Selamat malam semuanya! Kelamaan nungguinnya maaf banget,ya! Seperti yang chinta bilang tadi kalo hari ini chinta lagi di luar jadi baru sempat untuk update malam ini. Terima kasih sudah menunggu!! Sayang kalian banyak-banyak! Selamat istirahat!!
Restia tercekat. Napasnya seolah berhenti sesaat ketika mendengar ucapan Zayden barusan. Nada suara pria itu begitu dingin, menusuk telinganya, membuat bulu kuduknya meremang. Ada sesuatu di balik tatapan tajam yang sempat diberikan Zayden sebelum pria itu menunduk, mengetuk-ngetuk sesuatu di layar ponselnya.Detik berikutnya, ponsel Restia bergetar keras di genggamannya. Suara notifikasi itu terdengar jauh lebih nyaring di telinganya dibanding suara bising sekitar. Seolah dunia mendadak sunyi, hanya suara getaran ponsel itu yang memantul di ruang kosong di pikirannya.Perlahan, dengan tangan yang sedikit gemetar, dia membuka pesan masuk tersebut. Sebuah file video.Zayden mengangkat dagunya, memberikan tatapan penuh peringatan yang tidak perlu diucapkan dengan kata-kata. Isyarat itu sudah lebih dari cukup untuk membuat Restia mengerti: lihat baik-baik.“Lihat dengan jelas, dan setelah ini… kamu harus lebih hati-hati dengan orang yang kamu beri label sahabat,” ucap Zayden, suaranya da
Sejujurnya, kepala Alisha sangat pusing setelah bertemu dengan wanita itu, sebenarnya entah apa yang direncanakan Serena, hanya saja dia akan selalu berhati-hati dengan orang lain, selama ini pengalaman mengajarkannya untuk selalu melakukan dokumentasi dengan baik.Untuk mengurangi sesak di dadanya, dia menghubungi Yumi, mengatakan masalah terkait Serena, siapa sangka Yumi memberikan berita tak terduga padanya.“Al, aku baru saja ingin menghubungi masalah ini, tapi kamu sudah duluan menelponku!” serunya dengan girang dari ujung panggilan mereka.“Ya sudah katakan saja cepat, sepertinya kamu mendapatkan berita penting! Dari caramu bicara ini membuatku makin penasaran.” Alisha berkata santai.“Aku tanya ke Kak Ethan tentang bagaimana Kak Zayden bisa bersama dengan Serena. Awalnya dia tidak mau cerita, karena katanya takut salah ngomong.” Yumi berkata penuh semangat.Sementara itu, Alisha masih diam mendengarkan.“Sebenarnya dulu Kak Zayden itu dekat dengan adiknya Serena, tetapi entah k
Mungkin orang akan menyebutnya kejam. Mungkin akan ada yang menudingnya tak punya hati. Tapi Alisha tak peduli. Karena hidup butuh batas yang jelas. Kalau hari ini dia izinkan Zayden bertemu dengan Serena, lalu gunanya apa? Apa hasilnya? Kebaikan? Penyesalan? Atau mungkin hanya membuka kembali luka lama yang seharusnya sudah terkubur rapat.Tidak. Dia tidak bisa membiarkan pintu itu terbuka, walau hanya sedikit.“Aku … tidak bisa,” ulang Alisha, kali ini suaranya lebih tegas. Mata beningnya menatap lurus ke arah Maya, tanpa gentar. Ada luka di sana, ada sedikit iba, tapi lebih besar dari itu adalah tekad.Maya terdiam sejenak, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Wanita itu menggeleng pelan, matanya kembali basah. “Nak, tolonglah … kamu sesama wanita. Kamu tahu bagaimana rasanya ditinggalkan, dikhianati perasaan… masa kamu tidak bisa sedikit saja … sedikit saja merasakan perasaan anakku? Kecelakaan itu, hasil manipulasi orang lain dan selama ini … anakku berjuang me
Alisha memandangi layar ponselnya yang masih menyala. Panggilan itu rasanya ingin diakhirinya saja, tapi kata-kata wanita itu membuatnya terganggu.Saya, Maya, ibu Serena.Jantungnya berdegup tidak beraturan. Entah kenapa, hanya mendengar nama itu saja sudah cukup membuat hatinya tidak tenang. Rasa-rasanya ketenangan yang tadi pagi baru saja dia rasakan bersama Zayden dan Nariza, perlahan pudar begitu saja.Alisha mengembuskan napas panjang, mencoba meredakan debar yang mendadak menggila. Perlahan, dia menyandarkan punggung ke sandaran kursi, menatap layar ponsel yang masih menyala.“Kenapa saya harus bertemu Anda?” tanyanya akhirnya, suaranya bergetar tipis namun berusaha terdengar tenang. Meski Alisha tahu siapa yang menghubunginya, dia tetap bersikap hati-hati.Di seberang, suara itu terdengar seperti sebuah ratapan. Lembut, memohon, dan seakan terisak. “Tolong … demi kebaikan hatimu, Nak Alisha. Bisakah kita bertemu sebentar saja? Aku mohon ….”Alisha terdiam, dadanya bagai ditimpa
Pagi ini Alisha bangun lebih dulu, dengan gerakan perlahan dia meninggalkan tempat tidur agar tidak mengganggu Zayden. Setelah membersihkan diri pagi ini, Alisha dengan langkah ringan turun ke bawah untuk menyiapkan sarapan mereka.Tidak sampai satu jam Alisha sudah mempersiapkan sarapan pagi mereka, saat menata piring di atas meja, Nariza keluar dari kamarnya.“Wuih, kakak seger banget pagi ini,” ucapnya dengan senyum lebar.“Iya dong!” jawab Alisha singkat. “Eh, kakak ke atas dulu, mau bangunin Kak Zayden dulu.”Gegas Aisha pergi kembali ke atas, sementara Nariza menarik kursi meja makan dan duduk di sana melihat apa yang sudah disiapkan oleh Alisha untuk mereka makan pagi ini. Hal ini membuat pikirannya melayang kembali ke beberapa bulan sebelum ini.Saat itu kesehatannya sangat buruk, hanya Alisha yang benar-benar mengurusnya penuh dengan kasih sayang. Seperti biasa Alisha adalah orang yang benar-benar bisa diandalkan dan satu-satunya orang yang masih membuat Nariza bertahan untuk
Nariza turun dari mobil lebih dulu, diikuti Zayden dan Alisha. Di depan pintu apartemen, Nariza masih dengan senyum lebarnya, sesekali mencuri pandang ke arah Alisha dan Zayden.Saat masuk ke apartemen, Zayden langsung jalan ke kamarnya dan Alisha di lantai atas, sementara Nariza jalan ke kamarnya diiringi oleh Alisha.“Eh, kakak kok ngikutin aku sih?!” Nariza berhenti di depan pintu kamarnya sambil menoleh ke belakang saat menyadari kakaknya mengiringinya alih-alih ikut bersama suaminya ke atas.“Ih, jangan pura-pura lupa, kakak mau tagih hadiah kakak dong!” Alisha berkata santai sambil menengadahkan tangannya pada Nariza sambil menaik-naikkan kedua alisnya.“Wuih, baru kali ini yang ulang tahun minta hadiah. Hadiah itu kan kesadaran orang yang mau memberi, kalau orang ga mau kasih ya gak perlu nagih-nagih.” Nariza berkata setengah bercanda sambil terkekeh ringan dan melangkah masuk ke kamarnya.Begitu masuk, Nariza langsung menekan saklar yang ada di dekat pintu dan membuat kamarnya