Menjadi figuran bukanlah impian Hana, tapi itu satu-satunya jalan yang bisa ia tempuh untuk bertahan hidup di Seoul. Di balik senyum sopannya saat bekerja paruh waktu di coffee shop dan berlatih akting di GoGo Agency, Hana menyimpan satu prinsip: jangan pernah terlalu dekat dengan bintang. Apalagi jika bintang itu adalah Han Jiwon, aktor ternama yang wajahnya menghiasi megatron dan botol soju di seantero kota. Namun, takdir justru mempertemukan mereka. Jiwon, yang awalnya hanya ingin membantu seorang figuran belajar akting, mendapati dirinya mulai menikmati kehadiran Hana—seseorang yang jujur, sederhana, dan tidak terpesona dengan popularitasnya. Sementara Jiwon mencoba mendekat dengan tulus, Hana justru mulai menjaga jarak. Ia tahu betul, berada di dekat bintang bisa membuatnya terbakar—oleh rumor, oleh harapan semu, dan oleh kenyataan bahwa dunia mereka tak pernah setara. Tapi bagaimana jika seseorang yang begitu tinggi justru ingin menunduk untuk mengenalmu lebih dekat? Dan bagaimana jika rasa itu tumbuh... meski Hana berusaha menolak?
view moreLangit Seoul pagi itu cerah, seperti mencerminkan perasaan Lee Hana yang meledak-ledak bahagia. Dengan ransel lusuh di punggung dan senyum tak henti di bibir, ia berdiri di depan gedung tinggi menjulang bertuliskan GoGo Agency—agensi impian yang selama ini hanya bisa ia lihat dari layar ponsel.
"Akhirnya..." bisiknya pelan, matanya berbinar menatap gedung megah dengan pintu kaca berkilau. Ini bukan lagi mimpi. Ini kenyataan.
Hari pertama Hana sebagai figuran resmi di GoGo Agency dimulai dengan perkenalan singkat di aula latihan. Puluhan wajah baru menatapnya saat ia melangkah ke depan, tapi Hana justru semakin percaya diri.
"Halo semuanya!" sapanya sambil membungkuk sopan. "Namaku Lee Hana. Aku senang sekali bisa bergabung di sini. Mohon bantuannya, ya."
Sambutan hangat dan tepuk tangan ringan mengiringi ucapannya. Beberapa mengangguk ramah, beberapa lainnya hanya tersenyum sekilas. Namun, satu suara terdengar lebih dekat—seorang gadis dengan rambut ikal kecokelatan dan ekspresi santai menepuk pundaknya pelan.
"Selamat datang, Hana. Aku Kang Mina," bisiknya setengah berkonspirasi. "Aku tahu GoGo Agency itu impian banyak orang, tapi percayalah... tekanan di sini bisa bikin kamu pengen kabur tiap minggu."
Hana terkekeh kecil. "Tenang aja, aku sudah terbiasa kerja keras. Yang penting, aku di sini."
Seorang atasan mendekat dan memberi perintah dengan suara tegas, "Mina, tolong antar Hana keliling. Biar dia tahu medan."
"Siap, sunbae!" jawab Mina cepat, lalu menarik lengan Hana dengan semangat.
Saat mereka berkeliling, Hana tak bisa menyembunyikan decak kagumnya. Interior agensi itu bak dunia lain—lorong putih bersih dengan poster bintang top di dinding, ruang latihan besar dengan cermin mengelilingi, hingga studio mini dengan pencahayaan profesional.
"Ini beneran kayak dunia drama ya..." gumam Hana, matanya tak berhenti bergerak.
"GoGo Agency bukan cuma agensi besar," ujar Mina. "Ini rumahnya para dewa hiburan."
Mereka berhenti di depan ruang latihan paling luas. Di balik kaca, tampak seorang pria tinggi dengan pakaian kasual serba hitam sedang membaca naskah, wajahnya serius, mata tajam seperti menembus kata-kata di tangannya.
"Lihat. Itu Han Jiwon," bisik Mina pelan.
Jantung Hana langsung berdetak lebih cepat. Han Jiwon. Aktor muda ternama, mantan idol trainee yang kini wajahnya ada di mana-mana—drama, iklan, bahkan billboard di jalan utama Seoul.
