yang pertama datang langsung," balas Jungwon tak mau kalah, memasang wajah bangga seperti anak kecil yang baru menang main kelereng.

Tanpa banyak kata, Jungwon membuka cool box kecil yang ia bawa. Aroma manis kue stroberi dan gurih sandwich langsung menyebar, melawan hawa dingin malam.

"Kamu tampak kurus. Aku tahu lokasi syuting sering kasih makan asal-asalan, jadi aku bawain beberapa makanan," katanya, meletakkan kotak itu di bangku.

"Aku simpan di cool box biar awet, biar kamu bisa makan nanti juga. Ada sandwich ayam keju favoritmu, dan kue ulang tahun kecil. Jangan bilang kamu gak suka karena gak ada lilin," tambahnya, seperti seorang ayah yang mengomeli anaknya.

Hana menatap Jungwon sambil tersenyum geli. "Oke, terima kasih... ayah," katanya, menekankan kata terakhir dengan nada bercanda.

Mereka tertawa bersamaan. Bukan tawa canggung seperti yang sering terjadi di dunia akting, melainkan tawa dari ruang masa lalu yang pernah mereka miliki—dari kedekatan yang sudah terbangun bertahun-tahun, sebelum Hana mengejar mimpi besarnya ke dunia hiburan.

Namun di kejauhan, seseorang melihat mereka.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pacar Rahasia Sang Aktor   Pingsan Sendirian

    Sudah tiga hari sejak pertengkaran kecil di dalam mobil itu. Hana tidak menerima satu pun pesan atau telepon dari Jungwon—hal yang sangat tidak biasa bagi pria yang selama ini selalu menjadi orang pertama yang menanyakan kabarnya.Keheningan itu membuat dada Hana terasa sesak. Bukannya membaik, tubuhnya justru makin melemah. Tapi diam di rumah hanya membuat pikirannya makin kalut, dan satu-satunya tempat yang bisa memberinya sedikit rasa nyaman adalah coffee shop milik Jungwon.Dengan langkah lesu dan wajah pucat, Hana mendorong pintu masuk café yang terasa hangat dibanding udara luar yang dingin. Aroma kopi dan kayu manis menyambutnya, tapi tidak cukup kuat untuk mengusir dingin yang menggerogoti tubuhnya."Hei, Kak Hana!" sapa salah satu staf dengan senyum ramah.Hana membalas senyuman itu seadanya. "Jung ada di ruangannya, kan? Aku masuk ya."Staf itu terlihat ragu. "Eh, Kak... Pak Jungwon tadi pagi ke Busan."Langkah Hana langsung terhenti. "Busan? Kenapa nggak bilang?""Saya kura

  • Pacar Rahasia Sang Aktor   Jarak Tak Kasat Mata

    Hana baru saja menyelesaikan take adegannya untuk adegan pagi yang cukup emosional. Pipinya masih sedikit memerah karena terpaan angin dingin bercampur salju buatan. Ia menepi ke pojok tenda kru, menarik napas, lalu membuka jaket bagian dalam untuk meraih ponselnya.Begitu layarnya menyala, Hana terkejut melihat notifikasi pesan dari Jiwon—banyak sekali. Biasanya, Jiwon hanya mengirim satu atau dua pesan singkat. Tapi kali ini, pesan-pesannya muncul berurutan seperti seseorang yang sedang kalap. Ia membuka satu per satu.📲 Jiwon : Hana... kamu sudah sampai di lokasi syuting kah? Pakai pakaian tebal, salju akan turun.Hana tersenyum tipis. Terlambat, pikirnya. Ia memang sudah menggigil beberapa jam terakhir karena wardrobe-nya tak terlalu hangat.📲 Jiwon : Hana! Aku tahu kamu diantar sama Jungwon! Aku iri!!!!Kening Hana mengernyit. Kok tahu...? Lalu ia lanjut membaca.📲 Jiwon : Hana, kamu nolak aku bukan karena udah pacaran sama Jungwon kan?📲 Jiwon : Han... kalau kamu gak jawab y