"Aslinya dia cuek dan jutek banget," lanjut Mina. "Tapi kalau di depan kamera? Prince Charming kelas dunia."
Hana tersenyum kecil. "Menurutku itu wajar. Aktor juga manusia. Nggak mungkin terus-terusan senyum 24 jam."
Mina meliriknya, lalu terkekeh. "Kamu beda dari yang lain. Biasanya fans-nya langsung histeris."
Hana hanya menatap Jiwon dari kejauhan. Bukan dengan tatapan berbinar penuh khayalan, tapi dengan rasa kagum yang tulus. Bukan karena ketenarannya, tapi karena kerja keras yang pastinya membawanya sejauh ini. Di titik itu, Hana tahu, mimpinya mungkin masih jauh... tapi ia sudah mengambil langkah pertamanya.
Dan langkah itu dimulai hari ini.
Setelah berkenalan di agensi, mereka bisa pulang.
Tentu saja Hana tidak langsung pulang ke kamar studionya, ia harus bekerja paruh waktu di coffee shop milik temannya, Jungwon.
Malam hari yang sunyi, setelah menyiapkan ice americano, ponsel Hana bergetar. Suara notifikasi dari grup chat Figuran GoGo Official langsung membuat jantungnya berdegup lebih kencang. Dengan tangan sedikit gemetar, ia membuka pesan itu.
[INFO CASTING]
Untuk drama saeguk terbaru produksi HBS: Dibutuhkan figuran perempuan untuk peran dayang istana. Nama-nama terpilih: 1. Kang Mina 2. Lee Hana 3. ...Matanya membelalak. Namanya ada di situ.
Dia membacanya lagi. Lalu sekali lagi. Benar—Lee Hana."Aaaaaa!" pekiknya pelan sambil menutupi mulut sendiri, tidak ingin menarik perhatian pelanggan di kafe. Senyum tak bisa ia sembunyikan, bahkan saat barista lain memandang heran.
Hana berlari ke kantor kecil di dalam coffee shop, tempat sahabatnya biasanya berdiam.
"Jungwon! Bolehkah aku pergi ke agensi sekarang juga? Ada info casting untuk dayang," kata Hana dengan antusias.
"Wow! Semangat sekali. Kalau begitu silahkan pergi Hana. Jangan lupa istirahat," ucap Jungwon.
Segera ia berlari keluar, menyeberang menuju gedung agensi dengan semangat membara, seolah udara dingin Seoul tak mampu menahan langkah cepatnya. Hatinya terasa meledak oleh kebahagiaan. Ini memang bukan peran utama, bahkan bukan peran pendukung—hanya seorang dayang di latar belakang. Tapi bagi Hana, ini lebih dari cukup. Ini kesempatan.
Sesampainya di aula latihan, para figuran sudah mulai berdatangan. Beberapa masih menguap, sebagian terlihat tak terlalu antusias. Tapi tidak dengan Hana. Wajahnya bersinar, matanya berbinar penuh semangat saat ia bergabung dengan kelompok. Kang Mina yang melihatnya datang langsung menyodorkan tangan untuk tos.
"Kamu masuk juga, Hana! Selamat!" ujar Mina, tersenyum lebar.
"Ya Tuhan, aku nggak nyangka. Ini pertama kalinya aku ikut produksi drama besar!" jawab Hana, hampir tidak bisa menahan suaranya.
Beberapa menit kemudian, seorang staf produksi memasuki ruangan dan mulai memberikan arahan. "Peran kalian sebagai dayang istana penting dalam menciptakan atmosfer kerajaan yang otentik. Kalian akan syuting di lokasi outdoor selama seminggu penuh. Harap bersiap dari pagi buta."
"Syuting di luar kota?" bisik Hana pada Mina.
"Iya, biasanya di provinsi Gyeonggi atau Jeonju. Pakai hanbok dari pagi sampai malam," jawab Mina.
Alih-alih mengeluh, wajah Hana semakin bersinar. Mengenakan hanbok, berdiri di set kerajaan, berjalan di antara aktor-aktor utama—itu seperti masuk ke dunia drama yang selama ini hanya bisa ia tonton dari balik layar. Sekilas, pikirannya melayang... bagaimana jika suatu hari, ia bukan hanya dayang, tapi wanita bangsawan dalam cerita?
"Aku harus latihan ekspresi kalem khas dayang, ya?" gumamnya pada diri sendiri, lalu mencoba berdiri tegak dengan tangan terlipat di depan perut, menunduk pelan seperti dalam drama.
Mina menahan tawa. "Baru dapet peran, udah totalitas. Tapi aku suka semangatmu."
Dan di dalam aula itu—penuh orang asing, mimpi yang sama, dan kemungkinan tak terduga—Lee Hana berdiri tegak. Ini bukan keberuntungan semata. Ini adalah hasil dari tekad, keberanian, dan keyakinannya sendiri.
Yang tidak ia tahu, drama saeguk itu akan menjadi titik balik hidupnya. Tempat pertama kalinya ia melihat dunia dari balik kamera...
Dan untuk pertama kalinya, bertemu langsung dengan Han Jiwon.
Syuting hari itu berakhir larut malam. Angin dingin menusuk masuk di sela-sela kostum tipis para figuran yang kini mulai berkemas, lelah dan menggigil. Namun di balik tenda kecil yang menjadi tempat berkumpul para figuran, ada suasana yang tak biasa—bukan hanya kelelahan, tapi sebuah getaran bahagia yang mencoba disembunyikan dalam keremangan cahaya.Hana, yang baru kembali dari toilet dengan rambut sedikit berantakan dan wajah letih, tertegun saat mendapati beberapa temannya berkerumun di sekitar meja kecil. Di atasnya, berdiri kue mungil dengan lilin yang menyala. Lampu tenda sengaja dipadamkan, menyisakan hanya cahaya lilin yang menari pelan, memberi warna hangat di tengah gelapnya malam.“Selamat ulang tahun, Hana!!” seru Mina riang, seperti meledakkan keheningan yang sedari tadi tertahan.Hana terdiam. Matanya membulat, lalu perlahan mulai berkaca-kaca.“Ini… buat aku?” tanyanya nyaris berbisik.“Tentu saja! Ayo tiup lilinnya! Kamu pasti bahagia banget hari ini karena pacar kamu
Pagi itu, udara masih menggigit kulit. Lokasi syuting kembali ramai dengan aktivitas para kru, kamera, dan tawa lelah yang masih terdengar di sela kesibukan. Di sisi lain area, tim dokumentasi sudah bersiap untuk mengambil gambar behind the scene—bagian penting dari promosi yang akan disebarkan ke media sosial dan kanal resmi drama.Namun, satu hal yang mencolok adalah ketidakhadiran Han Jiwon di kamera belakang layar. Ia lebih sering menghabiskan waktu di dalam mobil van-nya, menjauh dari sorotan kamera yang bukan milik drama."Hyung... kamu tahu kan aku gak nyaman tampil di kamera saat nggak akting?" ucap Jiwon sambil menyenderkan kepala di jok belakang, menatap langit-langit van.Yoon Chan menutup pintu mobil dengan sedikit keras, napasnya terdengar berat. "Jiwon. Kamera behind the scene itu bagian dari promosi. Salah satu senjata utama untuk membangun fanbase dan menarik minat penonton!"Jiwon hanya menoleh tanpa menjawab."Lihat drama-drama lain! Pemeran utamanya akrab, seru, ban
Hembusan angin pagi membawa aroma embun dan tanah basah. Cuaca perlahan berubah, menandakan musim dingin yang mulai mengetuk. Para kru mulai mengenakan jaket tebal, dan para figuran terlihat saling menghangatkan tangan dengan kopi sachet yang dibagikan seadanya.Di tengah hiruk pikuk lokasi syuting yang kembali aktif, Han Jiwon berdiri tak jauh dari monitor sutradara. Matanya memandangi satu titik—bukan layar, bukan naskah, tapi sosok gadis di pojok tenda figuran yang tengah meniup nasi dingin dari kotak makanannya.Lee Hana.Ada sesuatu dari gadis itu yang membuat pikirannya tak bisa diam. Bukan karena dia cantik luar biasa atau berperilaku menonjol. Justru karena kesederhanaan dan sikapnya yang... tulus. Tidak menjilat. Tidak mencoba menarik perhatiannya. Justru itu yang membekas di benaknya sejak malam di belakang bangunan itu."Hana," bisiknya lirih, seolah nama itu begitu pas di lidahnya."Hyung," ucapnya kemudian pada Yoon Chan, yang tengah asyik menyeruput kopi panas."Hm?""Bi