  • Pacar Rahasia Sang Aktor   Drama Belakang Layar

    Hujan turun tipis pagi itu, seperti ingin mengiringi langkah terakhir Hana di lokasi syuting. Hari ini adalah penutup untuk perannya dalam drama yang diam-diam begitu membekas di hatinya—bukan karena karakternya, tapi karena seseorang yang tak sengaja menjadi pusat kekacauan emosinya.Senyuman para kru dan figuran lainnya mengiringi perpisahan kecil di ujung set. Tak ada pesta perayaan. Hanya beberapa pelukan hangat, ucapan terima kasih, dan sebotol kopi hangat yang diberikan oleh manajer figuran."Kamu akan langsung masuk jadwal produksi yang ini, ya. Besok udah bisa standby di lokasi baru," ucap manajer figuran sambil menyodorkan secarik jadwal.Hana mengangguk. "Terima kasih, sunbae. Aku akan datang tepat waktu."Namun di balik semua keheningan dan kepergian yang tampak biasa itu, ada satu orang yang tak siap membiarkan Hana benar-benar pergi.Sementara Hana menyembunyikan dirinya dalam rutinitas baru yang padat dan nomor yang selalu dalam mode diam, Yoon Chan berdiri canggung di d

  • Pacar Rahasia Sang Aktor   Penjara di Balik Romansa

    Udara pagi masih menusuk tulang saat Hana melangkah masuk ke lokasi syuting. Kabut tipis melayang-layang di udara, menambah nuansa dramatis pagi itu. Pipinya memerah, bukan karena riasan, melainkan sisa kedinginan semalam saat syuting adegan di bawah hujan buatan yang mengguyur hingga larut malam. Ia menarik napas pelan, mencoba menstabilkan detak jantung yang sedikit lebih cepat dari biasanya.Seorang manajer figuran mendekat cepat, tatapannya meneliti wajah Hana yang tampak sedikit pucat. "Kau nggak apa-apa, Hana? Hidungmu merah. Jangan-jangan masuk angin?"Hana tersenyum, menepis kekhawatiran yang terpancar dari mata manajer itu. "Aku baik-baik saja, kok. Mungkin cuma efek cuaca. Enggak perlu ubah jadwal, ya. Aku masih bisa lanjut."Belum sempat manajer itu membalas, terdengar suara ribut dari arah belakang. Beberapa kru menoleh, termasuk Hana. Yoon Chan datang tergopoh-gopoh, peluh di pelipisnya mengalahkan suhu dingin. Di tangannya ada dua kardus besar berisi botol-botol air mine

  • Pacar Rahasia Sang Aktor   Bukan Babu

    Rintik salju menyambut pagi Hana yang dingin. Hari ini adalah hari pertamanya syuting untuk drama Confidental yang akan ia perankan bersama Jiwon.Selama menuju halte, Hana terus memikirkan bagaimana caranya agar dia tampak profesional di hadapan Jiwon yang belakangan terus mengejarnya. Pandangannya tertuju pada iklan besar di seberang halte. Wajah Jiwon yang tampan di sana bahkan bisa membuat remaja di sekitarnya berfoto. Mereka sangat mengidolakan Jiwon. Lantas, bagaimana respon mereka kalau Jiwon menyukai seseorang yang jauh di bawah Jiwon? Baik dari segi karir, keuangan, keluarga. Apakah mereka masih mau bertahan menjadi penggemar Jiwon? Atau mundur perlahan dan Jiwon akhirnya kehilangan sinarnya?Kedatangan bus membuyarkan pikiran Hana. Ia pun masuk ke dalam bus dan membaca naskah agar syuting hari ini berjalan lancar. Kata demi kata Hana baca, sungguh membuat hatinya tersayat. Kisah cinta antara dirinya dan Jiwon di drama ini sangatlah pilu. Mereka berpisah bukan karena suatu ke

  • Pacar Rahasia Sang Aktor   Confidental

    Pagi itu, cahaya matahari menerobos perlahan melalui sela-sela gorden kamar sempit Hana. Ia menggeliat kecil, mencoba membuka matanya yang masih berat. Di luar jendela, langit Seoul tampak cerah, meski udara masih dingin di akhir musim dingin yang belum benar-benar hengkang.Ponselnya bergetar hebat di atas meja kecil. Getaran itu membangunkannya lebih cepat daripada alarm. Dengan mata setengah terbuka, Hana meraih ponsel dan melihat sebuah pesan baru dari manajer figuran agensinya.📩 Naskah baru untukmu, Hana. Kamu dapat peran figuran spesial. Cek email.Perasaan kantuknya langsung lenyap. Ia duduk tegak di tempat tidur, jantungnya berdetak lebih cepat. Hana membuka email dan menemukan file naskah bertanda “CONFIDENTIAL”. Dengan rasa penasaran dan semangat, ia mulai membacanya. Ternyata, ia diminta memerankan mantan kekasih dari karakter utama dalam drama terbaru yang akan diproduksi stasiun televisi besar.Meski hanya figuran, peran itu memiliki beberapa adegan penting—bahkan adega

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status