Udara malam mulai menggigit kulit, menyusup pelan ke balik jaket tipis Hana. Langit gelap pekat tanpa bintang, hanya diterangi lampu sorot sisa syuting yang masih menyala samar. Tenda-tenda kru dan pemain figuran kini sunyi, sebagian besar penghuninya sudah tertidur lelah setelah hari panjang yang melelahkan.Hana menggeliat di ranjang lipatnya yang sempit. Meski tubuhnya lelah, pikirannya terlalu penuh untuk bisa tidur. Ia memutuskan bangkit, mengenakan jaket dan menyelinap keluar. Mencari udara segar. Mencari ketenangan.Kakinya melangkah pelan, menyusuri lorong kayu set kerajaan yang kini kosong. Setiap langkah kakinya menimbulkan suara ringan yang terdengar jelas dalam kesunyian. Saat melewati bangunan utama yang digunakan untuk adegan kerajaan, ia menangkap samar-samar cahaya kecil dari balik dinding.Seketika langkahnya terhenti.Asap.Lalu suara napas yang berat.Hana melongok perlahan ke sisi bangunan, dan matanya membelalak pelan.Han Jiwon.Bersandar di tiang kayu, satu tang
Pagi itu, matahari belum sepenuhnya muncul saat Lee Hana sudah melangkah cepat di trotoar menuju coffee shop tempat ia biasa bekerja paruh waktu. Udara pagi Seoul masih menusuk, tapi senyum di wajahnya tak bisa disembunyikan. Hari ini adalah hari pertamanya syuting sebagai figuran dalam drama saeguk—dan dunia terasa begitu hidup baginya.Ketika pintu kaca coffee shop terbuka dan lonceng kecil di atasnya berdenting, aroma kopi yang hangat langsung menyambutnya. Di balik meja kasir, Jungwon, pemilik sekaligus sahabat lamanya, langsung menoleh dan mengangkat alis."Kamu datang juga," katanya sambil tersenyum kecil, mengenakan apron hitamnya. "Aku pikir kamu sudah naik kereta duluan."Hana melangkah cepat ke belakang meja, memeriksa tasnya sekali lagi. "Aku cuma mau pamit dulu... dan ambil charger yang tertinggal semalam."Tanpa banyak kata, Jungwon mengambil sebuah kotak makan dari bawah meja dan menyelipkannya ke dalam tas Hana dengan gerakan terbiasa. "Ini sandwich buat kamu. Makan di
Langit Seoul pagi itu cerah, seperti mencerminkan perasaan Lee Hana yang meledak-ledak bahagia. Dengan ransel lusuh di punggung dan senyum tak henti di bibir, ia berdiri di depan gedung tinggi menjulang bertuliskan GoGo Agency—agensi impian yang selama ini hanya bisa ia lihat dari layar ponsel."Akhirnya..." bisiknya pelan, matanya berbinar menatap gedung megah dengan pintu kaca berkilau. Ini bukan lagi mimpi. Ini kenyataan.Hari pertama Hana sebagai figuran resmi di GoGo Agency dimulai dengan perkenalan singkat di aula latihan. Puluhan wajah baru menatapnya saat ia melangkah ke depan, tapi Hana justru semakin percaya diri."Halo semuanya!" sapanya sambil membungkuk sopan. "Namaku Lee Hana. Aku senang sekali bisa bergabung di sini. Mohon bantuannya, ya."Sambutan hangat dan tepuk tangan ringan mengiringi ucapannya. Beberapa mengangguk ramah, beberapa lainnya hanya tersenyum sekilas. Namun, satu suara terdengar lebih dekat—seorang gadis dengan rambut ikal kecokelatan dan ekspresi santa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments